4

1475 Words
Padahal baru saja kemarin Raina merasakan menjadi siswa baru. Namun waktu berjalan begitu cepat. Kini Raina sudah duduk di kelas 2 SMA. Raina dan Utin tetap satu kelas, karena mereka memilih kelas IPS. Namun yang membedakan hanyalah kegiatan Utin yang lebih padat dari sebelumnya. Sejak kelas satu Utin mendaftar menjadi anggota Osis, sedangkan Raina tidak memilih satu eskul pun. Bukan apa-apa, Raina lebih memilih membantu catering dan rumah makan Ibunya sepulang sekolah dibandingkan mengikuti kegiatan sekolah. Maklum saja, Ibu tidak memiliki pegawai sehingga Rainalah yang membantu Ibu. Lebih baik uang gajinya dimasukkan ke tabungan anak-anak daripada untuk orang lain. Apalagi sebentar lagi Bapak pensiun jadi guru, maka persiapan tabungan benar-benar menjadi prioritas. Memiliki 3 anak apalagi perempuan semua bukanlah hal mudah, mengingat segala sesuatunya berharga mahal. Setiap hari senin adalah pemandangan yang menyenangkan bagi siswi sekolah SMA Cerdas Bangsa. Bagaimana tidak, sudah 2 bulan Satria menjabat sebagai ketua osis. Maka setiap senin pagi akan ada pengarahan langsung dari ketua osis mengenai koordinasi upacara agar tertib dan berjalan dengan lancar. Satria masihlah tetap Satria yang tampan, pendiam, tertutup, pintar dan disegani. Karena sifatnya yang membuat orang lain segan, maka Putri yang menjabat sebagai wakil ketua osis yang akan menghandle dan mengapresiasi saran dari siswa-siswa lain. Ibaratnya, Satria adalah otak dan Putri adalah penggerak. Mereka memang serasi, apalagi Satria terlihat begitu nyaman bersama Putri membuat siswi yang melihatnya patah hati. Namun tidak ada satu pun yang tahu jika hati Satria tertuju pada gadis mungil bernama Raina. Setiap paginya Satria akan menunggu Raina di parkiran sekolah dan berjalan di belakang Raina menuju kelas. Setiap istirahat Satria akan menyuruh Christin untuk mengerjakan tugas di ruang osis, karena Satria tahu Raina pasti akan menemani sahabatnya itu mengerjakan tugas dan Satria dengan leluasa dapat melihat Raina dari dekat. “Kok tumben lo datang telat, Na?”Tanya Utin menghampiri sahabatnya yang sedang berbaris untuk di data karena telat. “Ban sepeda gue kempes, jadi pompa dulu. Eh ini cuma di data aja kan? Enggakk di hukum macam-macam?" “Paling disuruh beres-beres perpustakaan,”Utin menyenggol bahu Raina dan mengendikkab dagu, meminta Raina untuk memperhatikan apa yang ia lihat. “Lihat tuh dua sejoli, pagi-pagi udah lengket.”Ujar Utin menunjuk Putri dan Satria yang tengah menulis data siswa yang telat. “Mereka lucu ya, suka deh gue liat mereka. Eh beneran mereka pacaran?”Bisik Raina. “Kalau kata si Putri sih mereka cuma sobatan, tapi kita enggakk percaya. Mana ada sobatan tapi mesra begitu," Raina menatap Satria yang kini tengah fokus dengan kertas yang ia pegang. Terbesit rasa ingin mengenal lebih pria pendiam itu, namun apalah Raina paham posisinya yang hanya sekedar mengagumi. Lagipula, Raina juga tidak terlalu antusias seperti teman lain yang menyukai Satria.  Satria yang merasa diperhatikan, mengangkat wajahnya dan terkejut menatap Raina yang tengah menatapnya. Hatinya berdebar begitu cepat, ingin sekali ia menghampiri gadis mungil itu. Namun apa daya Satria merasa belum waktunya ia mendekati Raina, apalagi setelah ia tahu jika Raina sama sekali tidak berniat untuk dekat dengan lawan jenis ketika masih SMA. Maka dari itu Satria lebih memilih mempersiapkan dirinya untuk menjadi orang yang sukses agar kelak bisa meminang Raina menjadi istrinya. Ia juga ada keinginan membuka restoran untuk Raina, karena ia tahu bahwa Raina sangat menyukai memasak. “Eh, lo Raina kan? Tumben telat,”Tanya Putri ketika Raina berdiri di hadapannya. Raina nyengir. “Iya nih, lagi apes gue gara-gara ban sepeda kempes." Putri tersenyum lembut. “Oh gitu, gue minta data lo ya buat..”Ucapan Putri terhenti ketika merasa pundaknya ditepuk. Putri mengernyitkan alis menatap Satria yang menginterupsinya. “Put, yang ini biar saya aja. Kamu handle yang lain soalnya antriannya makin banyak dan sebentar lagi waktunya istirahat," Putri mengamati antrian dibelakang Raina yang memang semakin banyak. Heran, kenapa banyak sekali yang datang telat di hari senin? Benar-benar membuat Putri lelah, apalagi kebanyakan siswa laki-laki. “Oh oke deh, thanks Satria.”Ujar Putri tersenyum manis. Raina tersenyum kecil menatap Satria yang kini tengah menatapnya datar. Sebenarnya Raina merasa canggung karena ini pertama kalinya ia bertatap muka dengan Satria, apalagi Satria ternyata sangat tampan jika dilihat dari dekat. “Nama?”Tanya Satria. “Raina Ayu Putri, kelas 2 IPS 3,”Jawab Raina setenang mungkin. “Kenapa datang telat?”Tanya Satria dengan nada yang lembut. Ia menahan rasa bahagianya karena ini pertama kalinya dirinya berbicara dengan Raina. “Tadi ban sepeda aku kempes di pertigaan lampu merah." “Tapi kamu enggakk jatuh kan?" “Hah? Oh enggakk." Satria tersenyum kecil menatap Raina yang terlihat terkejut. “Sudah di betulkan sepedanya?”Tanya Satria lagi. Raina hanya mengangguk sebagai jawaban. “Aku di hukum apa?" “Kamu langsung masuk kelas aja." “Lho? Jadi aku enggakk dihukum?" “Memangnya kamu mau dihukum?" “Ya kali aja di hukum. Tapi kalau enggakk sih alhamdulillah. Makasih ya,”Ucap Raina tersenyum lebar pada Satria. Satria mengulum senyum menatap Raina yang begitu cantik. Menahan keinginan besar untuk membawa Raina kerumahnya agar ia bisa memeluk tubuh mungil Raina seharian. “Kalau gitu aku boleh ke kelas nih?”Tanya Raina. Satria mengangguk. “Makasih ya. Kalau gitu aku duluan,”Pamit Raina dan berjalan menuju kelasnya. Satria terdiam menatap punggung gadis mungil itu. Sungguh ia merasa bahagia bisa berbicara dengan Raina. “Lho Raina kemana, Sat?”Tanya Utin menghampiri Satria. “Kelas," “Lho dia enggakk dihukum?" “Enggakk, lagian dia telat karena ban nya kempes.”Jelas Satria dan meninggalkan Utin yang menatapnya bingung. “Tumben si Satria ada hati nurani. Bukannya ada yang telat karena nemenin Ibunya sakit aja tetep dihukum. Apa jangan-jangan...”Utin memperhatikan Satria yang kini tengah berbicara dengan Putri. “Ah enggakk mungkin si Satria suka Raina, kiamat itu pastinya!”Gumam Utin. ... Satria mengerutkan alis menatap dua lembar kertas yang di sodorkan Putri begitu ia masuk ke ruang osis. “Ini apa?" “Gue dapat tiket nonton gratis dari om. Ini film horor yang lagi booming lho! Mau nonton sama gue?" “Kapan?" “Besok malam," “Memangnya kamu di bolehin keluar malam?”Tanya Satria. Putri mengangguk. “Gimana?" “Oke terimakasih," Putri tersenyum lebar menatap Satria. Hatinya penuh kebahagiaan, tidak sabar menunggu hari esok. Satria tersenyum kecil menatap Putri dan kembali membuka laptop nya, fokus untuk membuat perencanaan kegiatan wisata sekolah. “Sat, gue boleh nanya?" Satria melirik Putri. “Lo punya pacar?" Satria mengalihkan pandangannya dari layar laptop. Ia menatap Putri yang kini balas menatapnya malu-malu. “Kenapa kamu tanya itu?" Putri menghela napas, kulit putihnya kini merona. “Gue cuma pengen tau, apakah gue punya kesempatan?" Satria menyandarkan tubuhnya ke kursi. “Saya tidak punya pacar, tapi saya punya seseorang yang saya sukai." “Siapa?" Satria hanya diam dan kembali berkutat dengan laptopnya. “Sat?”Panggil Putri sekali lagi. “Sampai saat ini saya enggakk ada pemikiran untuk menjalin hubungan dengan siapapun, Putri dan lagi saya sudah menganggap kamu sebagai sahabat saya.”Tegas Satria. Putri menundukkan kepala, menutupi matanya yang kini berkaca-kaca. Melihat Putri yang terlihat sedih membuat Satria tidak tega. Satria beranjak dari kursinya, menghampiri Putri dan dengan lembut mengelus rambut Putri. Bagaimanapun Putri adalah salah satu orang yang Satria sayangi, jika Putri sedih tentu akan membuat Satria sedih juga. Putri mengangkat wajahnya dan menatap Satria. Laki-laki dihadapannya ini memiliki paras wajah yang sangat tampan dan pribadi yang menyenangkan. Jika Tuhan mau mengabulkan, hanya satu keinginan Putri.. Berikan hati Satria seutuhnya untuknya. CEKLEK! Suara pintu terbuka. Satria dan Putri sontak melihat kearah Pintu di mana Christin ditemani Raina menatap Satria dan Putri dengan posisi tangan Satria mengelus rambut Putri. “Ups gue ganggu ya?”Tanya Utin tersenyum kaku. Sontak Satria langsung menurunkan tangannya dan menatap Raina yang kini tengah tersenyum lebar melihat dirinya bersama Putri. Satria berharap Raina tidak salah paham mengenai hubungan dirinya dengan Putri. “Enggakk kok. Kenapa Tin?”Tanya Putri. “Gue mau kasih duit kas siswa nih pak ketu,”Jawab Utin memberikan amplop coklat pada Satria.”Laporan kas bulan ini udah gue email ya." “Oke thanks.”Jawab Satria yang masih melirik Raina. Raina yang merasa diperhatikan menatap Satria dan mengangguk sebagai sapaan. “Oke deh gue balik ke kelas lagi ya. Yuk, Na.”Ucap Utin menggakkndeng tangan Raina. “Raina.”Spontan Satria memanggil Raina. Ketiga wanita diruangan itu terkejut, karena ini pertama kalinya Satria menyebut nama wanita selain anggota Osis. “Ya?”Tanya Raina bingung. Satria meneguk ludah, merasa gugup. “Jangan telat lagi,”Ujarnya. Raina mengernyitkan alis, bingung namun sedetik kemudian ia tersenyum. “Insya Allah enggakk akan telat lagi,”Jawabnya. “Kalau gitu kami permisi." Putri terdiam menatap punggung Raina dan Utin yang kini sudah pergi. “Apa dia orangnya?" “Bukan.”Jawab Satria cepat. Putri tersenyum kecil, merasa lega dengan jawaban Satria. Ia menghampiri Satria. “Ini duitnya biar gue masukin ke bank aja ya," Satria mengangguk. “Thanks."  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD