3

1139 Words
“Na, bisa bantu ibu cuci sayuran?”Tanya Ibu dari dapur. Raina lekas menghampiri ibunya dan dengan gesit mencuci sayuran yang sudah dipetik Ibu dari kebun belakang rumah. “Teh Rahmi mana, Bu?" “Kuliah dong, adik kamu Raisa juga belum datang jam segini padahal udah sore." “Belajar kelompok kali Bu,”Ucap Raina mencoba menenangkan Ibunya. “Na, sebenarnya kemarin ada yang datang buat lamar kakak kamu." “Oh ya? Siapa Bu? Bukannya teteh enggakkk pacaran ya?" “Anaknya pak RT yang PNS itu lho. Dia datang sendiri ke Ibu sama Bapak, langsung ngelamar Kakakmu." “Terus teteh jawab apa?" “Masih dipikirin katanya. Kakak kamu itu kan pengennya lulus kuliah terus kerja dulu. Tapi ibu sama bapak sih lebih senang kakak kamu nikah dini," “Yah Bu jodoh mah enggakkk akan kemana, tapi si teteh kan enggakkk bisa masak bu kalau nikah. Enggakkk apa-apa tuh?" “Justru biasanya kalau udah nikah jadi bisa masak lho Na, kan tuntutan." “Lah, tapi aku belum nikah juga udah bisa masak, Bu.”Timpal Raina. “Ya itu mah bakat dari Ibu nurunnya ke kamu. Oh iya, gimana sekolah kamu?" “Baik-baik aja Bu." “Jaga pergaulan ya kamu, Na. Masa-masa kamu itu pengaruh pergaulannya kuat, apalagi Ibu liat pergaulan jaman sekarang bebas sekali enggakkk seperti jaman Ibu dulu, kalau perawan enggakkk boleh keluar malam." “Tenang aja Bu, aku kan kemana-mana sama Utin terus. Ibu juga tau kan Utin sebelas duabelas sama aku." “Jangan pacaran ya Na,”Pinta Ibu tegas. “Enggakkklah Bu, kan udah prinsip enggakkk akan pacaran sebelum lulus sekolah." Ibu tersenyum menatap Raina. Anak kedua sekaligus yang paling mungil secara fisik ini memang yang paling nurut diantara kakak dan adiknya. Raina lebih dewasa dan lebih mengerti kondisi orangtua. Jika di hari libur Rahmi dan Raisa lebih memilih menghabiskan waktu bersantai atau bermain, berbeda dengan Raina yang lebih senang membantu Ibunya mengurus catering milik ibunya di acara nikahan. Diantara ketiga anaknya, memang hanya Raina yang memiliki bakat memasak yang diturunkan dari Ibunya. “Assalamualaikum,”Ucap Raisa sibungsu begitu masuk kedalam rumah. “Waalaikumsalam. Kamu kok baru pulang sih De? Dari mana aja? Enggakkk ngabarin Ibu kamu!" Raisa nyengir menatap Ibunya yang memang terkenal khawatiran itu. “Ade tadi main ke rumah Kania dulu Bu. Mau telepon rumah, abis pulsa." “Lain kali jangan gitu ya De. Ibu khawatir sama kamu," “Maaf ya Bu. Masak apaan Teh?”Tanya Raisa menghampiri Raina yang sibuk memasak. “Tumis kangkung sama ayam kecap. Sana mandi De, sumpah bau keringat pisan kamu ih!”Usir Raina. Raisa mengendus badannya sendiri dan menatap kesal kakaknya. “Mana ada!" “Udah jangan berantem. De, mandi dulu terus shalat sana baru makan." “Oke Bu," “Ade kamu itu, baru juga sehari di isiin pulsa udah habis aja. Dipakai apa ya emangnya?" “Internetan kali Bu,”Celetuk Raina. “Kamu beneran enggakkk mau Ibu beliin HP?" “Enggakkk usahlah Bu, buat apa. Kalau ada apa-apa kan bisa pake telepon rumah. Nanti aja kalau emang butuh pisan baru aku beli, itu juga harus pakai uang aku." “Ibu sama Bapak masih sanggup Na buat beliin kamu HP. Kamu jangan sungkan sama orangtua kamu," “Uang jatah HP aku di save aja Bu, siapa tau dibutuhin buat hajatan si teteh. Lagipula, uang yang aku dapat dari dagang nasi kuning juga lumayan.”Ujar Raina. Memang setiap pagi Raina berjualan nasi kuning dengan menitipkan di koperasi sekolah. Ibu mengecup kening Raina lembut. “Ibu doain Raina semoga lancar rezeki nya, amin... Soleha nya Ibu Bapak." ... Sepi dan bosan. Itu yang dirasakan Satria ketika ia berada di rumah. Sebagai anak tunggal dan memiliki kedua orangtua yang selalu dinas diluar kota, membuat pribadi Satria cenderung tertutup. Satria terbiasa untuk menutup diri dan tidak memikirkan orang lain karena baginya belum tentu orang lain memikirkan dirinya. Namun kali ini berbeda. Entah sudah berapa jam ia tersenyum, bahkan pembantu di rumahnya terkejut melihat perubahan Satria yang lebih manusiawi. Bukan perubahan yang pesat, hanya saja, terlihat binar kebahagiaan dari raut wajah Satria. Seperti sebuah harapan. Satria menyalakan laptopnya dan dengan cepat ia masuk ke beranda media sosial. Berusaha mencari tahu informasi mengenai Raina. Namun sayang, beberapa kali ia cari tidak ada Raina yang ia maksud. Apakah Raina tidak punya media sosial? Tidak menyerah Satria lalu mencari ** milik Christin. Ia yakin jika Christin memiliki foto Raina. Dan benar saja, begitu ia menemuka ** Christin, tanpa banyak berpikir Satria langsung memfollow akun gadis itu yang ternyata followernya hanya dua ratusan. Bibir Satria menyunggingkan senyum begitu melihat satu foto Raina sendiri. Ia langsung men save foto Raina yang ada di akun ** milik Christin. Satria membuka kembali foto Raina. Menatapnya lama. Ada rasa hangat dan keinginan untuk memiliki gadis itu. Sejujurnya, ini pertama kalinya Satria merasakan keinginan memiliki terhadap seorang wanita. Padahal Putri jauh lebih cantik dibandingkan Raina. Namun, jika hati sudah memilih maka manusia tidak mampu menampiknya. “Raina.. “bisik Satria sambil mengelus foto Raina di layar laptopnya. ... “** gue di follow Satria, Na!!”Pekik Christin begitu Raina mengangkat telepon. “Astagfirullah.. Berisik Tin!" Christin tertawa. “Sorry.. Sorry.. Abis gue happy banget liat notif ** gue kalau Satria nge follow gue! Jangan-jangan..." “Jangan-jangan apaan?" “Jangan-jangan Satria mulai naksir gue lagi, Na." “Mimpi lo! Mana mungkin lah, kan lo tau Satria itu pasangannya ya Putri. Mungkin dia khilaf follow lo," “Sialan lo?! Lo bikin ** Na, biar lo bisa kepoin Satria." “Buat apaan? Enggakkk ah, lagipula gue enggakkk punya HP. Udah dulu ya gue ngantuk mau tidur." “Ya ampun Na kan masih jam setengah delapan, masa udah mau tidur lagi?" “Protes mulu ah lo! Gue tutup ya, bye utin." “Bye my baby Raina.”Tutup Utin. “Kenapa Utin, Na? Kok heboh pisan, sampai suaranya bisa Bapak denger dari sini,”Tanya Bapak yang sedang duduk di sebelah Raina sambil menonton TV. Raina nyengir. “Biasa Utin mah kan sok heboh, Pak." “Teh Utin udah punya pacar, Teh?”Tanya Raisa yang sedang duduk lesehan sambil mengemil kacang di toples. “Kata siapa?" “Tadi kedengeran nyebut nama Satria.. Satria gitu." “Bukan. Utin mah cuma nge fans doang,”Jelas Raina sambil menyandar ke pundak Bapak. “Emang Satria siapa Na? Teman sekelas kamu?”Tanya Ibu ikut nimbrung. “Bukan Bu, dia seangkatan sama aku cuma beda kelas. Satria itu populer disekolah soalnya dia cakep sama juara 1 pas UN." “Wah.. Kalau sama calonnya Teh Rahmi, A Rahya cakepan siapa Teh?" “Satria sih kalau kata teteh. Entar aja deh kalau kamu main ke sekolah teteh, teteh tunjukin yang mana orangnya." “Kamu juga suka sama si Satria ini, Na?”Tanya Bapak. Raina tersenyum lebar. “Lebih suka sama Bapak dong.”Jawab Raina yang dibalas tawa oleh Bapak.        
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD