TUJUH PULUH TIGA: NEW NORMAL

1601 Words
Akhir - akhir ini, Jun sedang dalam mood yang baik. Baik banget! Sebulan sudah berlalu sejak hari itu. Hubungannya dengan April sudah kembali membaik, kalau nggak mau dibilang jadi makin baik. Dan itu adalah faktor utama terpenting. Nggak tau, kalau dia lagi di term 'enak' sama April, rasanya semua urusannya berlangsung baik. Mood, etos kerja, semangat, semuanya dalam levet yang baik. Dia masih sering dipepet Sabrina kalau di kantor. Masih suka digodain oleh teman - teman kantornya yang mengatasnamakan diri sebagai fans nya. Dia juga masih diteror oleh Fran. Tapi bodo amat, yabg penting dia sama April udah nggak diem - dieman lagi dan nggak saling canggung. Dan rekor, dia selibat. Serius, dia jadi anak baik, nggak jajan di luar lagi. Dan itu bikin dia jadi lebih sering olahraga jari kalau malam sekarang. Tapi poinnya, dia jadi anak baik - baik. Tapi kabar baiknya, kapanpun dia pengen peluk April dan cium - cium April sekarang, gadis itu nggak menolaknya. Asalkan nggak di depan public. April masih suka freak out tentang itu. Meskipun cuma ciuman saja. Karena bagian bawah leher April masih merupakan wilayah terlarang baginya, itu sudah amat cukup bagi Jun. April adalah gadis yang membintangi fantasi se*ualnya sejak dulu. Mau atau tak mau mengakui, begitulah faktanya. Dan untuk sekarang, konteks skinship di level ini, amat sangat cukup bagi Jun. Dengan April, itu berarti kemajuan yang luar biasa. Seperti rutinitasnya sebulan belakangan ini, dia langsung bergegas ke sebelah. Apa lagi, jemput April lah. Sang pujaan hati. Meskipun Jun belum pernah secara jelas menembak April, tapi gadis itu tau lah pasti, bagaimana perasaannya. Iya, kan? Lagian kalau nggak tau, kenapa selama ini dia selalu membalas Agresi Jun? Bikin Jun panas dingin dan berakhir dengan menghabiskan stock lotion dan tisu di malam hari sampai bunda protes kenapa tisu di rumah ilang semuanya. "Pagi Ma, Pa." Sapa Jun ceria. "Pagi, Jun Sarapan dulu?" "Minum s**u aja deh, Ma." Katanya mengambil gelas berisi cairan putih pekat tersebut fan menengguknua dengan rakus. Karena Jun hampir selalu datang kalau pagi, akhirnya Mama menyiapkan satu lagi sarapan untuk Jun. Jadi yang barusan dia minum itu ya, s**u jatahnya. "Seger kaya biasanya, Ma." Pujinya lebay, yang membuat Mama mengulum senyum geli. "A…" "Maz Pa, April berangkat dulu, ya." Belum sempat Jun bertanya tentang keberadaan Apr, gadis itu sudah berjalan melewatinya untuk berpamitan dengan kedua orang tuanya. Bentar. Wangi ini… "Lo mau berangkat bareng siapa?" Tanya Jun. "Oh, bareng Janu." Jawabnya enteng sambil menutup kembali resleting tas selempangnya dan menyesuaikan tali tasnya. Jun seketika melotot. "Nggak boleh." Gantian sekarang April yang melotot. Jun apa - apaan, main bilang nggak boleh mendadak seenak jidatnya. Mana di depan Mama sama Papa lagi. "Lo bareng sama gue." April menggelengi titah Jun. Kok dia semena - mena, sih! "Nggak mau! Gue udah janji sama Janu eeeh… Juni! Jun, apa - apaan, sih?!" Jun menarik April yang sedang berjalan tak acuh melewatinya menuju pintu keluar. April mau keluar, sini Jun anterin. Dia setengah menyeret lengan April menuju mobilnya. Nggak peduli mau ada janji mau ada gempa mau ada tsunami sekalipun, sekarang ini, April harus bareng dia. Apalagi sekarang April lagi pakai parfum itu. Nggak akan rela dia kalau Janu dapat jatah juga menghirup aroma ini dan berada di dekat April. Nggak boleh! "Masuk. Mimpung Janu belum dateng." Apr mengernyit gusar, menatap mata Jun yang saat ini menjadi gelap. Wajahnya tegang dan sama sekali nggak ada lucu - lucunya. Dia bingung sendiri Jun ini lagi kesambet apaan, sih? "Nggak mau! Gue…" "Masuk sekarang atau gue cium?" *** Mereka berkendara dalam diam menuju kantor. Pada akhirnya April nggak bisa melawan Jun. Dan saat Jun memintanya untuk menpom Janu dan membatalkan janji mereka untuk berangkat bareng. Entah bagaimana, Janu pun menyanggupinya begitu saja membuat Jun lega luar biasa. Senang karena April sudah mau berangkat bersamanya? Nggak juga. Dia masih agak sebal karena dia harus mengancam bilang mau cium April kalau gadis itu nggak mau masuk ke mobilnya. Dan tanpa dia duga, April langsung buru - buru masuk. Agak… melukai egonya ya, barusan itu. Memangnya ciumannya semengerikan ciuman dementor, sampai April berusaha sebegitunya untuk menghindar? Lalu yang kemaren - kemaren yang dia sampai mendesah - desah itu apa? Karena jiwanya mau ilang? Walaupun iya sih, seharusnya jiwanya mau ilang saking enaknya, bukan saking ngerinya. "Kenapa sih lo? Mendadak ngebet banget pengen bareng sama gue. Kan gue jadi nggak enak sama Janu mendadak ngebatalin." April bersungut protes. "Nggak boleh! Lagian apa - apaan bareng Janu harus pakai parfum sampe menyengat begini." April menoleh cepat ke kanan, kepada Jun, demgan mata melotot nggak terima. Parfum memyengat katanya! Parfum wanginya enak begini dibilang menyengat! "Nggak usah melotot, jelek." "Emang kapan gue pernah cantik kaya mbak - mbak gebetan lo itu?! Gue kan emang selalu jelek begini! Tepos kata lo. Rata depan belakang, nggak ada bedanya sama papan cucian…." Jun menghela nafas berat. Susah, susah. Susah banget jadi Jun hari ini. Harus nahan kepalanya tetap dingin walaupun diomel April. Di sini maksudnya kepala - kepalanya. Atas dan bawah. Dengan bau parfum April yang terkunci di dalam mobilnya, percayalah, kalau Jun nggak ngapa - ngapain berarti imannya kuat. Dia memejamkan mata sejenak sebelum membanting setir ke bahu jalan yang sepi dan menghentikan mobilnya. Perjalanan mereka menuju kantor akan melewati areal persawahan yang luas selama beberapa kilometer. Dan saat ini di situ lah Jun menghentikan mobilnya. Dia melepas seat belt nya dan sebelum April bisa mulai mengomel lagi dia sudah mencondongkan tubuhnya untuk menangkap bibir cantik April yang komat kamit tak berhenti mengomel. "Ju ahmm…!" April tersentak keras saat bibir mereka bertemu. Kali ini tak ada salam pembuka apalagi istilah ketuk pintu. Jun langsung menerobos dan mengobrak abrik bagian dalam mulut April. Erangan April yang samar - samar bagaikan dorakan cheerleader di telinganya. Nafas mereka memburu, kaca mobil mengembun buram dan akal sehat Jun sudah menguap entah ke mana. Tangannya dengan cepat melepaskan seat belt April. "Junmmh… wha... oh!" April terkesiap keras saat Jun mengangkatnya dari kursi penumpang dan mendudukkannya ke atas pangkuannya. Suata erangan mereka berpadu saat April bo*ong April menyentuh pusat gairah Jun. Membuat bagian itu berdenyut nyeri namun menyenangkan. Si*l, kalau sudah tahu rasanya begini, olah raga jari di malam hari dengan lotion atau sabun sebanyak apapun juga tak akan membuatnya puas. Tubuhnya akan mendambakan sensasi ini. Sensasi saat April menyentuhnya di bagian dia paling ingin disentuh. Membuainya dengan suara serak khas nya yang membuat Jun semakin mabuk kepayang. "Oh God… you taste so good." Desahnya saat bibir mereka terlepas untuk menyuplai oksigan kembali ke paru - paru. Jun tak membuang waktu. Disusurkannya bibirnya di leher April, menuju tulang selangkanya. Seperti biasa, April memakai kemeja. Membuat Jun dengan semangat meloloskan bagian atas blouse April dari lubangnya. Karena terlalu bersemangat, kali ini dia melepas kancing April lebih rendah dari biasanya, membuatnya akhirnya bisa melihat belahan lembut yang tertutup renda tipis. "God! Persis seperti yang gue bayangin, lo nggak tepos sama sekali." "Jangan. Jun… " April berusaha menutupi da*anya, mendadak merasa malu dengan keadaan mereka saat ini. Tapi Jun bahkan tak berusaha membujuknya untuk berubah pikiran. Cowok itu langsung menunduk dan mencumbui dadanya, membuatnya mengeluarkan erangan parau yang panjang dan terdengar agak memalukan baginya. Lega, tapi bikin malu. Bagian bawahnya yang bersentuhan dengan bagian Jun yang mengeras sudah terasa lembab dan gatal. Ingin tasanya dia menggaruknya tapi kedua tangannya sudah amat nyaman membelit rambut - rambut Jun di belakang kepalanya. Jadi dia melakukan satu - satunya cara yang terpikirkan untuk menghilangkan gatalnya. April menggoyangkan pinggulnya. "F*ck!" Jun memaki pelan dengan suara rendah yang entah mengapa terdengar menyenangkan di telinga April. Dia ingin mendengarkannya lagi. Seki lagi April menggoyangkan pinggulnya. Kali ini lebih keras, membuat badannya mengejang seperti tersetrum. "Jun… gue kesetrum." Bisiknya terengah - engah. "Was that good?" April mengangguk. Punggungnya bersandar di roda kemudi. Matanya terpejam dengan kepala mendongak memamerkan leher jenjangnya sementara Jun menyibukkan dirinya di leher dan d**a bagian atasnya. April sekarang sudah cukup familiar dengan sentuhan Jun. Bibirnya terutama. Jun seperti tak membiarkan April melupakan rasanya barang sedetik pun. Tapi selama ini, semua itu hanya sekedar ciuman! Mereka tak pernah melakukannya sampai sejauh ini. April jadi ketakutan sendiri sekarang. Setelah ini lalu apa? Jun akan memintanya untuk… "No, no. Stop. Jun, stop!" Serunya susah payah saat tangan Jun mulai merambat ke balik punggungnya dan bergerak naik untuk melepaskan kaitan renda yang menutupi da*anya. Jun mengangkat kepalanya, memandang April dengan tatapan sayunya yang penuh tanya. He's unstoppable, batin April. Dia juga sebenarnya nggak pengen berhenti. Bagian bawahnya gatal luar biasa, dan dia juga butuh pelepasan. Tapi ini salah. Ini nggak boleh! "Kenapa? Gue pikir lo mau juga." April menahan nafasnya. Dengan posisinya yang mengankang di pangkuan Jun. Telapak tangan Jun yang besar hangat dan sedikit kasar memgus punggungnya pelan seperti itu, bagian atasnya tang terbuka, bagaikan undangan terbuka agar Jun melanjutkannya lagi, dan bagian bawah mereka yang selalu Jujur; keras dan lembab. Tentu saja April mau! "No. Kita harus berhenti." Tapi mereka nggak boleh lanjut. Ini salah. "Jun, ini salah! Nggak boleh." "Why? Lo sama pengennya kayak gue, Pril." Iya! Inginnya meneriakkan itu. Tapi akal sehatnya menghalangi. Jadi dia menggeleng sebagai Jawaban. "Nggak boleh. Kita harus berhenti. Turunin gue. Bantuin gue turun dari sini." Berbeda dengan April yang kesusahan beranjak dari atas Jun, karena dia mencoba nggak membuat gerakan lebay yang bisa memancing reaksi Jun di bawah sana, Jun malah dengan entengnya mengangkat April dan mendudukkannya kembali ke kursi penumpang. April membenarkan pakaiannya, kemudian melirik ke pangkuan Jun yang masih saja menggembung. "Er… itu…" "Apa ini artinya gur nggak boleh cium lo lagi, Pril?" PS: Susah banget jadi April T.T seriusan, Mak
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD