TUJUH PULUH EMPAT : DEAL!

1553 Words
"Apa ini artinya gue nggak boleh cium lo lagi, Pril?" April ternganga tak percaya dengan telinganya sendiri. Cowok ini ya, sumpah! Bahkan nafas mereka belum kembali normal dan dia sudah bertanya kaya gitu! April harus menjawab bagaimana kalau seperti ini?! "Sumpah, lo ya. Bener kata Kak Mei. Penjahat kelamin emang lo." Dengusnya. April menurunkan sun shield di atasanya untuk menggunakan kacanya. Meskipun tangan dan kakinya masih gemetaran, dan nafasnya masih susul menyusul, kali ini otaknya nggak boleh ke mana - mana lagi.  Barusan itu tadi, make out dengan level tertinggi yang pernah dialami April. Dan rasanya… April Nggak akan bohong dengan bilang kalau dia nggak pernah membayangkan Jun dalam koridor hubungan yang membara seperti ini, walaupun nggak sering karena dia sendiri toh bingung harus membayangkan Jun yang bagaimana, tapi jawabannya pernah. Dan apapun yang April bayangkan di dalam kepalanya, rasanya, sensasinya, emosinya, semuanya nggak ada yang benar. Mendekati pun nggak. Yang ada, malah jauh, jauh jauuuh lebih tinggi dari ekspektasi April. "Kan gue cuma memastikan."  "Diem, ih. Ngeselin banget. Kalo suruh bahas yang beginian aja cepet…" "Tapi kan lo enak juga, kan?" April tergagap kehilangan kata - kata sampai nggak bisa menjawab perkataan Jun yang baginya terlalu vulgar itu. Jun ikut membenahi kemejanya yang kusut. Iya, ulah April. Dia akan mengaku dengan suka rela kali ini. Tapi perlu dicatat kalau Jun pun melakukan hal yang sama pada kemejanya. "Pril, janji satu hal aja buat gue." Kata Jun tiba - tiba. Membuat tangan April yang sedang berusaha membenahi make up nya terhenti di udara. "Apaan?" "Janji dulu." "Ih, ogah! Apaan dulu! Awas lo ya kalau minta yang aneh - aneh! Ogah gue!" Ancam April. Jun sudah selesai beberes. Dia memiringkan tubuhnya hingga menghadap April. "Jangan pake parfum ini kalau lo lagi sama cowok lain." Alis April berkerut tiba - tiba. Kok mendadak parfum, sih?! "Kenapa?" "Demi kebaikan lo sendiri. Jangan. Kalau sama gue nggak papa. Tapi sama cowok lain jangan. Janu termasuk. Seenggaknya gue bisa jamin lo bisa aman kalau sama gue walaupun… " Dia menunduk, menatap pangkuannya yang masih terlihat memggembung nggak santai.  Wajah April memerah seketika. Biar bagaimanapun, dia kan tetap, pera*an ting - ting. Masih risih kalau diajak ngobrol yang terlalu begitu.  "Itu lo… nggak papa? Dari tadi begitu… nggak sakit?" April menelan ludah kasar saat melihat pupil mata Jun kembali membesar dan  menggelap, membuat April was - was lagi kalau - kalau dirinya nanti diterkam lagi oleh Jun. "Yang modelan begini lo bilang aman? Niat lo kok busuk banget, sih!" *** Yang jadi hepi dan moodnya membaik bukan hanya Jun saja. Meskipun enggan mengakui, tapi April juga. Tentu saja bukan April sendiri yang sadar kalau dia jadi murah senyum, nggak grumpy, jadi enak diajak ngobrol, bahkan wajahnya juga jadi cerah ceria seperti tokoh matahari di serial anak teletubies. “Lo udah jadian sama cowok yang lo taksir itu?” Janu bertanya suatu siang. Kebetulan mereka hari ini makan siang berdua. Anniversary kantor semakin dekat, semua semakin sibuk. Sudah nyaris nggak pernah lagi mereka makan berempat di rooftop. Pasti ada saja satu atau dua orang yang absen. April mengernyit mendengar pertanyaan Jun yang menurutnya absurd. Apa, deh. Kok mendadak jadian. “Maksudnya?” “Cowok tetangga lo yang lo taksir sejak lama itu. Akhirnya kalian jadian? Atau ada sesuatu di antara kalian akhir - akhir ini?” Entah kenapa mendengar pertanyaan Janu tentang ‘ada sesuatu terjadi di antara kalian’ membuat wajah April seketika merona. Rooftop memang selalu panas. Udara indonesia kapan, sih nggak panas. Hujan gerah, nggak hujan pun serasa dipanggang. Tapi kali ini April benar - benar merasa wajahnya panas dan merah sampai dia harus berpaling dan berdehem untuk mengembalikannya ke keadaan semula. “Jadi bener. Ada sesuatu di antara kalian.” Kata Janu lirih. “Nggak ada. Apaan, sih lo.” April otomatis menyanggah, merasa jengah. Melanjutkan makannya yang tadi tertunda gara - gara pertanyaan Janu yang menurutnya konyol. Jadian apaan. Jun bahkan belum pernah bilang apapun tentang kelanjutan komitmennya bersama April. Aduh, jangan mikirin itu. Pekerjaannya masih menggunung, menunggu untuk diselesaikan. Kalau dia overthinking sekarang, bisa - bisa pekerjaannya terbengkalai. April menggeleng mengusir bayangan - bayangan nggak enak itu dari kepalanya. “Nggak usah bohong. Gue udah perhatiin lo sejak sebulan belakangan. Bawaannya hepi, nggak sering bentak - bentakin gue.” “Heh! Apaan?! Gue nggak suka bentak - bentakin orang!” Bentak April nggak terima. Yang mana malah menegaskan spekulasi Janu. April berkedip salting. Asem, kemakan pancingan Janu deh, dia. “Dan satu lagi, gue nggak tau lo sengaja atau lo bener - bener nggak tau.” April menoleh pada Janu karena pemilihan katanya. Ada apaan, sih? Apa yang dia nggak tau? “Gue beberapa kali nemuin hickey di leher lo. Hari ini juga ada.” Sontak April langsung memegangi lehernya dengan kedua tangan. Janu bohong, kan?! Beberapa kali?! Dia bilang hari ini juga ada?! “Serius. Lo nggak tau?” April menggeleng dengan wajah pucat pasi. “Septi sama Novi juga juga tau, tapi untungnya mereka bukan temen yang ember. Selamet deh lo. Cuma gue nggak tau ya, kalau yang lain.” Wajah April semakin pucat pasi. Asli kenapa dia baru tau sekarang kalau Jun bisa banget meninggalkan jejak di kulitnya?!  Dia harus pikir - pikir lagi kalau Jun minta dikasih jatah pagi - pagi mulai dari sekarang! *** Dia pulang sendirian hari ini. Jun ada tugas di luar kantor. Sendirian. Untungnya, jadi pikirannya bisa tenang dan nggak overthinking, karena Bu Sabrina tetap ada di kantor. Akhir - akhir ini, menurut April, Bu Sabrina semakin agresif saja pada Jun. Selain April nggak suka melihatnya, dia juga risih karena perempuan itu sama sekali nggak malu - malu untuk mengekspresikannya di depan orang lain. Bisa April lihat, sih, kalau Jun juga jadi agak terganggu dengan itu.  Jun pernah bilang sama dia kalau senakal - nakalnya Jun, dia nggak akan pernah mau main - main sama teman kantornya. Dia masih punya kewajiban buat jaga wibawa kalau di kantor. Jadi dia nggak mau sembarangan. Dan saat itulah April protes; Flashback “Terus maksud lo gue apaan?! Nggak mau sama temen kantor tapi nggak papa sama sekretaris lo?” Seperti biasa mereka lagi di mobil. April nggak pernah mau main dan masuk ke kamar Jun sejak mereka beranjak dewasa. Dan akan aneh kalau tiba - tiba dia melakukannya sekarang. Dia paham betul kalau dia masuk ke sana, Jun yang bakalan pesta sendirian. April yang rugi. Dan April, menuruti teladan Mei untuk nggak berbuat nakal, apapun itu, di rumah untuk menjaga perasaan Mama dan Papa. Jadi tempat mereka satu - satunya ya… mobil Jun. Posisi mereka agak kurang menyenangkan ya untuk dilihat tanpa berpikir macam - macam. Dengan April yang lagi - lagi duduk di pangkuan Jun. April sudah lebih terbiasa dengan ini sekarang. Walaupun rasanya masih terasa aneh di bawahnya sana, tapi entah ini cuma April aja, atau memang begini seharusnya rasanya? Rasanya nagih. Tapi Jun nggak bisa lagi main sampai kebablasan. April sudah lebih pintar sekarang. Dia pakai tanktop dan juga pakai safe pants ketat di balik bajunya. Jadi sementara dia akan aman dari terkaman Jun yang nggak dia ijinkan. Mendengar penuturan Jun, april jadi cemberut.  Moodnya langsung anjlok ke level minus. Jun, sebaliknya, terlihat tenang dan kalem. Masih sok sibuk mengelus tulang selangka April yang menonjol. Jun pernah bilang bagian bahu April itu cantik. April menerimanya, walaupun tahu itu hanya gombalan.  “Lo kan beda. Lo bukan sekretaris biasa. Lo tau b***t - bejatnya gue dari jaman gue masih bocah.” “Ck! Jadi nyesel gue. Apa bedanya gue sekarang sama cewek - cewek simpenan lo coba. Lo ke gue karena lagi nggak punya pilihan aja, kan. Udah, abis ini jangan minta jatah lagi ke gue.” “An*ir! Nggak gitu juga kali, Pril! Lo sensitif amat. Mo dapet ya, lo.” April mengernyit heran saat Jun malah terlihat bersemangat tahu kalau tamu bulanannya sudah dekat. Jun nggak punya kelainan, kan? Biasanya cowok - cowok bukannya jadi sedih kalau ceweknya ada tamu? Jadi nggak bisa leluasa? Itu yang April baca dari artikel - artikel sih. Tapi ini kok, Jun malah kaya gini? “Kok lo seneng kalau gue mau dapet?” Jun tetap cengengesan sendiri. “You’ll see April. You’ll see.” End of flashback Dan April jadi tahu beberapa saat setelahnya kenapa Jun seneng banget pas April mau datang bulan. April saja malu banget mengingatnya. Dia jadi luar biasa clingy dan needy sama Jun. Bukan Jun yang minta jatah, tapi malah April yang nyosor duluan. Astaga, lupakan, jangan diingat - ingat. April selesai mengecek ruangannya, mematikan lampu dan kemudian mengunci ruangan kantornya sebelum pulang. Dia mampir dulu ke toilet karena mendadak kebelet.  Saat dia keluar dari salah satu bilik toilet setelah urusannya selesai, dia kaget menemukan Bu Sabrina sudah bersandar di samping pintu bilik yang ditempatinya. Untungnya April bukan orang yang latah, yang suka teriak kalau kaget. “Kak Sabrina. Mau pakai toilet, ya. Silakan.” Katanya ramah.  Tapi bukannya masuk ke bilik yang baru saja ditinggalkan April, dia malah memojokkan April di sudut tembok. “K-kak?” “Saya tau kamu sekretaris mas Juned. Professionally, saya nggak ada masalah dengan itu. Tapi apa sekretaris juga mengurusi kebutuhan yang lain, sampai harus pangku - pangkuan di dalam mobil?” Deg! PS:  Update ku udah panjang - panjang loh, yang suka nyider, tap love nya jangan lupa dong, biar aku tambah semangat update nya Makasih... mwah mwah Enjoy~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD