TUJUH PULUH DUA: JANGAN DILAWAN

1097 Words
Ini adalah ciuman keduanya bersama Jun. April kira, bibir dan tubuhnya masih mengingat semuanya dengan jelas. Sensasinya, ledakannya, rasanya, emosinya. Tapi ini apa?! Rasanya jauh - jauh lebih kuat dan intens dari yang April ingat. Dan kali ini seperti sudah menunggu lama, bibirnya langsung terbuka, menyambut bibir Jun, membuat Jun seketika leluasa mengeksplor dan berpesta pora di bagian dalam mulut April. Menyapa lidahnya dengan belitan lembut, menyapu langit - langit bagian atas mulutnya yang membuat April mendesah geli tanpa sadar, serta mengabsen gigi geligi April. Jun menopang badannya dengan salah satu tangannya yang bersandar di sandaran kepala kursi April, sementara tangan lainnya masih menahan tangan April di jendela mobil. Posisinya berdiri membungkuk dengan kaki kirinya menekuk di atas kursi kemudi membuat dia bisa leluasa menggapai April. Perlahan tangan yang menahan tangqn April itu turun dan hinggap dengan mantap di bawah rahang April. Ibu jarinya bergerak pelan mengusap lehernya, membuat April merasakan gelenyar kuat yang asing, yang membuatnya ingin menggeliat liar. Tangan April yang kini bebas mengepal kuat masing - masing di pangkuannya. Saat sensasi yang diberikan Jun terasa tqk tertahankan lagi, salah satu tangannya terangkat mencengkeram peegelangan tangan Jun yabg ada di lehernya. Suara kecipak basah dan lenguhan malu - malu memenuhi mobil, membuat kaca mobil kini mulai berembun. Saat pasokan udara di paru - paru mereka menipis, Jun akhirnya berhenti menggempur bibir April. Bibirnya terasa tebal, kebas, dan jadi terbuka setengah karena bernafas dengan hidung saja rasanya tak cukup. Dia ingin menghirup udara dengan rakus. Sementara itu, Jun menurunkan bibirnya ke leher April, mengecupi sepanjang garis lehernya. Tangannya dengan nakal berhasil membuka dua kancing teratas blouse April sehingga bibirnya dengan lancar dapat berlabuh di tulang selangkanya. Tubuhnya panas lemas, tapi bersemangat sekaligus. April belum pernah merasakan sensasi yang seperti ini. Dia merasa penasaran dan juga ragu - ragu. Erangan parau keluar dari tenggorokannya saat Jun menggigit tulang selangkanya kemudian mengecupnya lembut, membuat bekas merah keunguan di sana. Brak! Suara pintu mobil yang dibanting tak jauh dari mobil Jun menyentakkan mereka berdua. Menarik dengan paksa kedua insan tersebut agar kembali ke realita dan menghapus kabut gairah di antara mereka. Membuat mereka saling menjauhkan diri sejauh tujuh senti. Dadanya naik turun dengan cepat, seiring dengan nafasnya yang menderu. Butiran keringat menghiasi pelipisnya. Pupilnya membesar dengan raut wajah terpana. Semua yang April rasakan, dapat dia lihat dengan jelas dari wajah Jun. “Gimana gue bisa nggak kenapa - kenapa kalau ada lo nari - nari telanjang di depan gue, Pril?” Sungguh. Di situasi dan suasana seperti ini, bolehkah dia menoyor Jun? Apa Jun benar - benar nggak punya hal lain yang bisa dia katakan pada April saat ini selain itu?! *** Oke, mungkin pembukaan Jun memang nggak banget. Tapi dia serius. Dia nggak pernah lebih serius dari saat ini saat membicarakan perasaannya pada April. “Harus banget lo ngomong itu, sekarang?” Entah kenapa, dia tersenyum senang mendengar suara April yang tersengal dan serak saat menjawabnya. Dia cowok dengan harga diri yang tinggi. Tentu saja dia senang kalau dia berhasil membuat partnernya tak berdaya. Kali ini, April. “Gue cuma jujur. Coba aja kalau lo nggak percaya.” April nggak telanjang aja, Jun punya banyak hal untuk dilakukan pada gadis itu di dalam kepalanya, Apalagi lihat April telanjang, Entah April dapat teori itu dari mana. "Sekarang lo tau juga perasaan gue." Ucap Jun serak. Salah satu Ibu jarinya naik untuk mengusap bibir bawah April yang lembut dan kenyal. Jun hendak maju lagi untuk mencoba keberuntungannya saat April memalingkan wajahnya, membuat bibir Jun mendarat dengan mulus di sisi lehernya. Well, nggak dapat bibir, leher pun nggak papa. Dia masih bisa bersenang - senang di permukaan jenjang April itu. Jun berpesta pora sejenak di satu sisinya, menghidu wangi April dan mencecap sedikit rasanya yang membuatnya ketagihan sebelum dia menjauh sambil mengaduh kesakitan. "Koo dicubit, sih?!" "Biar nggak lupa diri." Jawaban April membuat Jun menyeringai senang. "Siapa? Lo? Tenang aja, i'll you gentle. Eh, kok dorong lagi!" Jun berseru saat dia didorong kuat hingga terduduk di kursinya oleh April. "Ngarep lo ketinggian. Kaya gue mau aja samapa lo!" Balasnya sengit yang dibalas dengan tatapan penuh luka oleh Jun. Alah, drama queen! "Jangan deket - deket! Nyalain mesinnya buruan! Kita pulang!" Jun merotasikan matanya bete. Tapi dia menurut. Akhirnya dia tau rasanya benar - benar mencumbu April. Hari ini mereka selamat karena April Nggak pakai parfum la*natnya itu. Jun berani Jamin. Keadaannya nggak akan ke kalem ini kalau seandainya April pake setetes saja, Jun nggak biza menjamin mereka bisa ngobrol sesantai ini. Dan mungkin headline berita besok akan begini; 'Ditemukan mobil Goyang di halaman parkir sebuah restoran dengan plat nomor loka.' Beberapa saat kemudian, mobil sudah melaju, berkumpul bersama deretan besi beroda memadati jalanan. Kecanggungan di antara mereka sudah menghilang. Tapi kesunyian masih meliputi, mereka tak ada yang berniat membuka percakapan lebih dulu. Untuk April sendiri, dia sedang fokus menyetabilkan kembali nafas dan degup jantungnya yang rasanya sudah seperti sampai di tenggorokannya dan seakan - akan mengancam untuk keluar dari mulut Tubuh April masih terasa panas. Tapi bukan di kepala layaknya orang yang sedang demam. Panas yang April rasakan berpusat di… antara kedua kakinya. Dia juga merasakan kelembaban yabg tak wajar di sana. Normal kah reaksi yang seperti ini?! *** "Apa?" April duduk lagi di kursi penumpang mobil Jun saat cowok itu menarik pergelangan tangannya. Membuat pintu mobil yang sempat dia bika menutup kembali. "Masa mai masuk gitu aja?" April mengangkat alisnya tinggi - tingo hinggal lengkungan cantik do atas matanya itu menghilang di balik poninya. "Kita udah sampe Juni, di rumah. Ya kali nggak turun." "Nah! Maka dari lo mau turun itu juga…." "Juni yang jelas ih! Mau ngapain, buruan!" Dan Jun pun melakukannya tanpa ragu - ragu. Mencondongkan tubuhnya ke sebelah kiri dan dengan cepat mencuri ciuman dari bibir April. "Udah, udah boleh turun." Katanya santai, mengembalikan posisinya di belakang kemudi seperti tak oernah terjadi apapun. April melotot kaget. Nggak percaya kalau Jun bisa senekad itu. "Lo gila, ya!!!" April memekik sambil memegangi bibirnya dengan sebeh tangan. "Ini di depan rumah, Juni!" Semoga nggak ada yang memperhatikan!! Doanya dalam hati setengah memaksa. Kaca mobil Jun untungnya gelap, karena di film. Jadi bagian samping dan belakang, aman. Tapi bagian depannya kan nggak segelap itu! Bagaimana kalau Ayah atau Bunda lihat?! "Ya terus kenapa emangnya?" Pemberitahuan bagi semua umat manusia. Sedang dicari, otak dan kewarasan Jun. Bagi yang menemukan, harap mengontak April secepatnya. PS: Aku nanti update lagi, tp cuma promosi cerita ya gaisss yg mau baca silakan, yang g mau bisa di skip, aku update aprilnya besok lagi.. anaknya masih shock ini disosor mulu sama si Jun enjoy~~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD