Aku menuruni anak tangga sambil melihat-lihat menu di salah satu restoran antar 24jam. Namjoon berteriak saat melihatku turun, “Kim, ayo cepat. Donkatsu sudah datang.”
Aku menengadah melihat para anggota BTS sedang mengerumuni meja makan dan mengambil jatah makanan mereka. Kecuali jungkook, aku tidak melihat ia disana. “Aku tidak memesan donkatsu.” Jawabku pada Namjoon. Dia terlihat bingung, “Ini masih tersisa satu, bukan punyamu?”
Aku menggeleng. Lalu seseorang datang dari belakangku, dan berlari turun menyalipku yang masih berdiri di ujung tangga. “Itu punyaku!” teriak Bora. Dia salah satu tim kreatif agensi kami.
“Kau makan apa?” Tanya Namjoon yang masih bingung ketika Bora mengambil potongan besar terakhir dari meja ke atas piring.
Aku melambaikan tanganku yang masih memegang ponsel. “Aku akan memesan sesuatu dari restoran ayam di seberang.” Ujarku sambil berjalan menghampiri meja dan melihat kegaduhan yang mereka ciptakan saat berebut acar dan kimchi. Baru saja aku akan bertanya di mana Jungkook berada, ia datang dari arah dapur memegang sebuah mangkuk.
“Ayo makan!” Ia berseru padaku dan menyuruhku duduk. Alisku naik karena aku yakin jungkook tahu kalau aku tidak makan babi. Ia meletakkan mangkuk itu di depanku dan menarikku duduk di kursi sebelahnya. “Aku memesankan bibimbab sapi untukmu, sudah aku hangatkan.”
Semua orang menoleh padanya. “Dia tidak makan babi.” Jungkook meringis menjelaskan pada semua orang mewakili aku.
“Yaa, Jungkook. Kau sudah besar ya, bisa memperlakukan pacarmu semanis itu.” Hoseok mengacak-acak rambutnya dengan gemas. Aku tertawa melihat Jungkook kesal karena diperlakukan seperti anak kecil.
Tanganku mengambil sendok dan mulai mengaduk bibimbap yang di beli Jungkook lalu memakannya dengan lahap. Memperhatikan mereka berinteraksi membuatku terhibur, aku suka menonton kegiatan mereka saat sedang tidak bermain di atas panggung. Mereka berubah menjadi seorang pria remaja dan kekanakan.
Aku menjadi orang terakhir yang menghabiskan makananku, semua orang sudah tergeletak di sofa dan lantai karena kekenyangan. Sedangkan aku baru beranjak dari meja menuju dapur untuk membereskan semua kekacauan yang mereka perbuat setelah makan.
Aku tidak mencuci piring, ada seseorang yang ditugaskan untuk itu. Namun, aku hanya mengumpulkan piring-piring bekas ke tempat nya dan memasukkan sisa soda yang tidak habis ke dalam kulkas.
Saat aku melakukannya seseorang datang mengendap-endap di belakangku. Aku kaget saat Taehyung berada di sana dengan beberapa gelas di tangannya. “Kau mengagetkanku!”
“Maaf.” Dia menyimpan gelas-gelas itu ke atas tempat cucian piring. Aku masih sibuk berkutat dengan isi lemari es yang sudah terlalu penuh dengan beberapa botol minuman lain dan buah-buahan segar. Kukira Taehyung sudah pergi tetapi saat aku hendak menutup pintu kulkas aku masih melihatnya berdiri bersandar di sana.
Aku menutup kulkas dan berdiri lantas bertanya padanya. “Ada apa?”
“Kau serius dengannya, ya?” Dia bertanya tanpa basa-basi.
Sejak kejadian dua bulan yang lalu aku memang agak menjaga jarak dengannya. Namun masih berpura-pura semua baik-baik saja di depan semua orang. Begitupun dengan dia.
Aku mengangkat bahu tidak tahu harus menjawab apa.
Selama kurang lebih lima menit kami berdua terdiam di sana saling bertatapan. Tidak ada yang membuka suara hingga aku memutuskan aku harus pergi dari sana. Sudah terlalu lama menghilang di dapur dan khawatir Jungkook atau temannya memergoki kami berdua di sini.
Aku melangkah berbalik meninggalkan Taehyung. Namun, pergelangan tanganku ditarik. Dia memelukku dari belakang dan menahanku untuk tetap berada di sana.
“Hentikan, Tae.” Bisikku panik. Semua orang bisa saja melihat kami dan salah paham.
Aku berontak memintanya melepaskanku namun pelukannya di perutku sangat erat. “Please.” Aku memohon dengan lirih.
“Kau tidak bisa melakukan ini padaku.” Bisiknya parau di telingaku. “Kau tidak bisa berpura-pura tidak ada yang terjadi di antara kita.”
“Memang tidak ada yang terjadi. Kau yang bereaksi berlebihan.” Ucapku dengan ketus. Aku tahu itu terdengar kejam. Namun, aku harus mengakhiri ini semua sebelum ada seseorang yang melihat kita dan menjadi salah paham terhadap ini.
Aku mengentakan tangannya dan pergi menjauh darinya, secepat mungkin keluar dari dapur dan berlari ke atas.
Sesampainya di ruangan kerjaku, aku tidak dapat menahan kecemasan atas apa yang baru saja terjadi. Aku takut seseorang melihat kami berdua di dapur. Tubuhku hilir-mudik di tengah ruangan itu, aku menyerah dan merebahkan badanku di sofa agar dapat memejamkan mata untuk sejenak.
=
Mataku terbuka saat seseorang mengusap rambutku dengan lembut.
“Hei, sudah hampir malam.” Jungkook berkata dengan tangannya yang masih memainkan rambut di keningku.
Aku menoleh ke jam dinding yang berada di samping kananku. Sudah pukul 8 malam, ternyata aku ketiduran selama 3 jam. Aku berguling untuk bangun dan meraskan badanku kesakitan karena posisi tidurku yang tidak nyaman barusan.
“Antar aku pulang.” Pintaku dengan manja.
Jungkook tersenyum lebar lalu bangkit berdiri dari sofa. “Ayo! Aku ambil kunci mobil dulu.”tangannya terulur menarikku turun menuruni tangga dan menghampiri tempat penyimpanan kunci di tengah ruang TV. Yang kusuka dari tempat BG adalah, selain kantor untuk bekerja, ruangan untuk berlatih dance dan ruangan untuk merekam suara, disini juga ada ruang tv untuk melepas penat setelah mereka berlatih dengan keras sepanjang hari.
Jimin sedang memakan sebuah es loli dari kursi sambil menonton, di sampingnya Jin menjulurkan kakinya ke atas meja dengan malas. Hoseok dan Namjoon tertidur di sofa yang lain. Tae duduk di ujung sofa sambil melihat kami berdua berpegangan tangan, seketikan aku merasa ingin menenggelamkan diri. Aku pura-pura tidak melihatnya dan memergoki Yoongi yang duduk di seberang Tae sedang memperhatikan kami berdua. Bukan aku dan Jungkook. Matanya melihat bergantian ke arah aku dan Taehyung.
Aku mengeratkan tanganku padaku Jungkook setelah dia berpamitan pada mereka. Aku bernapas lega setelah keluar dari bangunan itu, seolah sebuah batu besar telah diangkat dari atas d**a ku.
Jungkook membukakan pintu dan membiarkanku masuk terlebih dahulu.
Sebuah pesan masuk membuat ponselku bergetar halus, tanganku membuka kunci layar dengan malas-malasan.
‘Kita belum selesai.’
Taehyung baru saja mengirimiku pesan singkat begitu mobil kami beranjak meninggalkan halaman bangunan ini.
Di sisi lain aku lega meninggalkan bangunan itu yang berisi Taehyung di dalamnya, di sisi lain aku juga semakin cemas dengan apa yang akan terjadi selanjutnya setelah membaca pesan itu.
Aku menoleh pada lelaki di sampingku. Wajahnya tenang saat memperhatikan jalan. Ia tidak tahu apa-apa. Aku yang bersalah padanya, semakin aku melihat wajahnya semakin aku merasa aku mengkhianatinya.
Jungkook menoleh padaku, “Ada apa?”
Aku tersenyum lalu mencium pipinya secepat kilat. “Aku ingin menghabiskan waktu denganmu malam ini.”
Dia tersenyum lebar mendengar keinginanku.