Bab 1. Dinodai Presiden Direktur
Bab 1.
“Ayo, puaskan aku! Kau tidak perlu pura-pura malu!” Seorang presiden direktur bernama Kendra tampak sedang menggagahi seorang wanita yang baru saja datang ke apartemennya.
“Lepaskan saya, Tuan! Saya bukan wanita panggilan!” Alea Mayrena–seorang sekretaris di perusahaan MarginFood terus berontak dengan sekuat tenaga. Namun, usahanya percuma karena Kendra sama sekali tak menghiraukannya. Pria itu malah menilai bahwa wanita yang sedang disetubuhinya itu sedang memainkan peran seolah-olah diperkosa dengan paksa olehnya.
“Malam ini kau adalah milikku. Nikmatilah dan berikan aku surga semalammu!”
Setelah sekuat tenaga berontak. Akhirnya, Alea hanya bisa pasrah. Menangis begitu terisak karena tak kuasa mempertahankan keperawanan yang selama ini dijaganya.
***
Beberapa jam sebelumnya, Alea yang sedang sibuk dengan pekerjaannya langsung menolah saat Farhan–atasannya mendekat dengan map di tangan.
"Alea, tolong antarkan berkas ini ke apartemennya Pak Kendra, ya! Soalnya, saya ada janji makan malam sama istri, nggak bisa ditunda."
Alea mengangkat alisnya sedikit bingung. "Kenapa nggak ke kantor aja, Pak? Kenapa harus ke apartemen?"
Pak Farhan tersenyum lebar. "Alea, please, cuma kamu yang bisa saya percaya untuk sekarang. Nanti saya beliin kopi favorit kamu deh. Abis ditandatangani, langsung bawa ini balik, ya. Besok mau dipakai buat ketemu sama vendor."
Alea mendesah, tapi akhirnya mengangguk, "Oke deh, Pak. Tapi beneran loh ya, jangan lupa kopinya."
Pak Farhan tertawa, "Deal. Thank you, Alea. Kamu memang bisa diandalkan."
Alea mengangguk sambil mengacungkan jempol ke arah Farhan yang tertawa sambil berjalan memasuki lift.
***
Alea kemudian mengendarai mobilnya menuju alamat apartemen dari Presdir Kendra, sesuai dengan apa yang telah diberitahukan oleh Pak Farhan.
Sesampainya di apartemen yang dimaksud, Alea bergegas menaiki lift menuju unit apartemen Pak Kendra. Hingga tiba di depan pintu, dia menekan bel beberapa kali, tapi tidak ada sahutan.
Alea terus melakukannya berulang hingga merasa kesal sendiri. "Ke mana Presdir Kendra? Harusnya dia stand by di apartemen," gerutunya sambil terus menekan bel.
Akhirnya, pintu terbuka dan seorang laki-laki dengan hanya mengenakan handuk mandi muncul di hadapannya.
Alea menelan ludah dengan kasar melihat wajah tampan bak dewa Yunani itu muncul. Pria itu tersenyum seringai. "Wah, sepertinya asistenku punya selera baru," katanya.
Alea mengerutkan kening, tidak mengerti apa yang dikatakan lelaki itu. "Um, apa Anda Tuan Kendra? Ini saya disuruh antar berkas," jawab Alea.
"Ya, benar. Masuklah!" Kendra meminta Alea untuk masuk, dan Alea dengan polos melakukannya.
Alea berkata, "Saya datang mengantarkan ini. Katanya harus segera ditandatangani."
Akan tetapi, Kendra sibuk menatap Alea dari ujung rambut ke ujung kaki, seolah tak fokus mendengarkan ucapan gadis itu. "Kamu cantik, menarik, dan terlihat mahal padahal murah," katanya dengan nada sinis.
Alea mengernyitkan keningnya, kemudian menyerahkan map pada Kendra, "Saya tidak mengerti maksud Anda, tapi ini harus segera ditandatangani."
"Apa judul permainanmu, Sayang?" tanya Kendra sembari mengulurkan tangan, mengusap pipi Alea yang langsung mundur ke belakang dengan tatapan risih.
Alea berdiri dengan was-was, sambil memperkenalkan diri. "Saya sekre–" Namun, kata-katanya dipotong oleh Kendra yang berucap, "Aku suka aktingmu main sekretaris-sekretarisan begini."
Tiba-tiba, Kendra melemparkan map itu hingga isinya terhambur dan mencium bibir Alea dengan paksa. Alea memberontak, tapi tidak dilepaskan.
"Apa yang Anda lakukan!?” teriak Alea marah sambil mendorong Kendra.
"Apa!? Bukankah ini tujuanmu datang?" kekeh Kendra. "Ayo, puaskan aku!"
Alea menutup dadanya dengan tangan, menyadari situasi yang terjadi. "Anda jangan macam-macam, Tuan!"
Kendra tertawa. "Aktingmu bagus sekali. Siapa namamu?"
Alea menjawab dengan tegas, "Alea Mayrena. Saya datang untuk mengantarkan berkas, bukan untuk dilecehkan seperti ini." Wajahnya merah padam, menandakan ia benar-benar marah.
Namun, Kendra justru merasa tersanjung dan berkata, "Oh, jadi namamu Alea. Kamu membuat gairah dalam diriku semakin membumbung."
Alea mulai merasa tidak nyaman dengan perkataan Kendra. Ada sesuatu yang aneh dari situasi itu.
"Tuan Kendra, tolong berhenti!" pinta Alea saat Kendra berjalan mendekatinya dengan mata yang menajam. Namun, Kendra tak mendengarkan. Ia justru melepas jubah mandinya, menampilkan dirinya yang polos tanpa sehelai benangpun.
"Ayo, kita mulai!" kekeh Kendra yang menarik Alea ke dalam pelukannya.
Alea ketakutan dan memberontak. "Tuan Kendra, tolong, berhenti! Apa yang Anda lakukan!"
"Teruslah seperti itu, hm?" kata Kendra yang langsung mendorong Alea ke sofa dan menindihnya.
"Tuan, saya—" Alea tidak jadi meneruskan kata-katanya ketika ciuman Kendra membungkam mulut. Ciuman panas dengan aroma alkohol yang menguar.
Kendra menarik kemeja yang dikenakan oleh Alea sehingga kancingnya jatuh berhamburan. Bulatan menawan terlihat di depan mata, membuat Kendra benar-benar tidak tahan untuk memulai aktifitas menyenangkan itu.
Lalu, hari itu Alea kehilangan hal paling berharga dalam dirinya. Kehilangan kesucian yang selama ini selalu ia jaga di tangan seorang Casanova seperti Kendra.
***
Alea terbangun di tengah malam dengan rasa sakit yang menjalar di seluruh tubuhnya. Ketika melihat sekeliling, Alea menyadari bahwa ia berada di sebuah ruangan yang asing.
Rasa takut dan marah sekaligus pedih pun menyelimutinya. Lalu, air matanya mulai keluar tanpa henti. Hatinya terasa sangat hancur saat mengingat kejadian sebelumnya.
"Apa yang sudah aku lakukan?" bisiknya kepada dirinya sendiri, suaranya penuh dengan penyesalan. "Aku seharusnya tidak datang ke tempat ini dan menghancurkan hidupku sendiri!"
Alea mengepalkan tangannya dengan marah, rasa dendam yang membara di dalam dadanya. "Aku tidak akan pernah memaafkanmu, Tuan Kendra," sumpahnya dengan tekad yang kuat.
Pandangan Alea tertuju pada sebuah memo yang tergeletak di atas meja. Dengan tangan gemetar, ia mengambil kertas itu dan membacanya. Isi memo yang langsung membuat darahnya mendidih:
Terima kasih untuk keperawananmu. Servis yang sangat memuaskan meskipun kaku. Cek satu miliar ini kurasa sangat pantas kau terima karena sudah memberikanku pengalaman luar biasa. Aku akan menghubungimu lain kali dan tinggalkan apartemen itu setelah kau merasa lebih baik.
Alea meremas kertas tersebut dengan penuh amarah dan melemparkannya ke sembarang arah. Tubuhnya bergetar hebat, dan air mata kemarahan bercampur dengan rasa sakit mengalir deras di wajahnya.
"Kendra laki-laki biadab!" teriaknya dengan penuh emosi. "Dia telah merenggut kesucianku dan menghancurkan masa depanku. Lalu, sekarang dia berpikir aku w************n yang jual diri demi uang?"
Alea mulai mengamuk, melampiaskan rasa sakit dan kemarahannya dengan merusak seluruh kamar. Ia menendang kursi, menjatuhkan lampu, dan memecahkan segala sesuatu yang ada di dekatnya. "Hidupku hancur! Semua ini karenamu, Kendra!" teriaknya dengan suara serak.
Dengan penuh amarah, Alea melemparkan botol vodka ke arah meja rias. Botol itu menghantam cermin dan membuatnya pecah berhamburan. Pecahan kaca terjatuh ke lantai, berserakan di sekitar Alea.
"Aku tidak pantas diperlakukan seperti ini!" isaknya, tubuhnya bergetar karena intensitas emosinya. "Bagaimana dia bisa melakukan ini padaku?"
Alea jatuh terduduk di lantai, di antara pecahan kaca, dengan air mata yang terus mengalir. Pikirannya berputar-putar, berusaha mencari cara untuk menghadapi kenyataan yang baru saja terjadi padanya. Rasa sakit di tubuhnya seakan menjadi bukti dari peristiwa mengerikan itu.
"Bagaimana aku bisa melanjutkan hidup setelah ini?" tanyanya pada dirinya sendiri, suaranya hampir tidak terdengar. "Apa yang harus aku lakukan sekarang?"
Bayangan wajah Kendra yang penuh seringai menghantuinya, membuatnya semakin merasa muak. Ia merasa dikhianati dan dipermalukan, seolah seluruh dunianya telah runtuh dalam semalam.
Alea berdiri perlahan, meskipun tubuhnya masih terasa sakit. Ia mengumpulkan pakaian yang berserakan dan berusaha merapikan dirinya. Rasa dendam yang membara di dadanya memberinya kekuatan untuk melangkah keluar dari ruangan itu, meninggalkan semua kepedihan di belakang.
"Ini belum berakhir, Kendra," bisiknya pelan. "Aku akan pastikan kau membayar untuk semua ini."