“Karena tidak semua hal yang kita harapkan itu akan berjalan mulus seperti apa yang kita mau. Harus ikhlas dengan apapun yang terjadi.”
***
Beberapa hari ini Amara dilanda kebimbangan. Antara mau merahasiakan kehamilan yang sudah dipastikan dengan beberapa kali menguji pada alat testpack yang menujukkan dua garis merah atau tidak. Sudah semingguan berlalu sejak ia mengalami mual-mual dan muntah-muntah, ia pun memberanikan diri untuk periksa ke dokter kandungan secara diam-diam.
Karena masih dilanda rasa khawatir dan takut ketahuan jika diam-diam beranjak ke dokter kandungan, ia pun mengajak Rika untuk menemaninya periksa. Sahabatnya tersebut yang yakin Amara 99% hamil, terus-menerus memaki Bara Gandawasa yang telah membuat wanita baik seperti Amara sampai mengandung anak di luar nikah.
“Bener-bener sialan itu pria busuk. Gara-gara dia kamu sampai hamil begini Ara. Aku nggak terima. Benar-benar nggak terima! Berengsek banget sih itu laki!!!” umpat Rika yang setelah mendengar cerita menyedihkan dan mengenaskan dari Amara akibat perbuatan Bara.
Jika memang dokter kandungan nanti mengatakan bahwa Amara memang tengah hamil, apakah wanita itu sanggup hamil sendirian tanpa ada pertanggungjawaban dari Bara Gandawasa. Apalagi Amara beberapa kali mendengar sendiri jika pria itu tak ingin menikahinya.
Amara mendesah lirih. “Mau bagaimana lagi, Rika. Jika aku memang ditakdirkan seperti ini, aku harus pasrah. Nggak boleh mengeluh dengan titipan yang telah diberikan Tuhan pada umatnya.”
“Sebentar Ra, aku tanya ya, jika kamu benar-benar hamil, langkah selanjutnya apa yang akan kamu ambil???” tanya Rika penasaran akan nasib Amara berikutnya dalam kondisi mengandung anak Bara di kandungan wanita itu.
Amara terdiam sejenak lalu angkat bicara.
“Aku nggak tahu Rika. Nggak bisa mikir. Aku takkan menggugurkan anak sendiri karena dosanya terlampau besar. Titipan dari Yang Maha Kuasa harus dijaga dan dibesarkan meski ada atau tidak ada orang tua yang lengkap dalam kehidupannya kelak,” jawab Amara pasrah dengan apapun yang terjadi nanti.
Rika mendengkus sebal. “Ya sudah, kita berangkat sekarang ya, Ara. Aku saja yang menyetir ya, biar kau nggak deg-degan dan bisa lebih tenang,” ujar Rika yang langsung diangguki Amara dan memberinya kontak mobil.
Mereka berdua pun bergegas beranjak dari rumah Rika yang ada di Pejaten Residence. Hendak menuju praktek dokter kandungan yang ada di sekitar Pejaten. Sengaja memilih periksa di daerah sana agar tak diketahui oleh keluarga Respati.
Sepuluh menit kemudian, Amara dan Rika pun sampai di sebuah praktek dokter kandungan di daerah Pejaten Barat. Sekarang ini jam sudah menunjukkan pukul 19.00 WIB. Amara memang berniat periksa kandungan setelah pulang kerja dari ERA TV pukul 17.30 WIB.
“Ka, aku nervous banget. Bayangkan ini pertama kalinya aku berangkat ke dokter kandungan. Apalagi aku belum menikah. Ya ampun,” celetuk Amarah mulai panik.
Rika yang tahu sahabatnya tengah panik, berusaha menenangkan Amara.
“Kamu tenang saja, Ra. Kalau nanti ditanya dokter tentang suami, bilang saja suamimu sedang dinas luar kota jadi nggak bisa nemenin kamu,” saran Rika.
Amara mendesah pelan. “Iya, aku akan coba mengatasi rasa gugup ini.”
Kedua wanita muda itu pun menunggu di kursi ruang tunggu pasien setelah melakukan daftar pemeriksaan kandungan. Karena prakter kandungan yang bernama dr. Agung Wibisono, Sp.OG itu cukup ramai, Amara menunggu waktu sejam untuk bisa masuk ke ruang periksa dokter.
Saat Amara dan Rika masuk ke ruangan dokter kandungan, beberapa detik kemudian datanglah seorang wanita ramping, tinggi semampai, dan berambut panjang yang jika dilihat oleh Amara maupun Rika pasti mereka tahu siapa wanita itu. Ia tengah duduk sendiri di kursi ruang tunggu dan atri untuk periksa dokter.
Sementara itu, Amara dan Rika telah berada di ruangan dokter kandungan. Wanita yang tengah hamil tersebut tampak gelisah dan jantung berdebar-debar saat berhadapan dengan dokter kandungan.
“Malam Bu, ada yang bisa saya bantu?” tanya Dokter Agung ramah.
Amara menarik napas lalu menghembuskannya. Lantas menatap mata sang dokter dan mencoba untuk rileks.
“Begini Dokter, setelah melakukan beberapa kali tes uji kehamilan terdapat dua garis merah yang menandakan jika saya positif hamil. Ini Dokter,” celetuk Amara yang langsung mengeluarkan 5 buah alat tespack yang telah ia gunakan untuk tes dan hasilnya semuanya menunjukkan dua garis merah.
Dokter Agung mengambil semua alat tespack yang disodorkan oleh pasiennya dan memang benar jika dari alat-alat tersebut, menunjukkan jika Amara tengah berbadan dua alias hamil.
“Kalau begitu sekarang saya periksa dulu ya, Bu.” Dokter Agung berkata dan diangguki oleh Amara.
Amara pun berjalan mengikuti sang dokter untuk kemudian berbaring di ranjang khusus pasien. Wanita itu tidur terlentang dan mencoba untuk tetap tenang. Sang dokter kandungan lantas mulai melakukan USG eksternal dengan menggerakkan alat pemindai (probe) pada permukaan kulit pasien. Probe mulai bergerak-gerak di kulit perut Amara yang masih rata.
Dari layar monitor, Amara dan dokter kandungan sudah mulai menemukan sebuah kantung janin yang berukuran masih sangat kecil.
“Bu, dari sini terlihat ya, sudah ada kantung janin yang masih sangat kecil. Namun saya masih belum menemukan detak jantungnya. Saya coba cari lagi, mohon ditunggu,” ungkap Dokter Agung yang membuat Amara menitikkan air mata terharu karena di dalam perut wanita itu ada sebuah ‘kantung janin’ yang lama-lama akan berkembang menjadi seorang bayi.
“Sudah saya cari-cari, namun detak jantung janin masih belum ketemu, Bu. Kalau begitu saya ganti metode USG-nya. Dengan USG transvaginal yang mohon maaf, Bu, alatnya akan dimasukkan ke dalam v****a. Perawat saya nanti yang akan memasukkan ke dalam lubang alat kelamin wanita,” ucap Dokter Agung yang kemudian menyuruh sang perawat untuk mempersiapkan diri.
USG internal pun dilakukan. Amara sedikit meringis akibat menahan agak sakit yang terasa ketika alat USG masuk ke dalam tubuhnya melalui alat vital. Hingga jawaban atas keraguan wanita itu pun muncul.
“Alhamdulillah … akhirnya ketemu detak jantungnya. Detak jantungnya janin normal ya, Bu. Dari sini terlihat jika janin menginjak usia enam minggu dengan ukuran sebesar lima milimeter atau sebesar kacang. Selamat ya, Bu atas kehamilannya. Untuk kehamilan pertama atau bukan?” tanya dokter kandungan.
Rika yang langsung menjawab, “Jelas yang pertama, Dokter. Amara ini masih muda dan …”
Sahabat Amara tersebut seketika terdiam karena takut keceplosan bilang ‘dan belum menikah’. Ia pun memilih untuk diam dan membiarkan Amara sendiri yang berbincang dengan Dokter. Sedangkan Amara tampak syok dengan ucapan dokter yang memastikan jika dirinya benar-benar mengandung sekarang. Mengandung anak Bara Gandawasa yang bukan siapa-siapanya. Hingga wanita itu meneteskan air mata kembali lalu segera mengusapnya. Tak ingin sang dokter menyadari jika ia hamil di luar nikah.
“Karena usia janin masih dini, nanti kontrol kemari lagi setiap dua minggu sekali ya, Bu. Sekarang saya resepkan vitamin dan obat penguat kandungan,” tutur Dokter Agung seraya menggoreskan pena di atas resep obat yang harus ditebus Amara.
Selang semenit kemudian, pemeriksaan dokter kandungan pun berakhir. Amara dan Rika harus keluar ruangan dengan pasrah akan takdir yang menentukan bahwa Amara mau tak mau harus mengandung anak Bara Gandawasa. Ia pun hanya bisa mendesah pasrah dengan kenyataan hidup tersebut. Mau tak mau harus bersyukur karena telah diberikan sebuah anugerah yakni mengandung anak seorang pria meski anak itu hadir karena sebuah kesalahan.
Ketika Amara hendak berjalan keluar dari ruangan dokter, sepasang netra cokelat miliknya tak sengaja menangkap sosok wanita yang tengah duduk menunggu antri dokter kandungan di ruang tunggu. Wanita itu adalah Nadia Shafira yang jelas diketahui Amara maupun Rika. Mereka berdua sama-sama terbelalak. Karena ekspresi kaget mereka berdua tak ingin dipergoki oleh Nadia, keduanya bergegas menyingkir dari sana. Mereka berdua bertanya-tanya untuk apa kekasih Bara Gandawasa datang ke dokter kandungan juga?! Terutama Amara yang membatin dalam hati.
Ya Tuhan, apa artinya ini? Apakah Nadia juga hamil sepertiku? Astaga … Bara Gandawasa, apakah kau menghamili kami berdua??? Apakah kami harus mengandung anakmu secara bersamaan???
Amara tampak lemas jika harus memikirkan hal itu. Seketika wanita itu ambruk saat ia dan Rika di parkiran mobil. Kali ini Amara yang bertambah syok selain gara-gara ia memang benar hamil dan juga Nadia juga periksa kandungan di sana. Wanita yang tengah hamil itu pun pingsan di depan mobil.
“Ra … Amara … Amara, bangun!” sahut Rika histeris lantas ia meminta tolong orang-orang yang berada di sana untuk membantu menyelamatkan Amara yang mendadak jatuh pingsan. Kira-kira untuk apa Nadia kesana? Apakah ia juga hamil anak Bara Gandawasa atau tidak?