OMSD-6 √

2065 Words
*** Jika seseorang bertanya seperti apa sosok Arkana Agdijaya yang sebenarnya, maka Tisha akan senang hati memberikan penilaian terbaik versi dirinya sendiri. Tak ingin Tisha membuat nama Arka buruk di mata orang lain karena menurutnya Arka adalah lelaki terbaik yang pernah dirinya kenal. Meski mungkin yang Arka lakukan selama ini hanya lah menyakitinya. Namun, Audi Natisha tak pernah menyimpan perilaku jahat itu ke dalam hatinya. Tisha selalu menilai Arka dengan cara yang berbeda. Baginya, ada sesuatu di dalam diri Arka yang sengaja lelaki itu sembunyikan dengan cara menyakitinya. Dan, kini keyakinan itu benar adanya. Tidha tak menyangka keputusannya untuk mendatangi rumah bosnya dan memohon untuk tidak dipecat akan berakhir seperti ini. Topi selamat ulang tahun beserta lagu yang sering dinyanyikan ketika ada yang sedang berulang tahun itu mengiringi tepuk tangan Tisha di rumah mewar bos galaknya. Demi apa, sekarang Natisha sedang menjadi salah satu orang yang sedang mengisi acara ulang tahun tersebut. Tidak tahannya adalah ia dianggap sebagai kado spesial yang Arka berikan oleh bocah cantik bernama Nakira. Tisha menelan ludahnya dengan susah payah secara berkali-kali saat mengingat lagi bagaimana ia bisa terjebak di antara orang-orang ini. Tisha ceritakan sekali lagi detailnya. Setelah Tania pulang, Natisha termenung sendirian di kantor. Perempuan itu pun bosan karena terlalu lama menunggu Arka. Alhasil, ia nekat mencari alamat rumah Arka. Dan, ketika menemukannya, ia tidak bisa menahan diri untuk segera menemui lelaki itu. Barangkali, Arka masih ada di rumah. Begitu pikiran Tisha saat pertama kali ia menekan pedal gasnya dan melajukan mobil mewahnya menuju alamat Arka. Entah sial atau keberuntungan, tetapi ketika pertama kali sampai di rumah ini, bocah kecil bernama Nakira itu cepat berlari ke arahnya dan memanggilnya Mama. Bayangkan betapa terkejut Tisha, tetapi tak urung ia tersenyum kaku sembari merentangkan tangannya untuk menyambut pelukan Nakira. Bisa dibayangkan bagaimana kelanjutannya? Nakira tak segan mencium pipi kanan dan kirinya. Lalu mengatakan sesuatu yang tidak Tisha mengerti. Semacam benarkan apa yang Nakira pikirkan! Papa pasti kasih Nakira hadiah yang spesial. Demi apa Tisha tidak mengerti. Kepalanya hanya terangguk tak kalah kaku dari senyumnya. Tisha mulai berpikir bahwa ia telah salah memasuki rumah. Namun, ketika matanya akhirnya bersitatap dengan lelaki yang tersimpan rapi dalam hatinya itu, yang baru saja turun dari lantai atas rumah itu, Tisha pun sadar ia tidak salah alamat. Benar ini rumah bos galaknya. Lalu terdengar lah pertanyaan serat akan ketidaksukaan dari Arka mengenai kenapa ia bisa berada di sini dan sembarangan menggendong Nakira? Pertanyaan pertama Tisha jawab dengan terbata hingga ia tak memiliki kesempatan untuk menjawab pertanyaan Arka yang kedua. Lagi pula Nakira sudah mengambil alih suasana. Gadis kecil itu membuat Tisha terkejut tak terkira karena memanggil Arka sebagai papanya. Tisha menatap Nakira dengan tatapan tak percaya. Lalu beralih kepada Arka. Tak sempat tanyanya terucap sebab Nakira lagi-lagi menyabutnya sebagai hadiah spesial yang diberikan Arka, yang sejak tadi Nakira panggil Papa. “Mama ikut rayain ulang tahun Nakira ya? Makasih ya Mama sudah datang,” Begitu yang Nakira ucapkan kepada Tisha hingga Tisha terpaksa berakhir mengenakan topi kerucut selamat ulang tahun ini. Kira-kira seperti itu lah kisah yang Tisha alami beberapa menit sejak sampai di rumah ini. Benaknya masih memiliki banyak tanya, tetapi ia tahu yang seharusnya dirinya lakukan saat ini hanya diam dan mengikuti arahan. Tisha tentu tidak ingin membuat Arka lebih marah lagi kepadanya. Pesta perayaan ulang tahun untuk gadis kecil yang bernama Nakira itu terus berlanjut. Kini tiup lilin menjadi acara berikutnya. Nakira yang sejak tadi menjadi objek pandangan mata Tisha itu pun meminta Tisha untuk mendekat padanya. Tisha tidak berani asal bertindak. Ia selalu melirik Arka untuk meminta persetujuan. Ketika Arka menganggukkan kepalanya, maka saat itu juga Tisha mendekati Nakira. “Mama sebelah kanan Nakira, Papa sebelah kiri ya,” pintak Nakira. Posisi itu akhirnya seolah membentuk mereka seperti sebuah keluarga. Nakira memang sudah sejak lama menginginkan hal ini. “Bantu aku tiup lilin, Mama!” Dengan kaku Tisha menganggukkan kepala. Lalu menunduk untuk membantu Nakira meniup lilin selamat ulang tahunnya. Namun, lagi-lagi Tisha tersentak. Ia baru saja membaca nama di atas kue ulang tahun tersebut. Nakira Agdijaya. Tisha merasa ia benar-benar kesulitan bernapas sekarang. Tanyanya masih memenuhi benak sebab saat ini pikirannya bercabang-cabang. Tisha melirik Arka, meminta penjelasan atas apa yang terjadi sekarang. Namun, Arka memberikan delikan tajam terhadapnya. Tisha kenal delikan itu. Arka memerintahnya untuk menuruti keinginan Nakira. Arka tak suka melihat Nakira menunggunya terlalu lama. Masih dengan pikiran yang bercabang, Tisha pun kembali mengalihkan tatapannya pada kue uang tahun yang bertuliskan nama Nakira Agdijaya itu. Lalu ia membantu Nakira meniup lilinnya. “Mama mau tahu apa yang jadi doa Nakira sebelum tiup lilin?” tanya gadis kecil itu dengan bahasa balitanya kepada Tisha yang masih terbengong heran. Tisha terkejut, lau kembali mengangguk kaku. “Semoga Mama secepatnya tinggal di rumah ini bersama Nakira dan Papa,” ucap Nakira sembari membagi senyumnya dengan Tisha. Astaga! Sekarang Tisha sadar bahwa garis wajah Nakira memiliki kesemaan dengan Arkana Agdijaya, bos galaknya. Apakah itu berarti Nakira adalah anak Arka? Tisha benar-benar tak bisa menelan salivanya dengan suka-suka. “Nakira, potong kuenya sekarang juga!” Arka yang sejak tadi hanya diam pun kini ikut bersuara. Ia mengalihkan perhatian Nakira dari Tisha. Nakira pun dengan cepat menganggukkan kepalanya. Potongan pertama tanpa siapapun duga Nakira berikan untuk Tisha. Lalu potongan kedua kepada Arka. Hal itu jelas membuat Arka murka, tetapi ia menutupinya. Tak ingin Nakira menjadi sedih karena sikap pemarahnya kepada Tisha. “Papa terima kasih ya kadonya. Nakira suka deh. Mama cantik dan sepertinya baik,” ucap Nakira kepada Arka. Arka melirik Tisha. Ia tak bisa menghilangan lirikan tajamnya kepada sekretarisnya itu. Arka masih tak habis pikir kenapa Tisha mendadak ada di rumah ini dan menjadi bagian dari pesta ulang tahun Nakira? Apa yang perempuan itu pikirkan hingga berani datang ke sini? Padahal selama ini Arka sudah memperingatinya untuk tidak sekalipun berpikir mencarinya ke rumah. “Papa?” panggil Nakira karena Arka tak juga menyahutinya. Buru-buru Arka mengalihkan perhatiannya kepada Nakira. “Nakira sayang, kamu main dulu sama Bibi dan suster ya. Papa mau bicara sama Natisha,” ucapnya sembari membujuk Nakira. Pupil mata Nakira membesar begitu mendengar nama Tisha disebut. “Oh, nama Mama adalah Natisha. Mirip sekali dengan namaku, Pa, Nakira,” ucapnya sembari mengeja namanya dan nama Tisha. Dalam diam, Tisha membenarkan. Namanya dan Nakira berawalan yang sama. Sungguh kebetulan yang mencurigakan. Sementara itu, Arka geram karena Nakira menyamakan namanya dengan Natisha meskipun hati kecilnya ikut membenarkan itu. “Kamu main sama suster dulu, Sayang!” ujarnya tanpa meninggikan suara. Nakira tersenyum ceria. “Siap, Papa! Mama Nakira main sama suster dulu ya. Nanti jangan pulang ya, Ma, bobo bareng Nakira aja,” pintanya diakhir kalimatnya kepada Natisha. Tentu Natisha tidak bisa mengiayakan itu dengan mudah. Lagi pula terlalu banyak kebingungan yang menyiksanya saat ini. Tak masalah baginya Nakira mendadak memanggilnya sebagai Mama, tetapi Natisha perlu penjelasan lebih tentang siapa Nakira sebenarnya. “Ikut aku!” ujar Arka sembari menarik paksa tangan Tisha ketika Nakira sudah menghilang bersama suster dan asisten rumah tangga di tempat ini. Tisha meringis kesakitan karena Arka terlalu kasar menarik tangannya. Namun, Arka tidak peduli pada ringisan itu. Ia memiliki alasan yang cukup besar kenapa bisa memperlakukan Tisha seperti itu. Arka menghempaskan tangan Tisha hingga bahu Tisha terasa sakit karenanya. Mata tajam lelaki itu membuat Tisha bergidik ngeri. Ia mengalihkan tatapannya ke arah yang berbeda demi menghindari tatapan tajam Arka. Hatinya mengatakan bahwa sekarang ia telah menambah masalah baru tanpa sengaja. “Audi Natisha!” ujar Arka hingga Tisha kembali mengalihkan tatapan kepadanya. Sebelum Arka meminta penjelasan, Tisha pun memilih untuk membuka suaranya lebih dulu. Ia sudah pasrah bila memang harus dipecat sekarang juga. “Maafkan saya, Pak. Saya lancang datang ke sini, tapi semua itu karena saya nggak mau dipecat, Pak,” ucapnya. “Saya gagal meyakinkan klien kita.” Natisha pikir hal itu cukup untuk menjawab pertanyaan Arka kenapa ia bisa berada di tempat ini tanpa diundang. Arka memejamkan matanya. Ia membukanya lagi lalu menatap Tisha semakin tajam. “Kamu dipecat!” ujarnya. Kini giliran Tisha yang memejamkan matanya. Lalu membukanya lagi. Kepalanya mengangguk singkat. Bukan berarti menerima semua begitu saja, tetapi Tisha tidak tahu apa yang harus dirinya lakukan lagi. “Baiklah Pak, tapi saya punya pertanyaan. Apakah Bapak seorang duda beranak satu?” Tidak tahu kenapa hanya itu yang memenuhi benak Natisha sekarang. Jujur saja, ia bisa mendapatkan pekerjaan sebagai sekretarisnya Arka lagi jika dirinya mau. Fokusnya sekarang hanya pada Nakira. “Apakah Nakira putri kandung, Pak Arka?” Natisha bertanya lebih spesifik. Arka mengeraskan rahangnya. Ia merasa itu bukan urusan Natisha. Tak perlu dirinya jawab karena memang ia tak memiliki kewajiban melakukan itu. “Berani-beraninya kamu bertanya! Itu bukan urusanmu!” ujarnya. Tisha tidak bisa menerima jawaban itu. Ia sudah terlanjur kehilangan pekerjaan. Sekarang dirinya harus tahu siapa Arka sebenarnya, dan kenapa Nakira memanggilnya papa. “Jadi, benar? Nakira anak kandung Bapak? Wah, jujur aku terkejut. Lalu siapa Andini? Istri Bapak? Di mana dia sekarang berada? Kenapa Nakira panggil saya Mama?” Rupanya, Tisha tak mengenal yang namanya batas lagi. Ia tidak peduli pada peringatan yang Arka berikan. Demi apa, berita ini sungguh mengejutkan. Selama bersama Arka, Tisha tak pernah berpikir bahwa Arka seorang duda. Lelaki layaknya seorang bujangan sukses yang penuh pesona. Tisha menggelengkan kepalanya berkali-kali. Ia menolak mempercayai ini, tetapi akal sehatnya meminta Arka menjawab semua pertanyaanya. “Jawab, Pak Arka!” ujar Tisha yang kini sudah benar-benar kehilangan etika sebagai seorang sekretaris di mata Arka. “Iya! Nakira putri saya. Puas kamu? Kenapa memangnya huh? Kamu nyesal tebar pesona sama saya selama ini?” bentak Arka. Sudahlah, ia juga tampak meluapkan kekesalannya. Tisha menatap Arka dengan tatapan tidak percayanya. Jadi, selama ini Arka sadar ia mengejarnya? Namun, Arka sengaja menyakitinya dengan berbagai cara. Tck! Semua itu karena Arka sudah memiliki sebuah keluarga. “Pak Arka keterlaluan! Kenapa nggak pernah bilang apapun kalau Pak Arka sebenarnya sudah nikah? Aku … ” Tisha tidak tahu kenapa dirinya berani melawan Arka sekarang. Namun, Tisha tahu kekecewaan yang saat ini dirinya rasakan karena dia sadar akan kehilangan Arka untuk selamanya. “Lalu, di mana istri Pak Arka? Andini? Kenapa dia nggak ada di sini?” Tisha ingat ia memiliki pertanyaan yang belum Arka jawab tentang keberadaan Andini. Siapa tahu Arka sudah bercerai, maka dengan begitu ia masih memiliki kesempatan meskipun dirinya saat ini kecewa sebab merasa dibohongi oleh Arka. Tck! Arka merasa kebenciannya terhadap Tisha semakin dalam saja. Arka membawa jari telunjuknya tepat ke depan wajah Tisha. Baru saja ia ingin bicara, tetapi suara lain mendahuluinya. “Mama Tisha, Mama Andini sudah nggak ada. Mama Tisha dan Papa jangan berantem ya,” Baik Tisha dan Arka sama-sama menolehkan kepala ke arah sumber suara. Arka terdiam saat melihat buah hatinya itu mendekat dengan wajah yang murung. Di belakangnya ada suster dan asisten rumah tangganya yang ketakutan. Arka menatap mereka dengan tajam karena membiarkan Nakira melihat kemarahannya kepada Tisha. Sementara itu, Tisha masih terdiam kaku. Andini sudah tidak ada? Apakah sama artinya dengan Andini sudah meninggal dunia? “Kata Papa, mamaku sudah lama di syurga. Mama sudah bahagia di sana,” ucap Nakira kepada Natisha yang masih terdiam di tempatnya. Suara gadis kecil itu terdengar sangat lirih. Membuat Tisha terbangun dari lamunannya. Ia menoleh pada Nakira, lalu berjongkok agar sejajar dengannya. “Maafin tante ya, Nakira. Tante nggak tahu kalau Mama kamu sudah nggak ada,” ucapnya menyesal. Penyesalan itu juga Tisha harap bisa sampai kepada Arka. Ia benar-benar tidak tahu kalau Andini sudah tidak ada lagi di dunia ini sehingga dirinya asal dalam bicara. “Kok tante? Sekarang kan Mama Tisha sudah jadi mamaku juga!” protes Nakira. “Aku sedih kalau Mama Tisha juga ikutan pergi kayak mamaku. Jadi, Mama Tisha jangan marah lagi ya sama Papa, dan Papa!” ujarnya merujuk pada Arka. “Jangan marah ke Mama Tisha! Jangan pecat dia juga,” ucapnya. Sekarang Arka tahu sejak kapan Nakira mendengar percakapannya dengan Tisha. Lelaki itu memejamkan matanya dengan erat. Sungguh tidak menyangka ada kejadian ini di pesta ulang tahun Nakira. Padahal, kado spesial yang Arka maksud bukan Natisha, tetapi sebuah surat dari Andini untuk Nakira. Surat itu harus ia berikan saat Nakira berumur Lima tahun. Arka pikir malam ini akan menjadi malam penuh haru di mana ia dan Nakira sama-sama membacakan surat dari Andini. Namun, semuanya gagal dan menjadi berantakan akibat kehadiran Tisha yang datang secara tiba-tiba. Sungguh, Arka menganggap bahwa Tisha adalah pengacau hidupnya. Sudah sangat benar keputusannya untuk memecat Tisha agar tak lagi mengusik hari-harinya. . . To be continued. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD