Keinginan sederhana

1846 Words
“Karena kami ingin kamu menikah sama dia,” jawab Arya. “APA?” "Semua demi kebaikan kamu. Papah tau Al, sebenarnya kamu sangat ingin memiliki anak tapi kamu gak tega sama Lisa. Kini kamu punya kesempatan, kamu nikahi Manda dan Papah yakin dia bisa memberikan apa yang kamu inginkan. Papah sangat berharap kamu menikahi Manda,” jelas Arya. "Maksud Papah apa?" “Gak usah bertanya lagi. Papah yakin kamu tidak bodoh.” “Keinginan kalian gak masuk akal!” "Papah sudah bosan menunggu Lisa. Sudah 4 tahun kalian menikah dia belum juga hamil. Papah dan mamah rasa wanita itu bermasalah dan seumur hidupnya tidak akan memberikan keturunan. Jadi untuk apa kamu memiliki dia jika tidak berguna. Papah ingin kamu mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dari wanita itu," ucap Arya ketus. "Kalian ingin aku mencampakkan Lisa? Itu yang kalian mau, hah!? Aku mencintai Lisa! Dan aku gak akan ninggalin dia! Apapun yang terjadi sama dia! Aku akan selalu berdiri di samping dia! Mau kalian suka atau gak aku gak peduli!" tegas pria berbadan tinggi 185 cm dan bertubuh tegap itu. Arya mendengus. "Kamu itu sudah dibutakan sama dia, dia itu tidak berpengaruh dalam hidup kamu. Untuk apa kamu pertahankan! Kamu jangan jadi orang bodoh! Dia tidak memberikan kamu apa-apa!" "Dia memberikan aku cinta! Lisa itu kebahagian aku! Papah emang gak pernah ngerti dengan perasaan aku! Lisa itu udah bagian dari hidup aku dan aku gak akan pernah ninggalin dia!" "Oke, jika kamu tetap milih wanita yang tidak ada gunanya itu, kamu angkat kaki dari rumah ini! Dan kamu bukan bagian dari keluarga ini lagi!" Al terdiam. “Kamu lebih memilih wanita itu kan, daripada kami?” tanya Arya. “Tapi kamu harus ingat ya, ketika kamu tidak memihak kami maka kamu tidak berhak atas apapun lagi yang telah kami berikan pada kamu sebelumnya!” tekan Arya. “Kamu akan kehilangan segalanya,” tambah pria itu. "Papah keterlaluan banget sih, Pah! Aku ini anak Papah satu-satunya. Papah gak kasihan apa sama aku? Lagian istri aku itu gak bermasalah. Dia sehat kok. Tapi Tuhan aja yang belum mengkaruniai kami anak. Papah jangan gak sabaran gini dong! Beri aku dan Lisa waktu! Kami akan segera memberikan apa yang kalian mau!" "Gak sabaran kamu bilang? 4 tahun Al, Papah dan Mamah kamu menunggu hasil pernikahan kamu dengan wanita itu. Tapi mana hasilnya, sampai detik ini juga pernikahan kalian gak memberikan hasil apapun!" "Apa kamu masih yakin jika istri kamu itu gak mandul?" tanya Arya. Al kembali terdiam. "Kurang sabar apalagi kami," timbal Resi. "Mungkin Lisa memang gak bisa ngasih kamu keturunan. Jadi buat apa kamu menunggu dia hamil, kamu hanya buang-buang waktu." "Papah gak mau menunggu lagi. Pokoknya kamu harus segera memberikan kami cucu! Papah malu Al, semua teman-teman Papah sudah memiliki cucu. Sedangkan Papah belum." Arya kehabisan kesabaran karena merasa malu pada teman-temanya. Karena setiap kali ada pertemuan teman-temannya itu selalu membicarakan tentang cucu mereka sedangkan Arya tidak bisa memamerkan apapun pada teman-temannya itu. Dia jadi diremehkan karena persoalan itu. "Dengar ya Al, dulu waktu kamu ingin menikahi Lisa, Papah mengalah dan menerima perempuan itu. Papah restui hubungan kalian walaupun sebenarnya papah tidak ingin memiliki menantu seperti dia. Kini giliran kamu yang mengalah dan melakukan apa yang papah inginkan,” lanjut Arya. Al cuma bisa diam. “Papah mohon sama kamu kali ini, wujudkan keinginan papah. Papah hanya ingin segera memiliki seorang cucu, bukankah itu keinginan yang sederhana,” tambah pria itu. “Benar Al, itu keinginan sederhana kami. Jadi kali ini kami meminta tolong sama kamu. Tolong wujudkan keinginan sedehana kami itu. Dulu pun waktu kamu meminta untuk menikahi Lisa kami berat menyetujuinya. Sekarang giliran kamu membalas kebaikan kami waktu itu. Kami rela menghilangkan ego kami. Sekarang waktunya kamu yang mengalah pada kami,” pinta Resi. Al mengepal tangannya. "Tapi aku gak mau jika harus meninggalkan Lisa," ujarnya. Arya berpikir sejenak setelah mendengar ucapan putranya itu. "Baik," balas Arya. "Gapapa kalau kamu ingin mempertahankan pernikahan kamu. Tapi kamu harus ingat, kamu juga harus memperlakukan Manda seperti kamu memperlakukan Lisa." Al tak memberikan ekspresi apapun. Karena pilihan yang dia buat bukanlah hal yang bagus. Sebab pilihannya itu akan melukai istrinya. "Papah ingin besok, kamu bilang sama Lisa jika kamu ingin menikah lagi," pinta Arya. "Apa Papah sudah gila? Lisa akan sakit hati jika aku berkata seperti itu Pah." "Papah gak peduli. Pokoknya kamu harus katakan secepat mungkin agar kamu dan Manda cepat menikah." Al mengepal jemarinya seraya menatap tajam sang Papah yang keterlaluan itu. Ia tidak berkata apa-apa lagi. Dia langsung pergi dengan rasa kesal yang sangat besar. Al tiba di kamar. Pria gagah dan tampan itu naik ke atas ranjang. Ia memeluk istrinya. "Sayang, maaf..." bisiknya pelan. Ia membelai rambut wanita itu. "Jangan benci aku ya, aku gak bermaksud melukai kamu. Maaf aku egois, aku harap kamu gak kecewa sama aku. Aku benar-benar minta maaf..." Al mencium puncak kepala istrinya. Ia memeluk wanita itu. "Aku sangat mencintai kamu dan gak mau kehilangan kamu..." *** Pagi harinya Lisa terbangun dari tidur panjangnya. Saat ia mau turun dari ranjang ketika itu juga tangannya dicekal. Ia menoleh dan mendapati suaminya yang melempar senyuman padanya. "I love you," ucap hangat seorang Aldevaro yang baru bangun tidur. Lisa tersenyum. "I love you too, Mas." Al menarik Lisa dan membuat wanita itu jatuh di atas tubuhnya. "Mas, kamu apaan sih." Al tersenyum menggoda. Ia memeluk istrinya itu. "Aku kangen kamu..." ucapnya genit. "Mas, ayo bangun. Ini udah pagi loh." Lisa berusaha melepaskan diri dari suaminya yang manja itu namun pria itu malah semakin erat memeluk dirinya. "Gimana kalau kita buat dedek bayi," bisik Al dengan menggoda. "Mas, sadar. Kamu nanti telat loh berangkat kerjanya." Al menggeleng. "Aku mau main dulu sama kamu. Mau ya..." Saat pelukan Al merenggang, Lisa melepaskan diri dari pria itu. "Ayo mandi, kamu harus berangkat kerja." Giliran ia yang menarik suami manjanya itu. Al mengalah. Ia bangun dan kembali memeluk Lisa. "Buatkan aku coklat hangat ya," pintanya sembari memeluk erat tubuh mungil istrinya. Lisa mengangguk. Suaminya itu memang suka sekali dengan coklat hangat. "Mau tambahan roti selai kacang?" Al mengangguk mau. Ia melepaskan pelukannya dan mencubit gemas kedua belah pipi sang istri. "Kamu makin cantik aja, Sayang." "Mas, aku harus cuci muka dulu." "Ya udah sana. Aku tunggu di sini." "Oke. Tunggu yang sabar ya." Al mengangguk lagi lalu mendudukkan diri di pinggir tempat tidur. Lisa beranjak ke kamar mandi. Saat sudah bersih-bersih ia keluar dan mendapati suaminya sedang memainkan ponsel. Ia tak hiraukan dan langsung pergi ke dapur. Lisa dengan senang hati membuatkan sarapan untuk suaminya. Ia juga membuat bekalan untuk suaminya makan nanti siang di kantor. Selesai membuat sarapan ia segera menyiapkannya di meja makan. Tak beberapa menit kemudian Al pun datang dengan pakaian yang sudah siap berangkat ke kantor. "Morning Sayang," sapa pria itu lalu mencium pipi istrinya sebelum ia mendudukan diri di kursi meja makan. Al memulai memakan sarapannya. Seperti biasa setiap pagi memang mereka saja yang berada di meja makan ini. Karena papah dan mamah Al tak pernah ikut bergabung kecuali makan malam. "Sayang, tadi malam aku mimpi buruk," curhat Lisa. "Kamu pasti lupa baca doa tidur." "Udah kok." "Berarti kamu lagi banyak pikiran." "Iya sih, tapi gak biasanya aku mimpi buruk kaya gitu, Mas.” "Emangnya mimpinya kaya apa?" tanya Al di sela makannya. "Aku mimpi kamu menikah lagi." "Uhuk." Al langsung keselek setelah mendengar ucapan istrinya itu. "Mas, kamu gapapa?" Lisa panik dan segera memberi minuman pada suaminya. Al segera minum dan ia merasa lega kembali. "Kamu baik-baik aja kan, Mas?" "Aku gapapa." Al melanjutkan kembali memakan rotinya. "Mas..." "Iya." "Kamu gak bakal ninggalin aku, kan Mas?" Lisa menatap sang suami. Al melarikan pandangannya. Ia tidak mau Lisa menangkap sesuatu dari matanya. "Aku gak akan ninggalin kamu kok. Kamu gak usah kepikiran, itu cuma mimpi." Lisa meraih tangan Al. "Mas, maaf kalau aku belum juga bisa memberikan kamu keturunan." Al menggenggam tangan istrinya itu. "Gak apa-apa." Al tersenyum, senyumnya itu supaya istrinya tidak memikirkan hal yang selama ini sebenarnya sangat ingin ia dapatkan tapi ia tak berani katakan karena tidak mau melukai perasaan istrinya itu. Lisa ikut tersenyum. Ia lega setelah mendengar perkataan suaminya. Al kembali makan dan Lisa sibuk memerhatikan pria itu. Selesai sarapan Al menatap istrinya dan menggenggam tangan wanita itu. Ia ingin mengatakan sesuatu pada wanita itu tapi sangat berat rasanya untuk ia katakan. "Sayang." "Iya." "A-a-aku..." "Kamu mau ngomong apa?" "Maafin aku ya." "Loh, kok minta maaf. Memangnya kamu melakukan kesalahan apa?" Al menarik napas panjangnya. Ia menggapai wajah sang istri dan mengelusnya lembut. Ia tak tega untuk bicara sekarang. "Mas, kok kamu nangis?" tanya Lisa yang keheranan karena suaminya itu meneteskan air mata. "Kamu gak lagi ada masalah, kan?" Al menggeleng. Ia segera menghapus air matanya. "Aku gapapa kok. Mata aku kelilipan aja." "Beneran gapapa?" "Iya, gapapa." Al berdiri. Ia mengusap-usap kepala sang istri. "Aku udah mau berangkat nih," katanya ingin segera pamit untuk berangkat kerja. "Ya udah." Lisa mengantar suaminya sampai ke depan rumah. Tak lupa Lisa memberikan kotak bekal makanan yang sudah ia siapkan untuk suaminya itu. "Dihabisin ya," pinta wanita itu sambil tersenyum manis. "Pasti dong." Sopir Al membukakan pintu mobil. Sebelum pergi Al memeluk istrinya dan memberikan kiss di bibir. "Aku jalan dulu," pamitnya. "Hati-hati." Al mengangguk lalu masuk ke dalam mobil. Ia beri lambaian baru setelah itu menutup pintu mobil. "Jalan Pak," ucap Al pada sang sopir. "Baik Pak," sahut Pak Rudi. Mobil Al beranjak dari kediaman rumah megahnya. Lisa kembali masuk ke dalam rumah. Saat ia ingin masuk ke dalam kamar ia dihadang oleh mertuanya yang berdiri di depan pintu kamarnya. "Mau tiduran kamu?" tanya Resi dengan ketus. Lisa menggeleng. "Lisa cuma ingin mandi Mah." Resi memangku tangannya. "Saya kasih peringatan ya buat kamu. Mulai hari ini, kamu jangan seenaknya di rumah ini. Udah gak bisa kasih anak saya keturunan, kerjaannya cuma tiduran aja dan kamu itu parasit di kehidupan anak saya! Jadi, kamu jangan bertingkah seenaknya." "Maaf Mah..." Sebenarnya Lisa tidak pernah bersikap seenaknya di rumah ini. Kata maafnya yang ia ucapkan hanya karena tidak ingin memperpanjang masalah dengan mertuanya. "Satu hal yang saya mau dari kamu. Apapun nanti yang dikatakan Al ke kamu, kamu harus nurut keinginan dia. Paham?" Ragu-ragu Lisa mengangguk paham. "Ya udah, sana mandi. Setelah itu pijitin saya." Resi melenggang pergi dan Lisa pun segera masuk ke dalam kamarnya. Di kamar Lisa langsung meneteskan air matanya. Ia lelah dilukai. Ia lelah di posisi ini. Ternyata, menikah dengan pria yang mencintainya tak menjamin sebuah kebahagian. Mereka memang saling cinta. Tapi rupanya menikah dengan seseorang yang tak sederajat itu menyakitkan. *** Al selesai meeting, ia kembali ke ruangannya. Di sana ia duduk termenung memikirkan keinginan orang tuanya. Ponselnya seketika berdering dan lamunannya pun buyar. Ia mengecek ponselnya dan ia menerima pesan masuk. [ Jemput aku. Aku udah di Bandara. ] Manda. Al meletakkan kembali ponselnya. Ia merasa kesal setelah menerima pesan dari wanita masa lalunya itu. Ponsel Al kembali berdering. Ia mengeceknya kembali. [ Cepatlah. Jangan gak datang ya, atau aku laporkan ke Papah kamu. ] Manda. Al geram kesal. Kalau bukan karena orang tuanya ia tidak akan mau berhubungan dengan wanita itu lagi. Ia segera bergegas. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD