Dia

2336 Words
Al tiba di bandara. Baru saja ia keluar dari mobilnya, tiba-tiba seorang wanita datang dan langsung memeluknya. DEG! Jantungnya berdebar. Perasaan macam apa ini? Wanita itu mempererat lingkaran tangannya di tubuh pria yang cukup lama tidak ia jumpai. Ia menghela napas lega. “Akhirnya kita bisa bertemu lagi.” Ia menyandarkan kepalanya di d**a bidang pria itu. “Aku rindu sekali sama kamu, Al.” Al mendorong wanita itu. Wanita bernama Manda itu menatap pria yang baru saja mendorong tubuhnya. Mereka saling menatap beberapa detik sebelum Al memutuskan memalingkan wajahnya dari wanita yang sempat menjadi orang yang sangat ia cintai itu. “Maaf kalau aku lancang,” ucap Manda yang merasa bersalah karena telah memeluk Aldevaro. Al tidak merespon wanita itu. Ia sangat bersikap dingin pada wanita itu. “Apa kamu marah sama aku?” Lagi-lagi Al tidak merespon. “Maaf juga sudah mengancam kamu tadi, aku cuma bercanda. Aku yakin kalau aku tidak menulis pesan seperti itu pasti kamu tidak akan datang.” Al berkacak pinggang sambil menghela napas. “Kamu ngapain sih datang lagi di kehidupan aku?” Wanita itu tersenyum. "Aku ingin menebus kesalahan aku dan aku masih mencintai kamu." “Kamu dijanjikan apa sama papah dan mamah, sampai-sampai kamu rela kembali ke sini?” “Mereka bilang kamu akan menikahi aku.” “Dasar bodoh! Apa kamu gak tau kalau aku sudah menikah?!” “Aku tau. Terus kenapa?” Al menggelengkan kepalanya. “Kamu masih nanya kenapa?” “Aku mungkin bodoh di mata kamu karena aku dijanjikan akan dinikahi seorang pria yang sudah beristri. Tapi aku gak peduli. Aku hanya ingin menebus kesalahan aku dan aku masih mencintai kamu sampai detik ini.” Al tidak bicara lagi. Ia muak dengan wanita itu. Tidak ada lagi yang ia percaya dari wanita itu sejak wanita itu menghianatinya. Manda menghela napas panjang. “Ternyata kamu masih belum bisa ya, memaafkan aku, Al. Sangat terlihat di mata kamu, kamu membenci aku. Padahal aku udah meminta maaf berulang kali sama kamu. Pertengkaran kita juga sudah lama berlalu.” “Sampai kapan pun, aku gak akan pernah memaafkan kamu!” “Berarti kamu belum bisa sepenuhnya melupakan aku.” Manda menunjuk d**a lelaki itu. “Aku yakin di hati kamu masih ada aku. Iya, kan?” Al menepis tangan Manda. Wanita itu malah tersenyum. "Ayo kita pulang. Aku udah gak sabar ketemu mamah kamu." Wanita itu masuk kedalam mobil duluan meninggalkan pria yang sepertinya tidak mengharapkan kedatangnya itu. Namun tak apa, ia tidak begitu peduli. Terpenting baginya ia bisa melihat pria itu lagi. Al mengepal tangannya kesal. "Kenapa wanita jahat itu harus datang lagi dalam kehidupanku, menyebalkan sekali," umpatnya. Ia pun ikut masuk kedalam mobil. Manda melempar senyum pada Al dan pria langsung memalingkan wajahnya. Perlahan tangan Manda menggenggam tangan Al dan membuat lelaki itu menatapnya. “Aku janji akan membuat kamu bahagia. Hanya perlu waktu maka kita bisa seperti dulu lagi.” Manda tersenyum manis. Al menarik tangannya. “Dasar wanita tidak tau malu,” umpatnya. Manda melarikan pandangannya ke jendela kaca mobil. “Aku memang bodoh waktu itu. Harusnya aku tidak berselingkuh maka aku sudah jadi istri kamu sejak lama,” katanya. *** Aldevaro dan Manda tiba di rumah Arya. Arya dan istrinya pun menyambut kedatangan Manda dengan perasaan bahagia. Kedua orang itu memuji-muji wanita cantik dan berpendidikan itu. Manda yang terkenal wanita pintar dan dari keluarga kaya tentu saja membuat Resi dan Arya semakin senang, karena mereka pikir Manda adalah wanita yang cocok bersanding dengan anak mereka, bukan malah dengan wanita seperti Lisa. Lisa diam-diam di balik tembok memperhatikan mertua dan suaminya yang sedang bercengkrama dengan seorang tamu. Seorang wanita cantik yang jadi pusat perhatian kedua mertuanya. Di sana juga ada suaminya namun pria itu terlihat tidak begitu senang dengan wanita itu. “Dia siapa ya?” tanya Lisa penasaran. Tamu itu sangat asing. Ia tidak mengenalnya. Namun kenapa mertuanya dan sang suami terlihat dekat dengan wanita itu. Pirasat buruk pun mulai menghantuinya, namun ia cepat mengubris pikiran negatifnya itu. “Gak mungkin, Mas Al sangat mencintaiku, gak mungkin dia akan ninggalin aku dan bersama wanita itu,” ujarnya menyakinkan diri. Lisa beranjak pergi. Ia ke lantai atas, masuk kedalam kamarnya. Ia lebih baik menunggu suaminya dan bertanya langsung siapa wanita itu sebenarnya. Daripada ia harus menduga-duga yang sebetulnya yang ia pikirkan belum tentu kebenarannya. “Mah, Pah, aku pamit ke kamar. Aku capek butuh istirahat,” pamit Al ingin beranjak pergi karena malas dengan sikap Manda yang selalu cari perhatian di depan orang tuanya. “Tunggu dulu,” tahan Arya. “Ada apa lagi?” tanya Al malas. “Antarkan Manda ke kamarnya.” Pinta pria paruh baya itu. Al melarikan pandangannya pada Manda dan wanita itu tersenyum manis padanya. Senyum itu tidak akan membuatnya luluh. Percuma saja ia tetap membencinya. “Dia bisa pergi sendiri." Tentu ia menolak untuk mengantar wanita penghianat itu. Senyum Manda pudar mendengar perkataan mantan kekasihnya itu. “Al, Manda itu tamu kita. Jadi kamu harus memperlakukan ia dengan baik. Lagipula tidak lama lagi Manda akan jadi bagian dari kamu.” Arya berucap. Manda kembali tersenyum setelah mendengar omongan calon mertuanya yang membuat hatinya jadi tenang. “Iya Al, papah kamu benar. Kamu anterin Manda ya ke kamarnya,” timbal Resi. Al menatap Manda dengan sinis. Jujur, ia kesal melihat wanita itu dan ia juga kesal dengan sikap kedua orang tuanya yang memperlakukan Manda dengan manis, padahal wanita itu dulu jelas pernah menghianatinya. Namun kedua orang tuanya malah masih berpihak dengan wanita itu. “Manda, kamu sebaiknya istirahat. Kamu pasti capek, kan?” tanya Resi. “Iya, Tante,” jawab Manda dengan manis. “Al, cepat antar Manda," pinta Resi. Al menghela napas gusar. “Ayo,” ajak Al terpaksa. Manda berdiri untuk pamitan. “Om, Tante, Manda ke kamar dulu ya.” Resi dan Arya mengangguk. Al jalan duluan dan Manda segera menyusul pria itu. “Aku akan tidur di kamar mana?” tanya Manda ketika ia dan Al menaiki tangga, menuju ke lantai atas. Al diam saja, tidak menghiraukan wanita yang di belakangnya. Manda mempercepat langkahnya sehingga ia dapat melangkah sejajaran dengan Aldevaro. “Aku dengar, istri kamu belum bisa hamil makanya papah dan mamah kamu menyuruh aku menikah dengan kamu, agar aku bisa memberikan cucu untuk mereka. Aku turut prihatin karena kalian yang belum dikarunia anak. Maaf jika orang tua kamu malah cari jalan keluarnya dengan menyuruh kamu menikahi aku,” ucap Manda hati-hati karena takut membuat Al menjadi salah paham padanya. “Jangan mengkasihani aku apalagi istriku! Dia bisa hamil! Hanya saja Tuhan jahat pada kami sehingga istriku belum diberi kesempatan untuk mengandung! Jika memang kamu merasa bersalah kenapa kamu malah menerima keinginan papah dan mamah!?” Manda menunduk dan menghentikan langkahnya. “Karena aku masih mencintai kamu. Aku ingin menebus kesalahan aku karena itu aku gak mau kehilangan kesempatan untuk bisa jadi bagian dari kamu,” jelas Manda. Wanita itu meraih tangan Aldevaro. “Aku sudah berusaha melupakan kamu. Aku berusaha untuk menghilangkan perasaan aku ke kamu. Tapi bukannya rasa itu hilang melainkan semakin besar. Aku gak bisa melupakan kamu, Al.” Al menepis tangan wanita itu. “Dengan kamu menerima tawaran mamah dan papah aku malah semakin membenci kamu.” Ia melangkah meninggalkan wanita itu. Manda mengejar pria itu. Ia berhasil mengejarnya dan mencekal tangan pria itu. Tetapi Al kembali menepis tangannya. “Dengar ya Manda, aku sudah memiliki wanita yang aku cintai dan dia juga sangat mencintai aku. Gak seperti kamu yang b******n!” tegas Aldevaro. Di luar dugaan. Wanita itu malah tersenyum pada Aldevaro. “Mungkin dulu aku wanita b******n. Tapi sekarang aku wanita yang baik. Akan aku buktikan ke kamu dan akan aku buat kamu jatuh cinta lagi sama kamu.” “Itu tidak akan mungkin terjadi!” Al melanjutkan langkahnya. Manda mengekori pria itu dari belakang. Tiba di kamar tamu. Aldevaro membuka pintu kamar itu. “Ini kamar kamu,” ucapnya ketus. Manda memperhatikan isi kamar yang akan ditempatinya. “Bagus,” pujinya. Kamar yang akan ditempatinya cukup nyaman sehingga ia pasti akan betah untuk tinggal di rumah besar ini. Al melangkah pergi tapi Manda menarik tangannya. Sehingga membuat langkahnya terhenti. “Kamar kamu dimana?” tanya wanita itu. Lagi dan lagi Al menepis tangan halus wanita itu. “Gak perlu kamu tau," jawabnya dingin. “Gapapa sih kalau kamu gak mau kasih tau aku. Nanti juga aku bisa tau sendiri. Oh iya, sampaikan salam aku untuk istri kamu ya.” Al tidak mau menghiraukan wanita itu. Ia pun segera ingin pergi tapi lagi-lagi Manda menghentikannya dan kali ini wanita itu malah memeluknya dari belakang. “Kalau kamu rindu sama aku, kamu bisa ke sini sesuka kamu,” ujar Manda sambil memeluk Al dengan mesra. Ia menyandarkan kepalanya di punggung pria itu. “Kamu tau, aku sangat senang ketika orang tua kamu bilang kamu akan menikahi aku. Selama ini aku tersiksa tanpa kamu. Mungkin itu cara Tuhan menghukum aku karena aku pernah melukai kamu.” Al melepaskan pelukan wanita itu, ia berbalik menghadap Manda dan menujuk wajah wanita itu. “Aku gak akan mencintai kamu, jadi gak usah senang dengan perjodohan kita!” Manda tersenyum manis. Ia menurunkan telujuk Al yang menunjuknya dengan tidak sopan. Kemudian ia meraih dan mengelus wajah pria tampan yang di depannya. “Gapapa kamu gak mencintai aku sekarang. Aku datang memang bukan untuk berharap jika kamu masih mencintai aku. Aku datang untuk menebus kesalahan aku sama kamu di masa lalu. Entah kamu menghargainya atau tidak. Hanya aja aku ingin memperbaiki hubungan kita. Dan memberikan kamu sesuatu yang sampai saat ini belum bisa kamu miliki. Aku harap sesuatu itulah yang nanti bisa membuat kamu memafkan aku.” Al menepis tangan halus wanita itu. “Aku gak akan tergoda dengan rayuan kamu. Kamu jangan berani menyentuhku! Tubuhku ini sudah dimiliki seorang wanita yang baik, gak seperti kamu yang murahan!” Al melenggang pergi ke lantai 3 dimana kemarnya berada. Manda memandangi punggu pria yang semakin jauh itu. “Akan aku buktikan pada kamu Al, cinta aku benar-benar tulus dan aku pasti bisa membahagiakan kamu.” *** Al tiba di kamar. Ia mengetuk pintu lalu masuk ke dalam tempat ternyamannya itu. Dimana ada sang istri yang selalu jadi penyemangatnya dan tempatnya untuk bersandar. Lisa yang tengah berbaring langsung mendudukan dirinya ketika suaminya tiba di kamar mereka. Al melonggarkan dasinya dan membuka 2 kancing kemejanya. Ia kemudian duduk di pinggir ranjang. Lisa membantu suaminya itu melepaskan jas yang dipakai Aldevaro. Al memandangi istrinya itu. Mengingat ia akan menikahi Manda, ia jadi merasa sangat bersalah pada wanita yang dicintainya itu. Lisa melempar senyum. “Gimana pekerjaan hari ini di kantor, Mas? Pasti melelahkan, ya.” Lisa mengusap keringat yang menempel di wajah sang suami. “Kasihan suami aku.” “Aku gak capek kok,” balas Al sembari tersenyum. Lisa kembali tersenyum. “Mau aku siapkan air hangat?” Al menggeleng. “Mau aku ambilkan minuman dingin dan cemilan?” Al menggeleng lagi. “Tumben kamu gak mau apa-apa.” Al menggenggam tangan Lisa. “Sayang, aku minta maaf…” Ia memeluk Lisa. Lisa membalas pelukan sang suami. Tidak mengatakan apapun karena ia bingung dan tidak tahu apa-apa. “Kamu jangan marah ya sama aku,” ucap Al sembari melepaskan pelukannya. “Loh, memangnya kamu buat salah apa?” Al menunduk. Ia belum siap jika harus terus terang sekarang. Lisa mengangkat dagu suaminya. “Kamu buat kesalahan?” Al tidak bisa menjawabnya. Ia hanya diam dengan tatapan mata yang menggambarkan rasa bersalahnya pada wanita itu. Lisa tersenyum. Dia memeluk suaminya itu. “Aku gak akan marah sama kamu, Mas.” Ia mengusap lembut punggung suaminya. “Oh ya, wanita yang datang itu siapa, Mas?” tanya Lisa sambil melepaskan pelukannya. Al menunduk diam. “Apa dia keluarga kamu? Aku lihat papah dan mamah sangat akrab dengan wanita itu. Apa wanita itu keponakan papah dan mamah atau...?” “Apa yang harus aku katakan,” ucap Al dalam hati. “Aku gak tega jika bilang wanita itu calon istriku.” “Mas, kok diam sih? Aku lagi bicara loh sama kamu.” Al tersenyum untuk menutupi kebenaran. “Sayang, badan aku pegel-pegel nih. Pijitin dong.” "Beneran atau modus nih?" "Beneran dong, Sayang." “Ya udah, sini.” Al duduk membelakangi Lisa dan wanita itu mulai memijit pundaknya. “Lisa, gimana perasaan kamu jika kamu tau aku akan menikah lagi. Apa kamu akan benci sama aku dan pergi?” Al membatin. “Mas, gimana? Enakan?” “Iya Sayang, enak. Pijitin istri aku memang the best.” “Alhamdulillah…” “Iya, alhamdulillah. Aku bangga banget punya istri kaya kamu. Aku bersykur banget punya kamu. Cantik, baik, pinter mijit lagi. Hehehe.” “Jadi… wanita itu siapa, Mas?” tanya Lisa yang masih penasaran dengan wanita itu. “Em… dia hanya kenalan, dan kebetulan papah dan mamah menganggap dia sudah seperti anak mereka.” “Ohh… gitu. Terus namanya siapa?” "Gak tau." "Ha, kok Mas gak tau?" "Gak penting, ngapain harus tau namanya." “Dia cantik ya, Mas." Al memutar tubuhnya menghadap Lisa. “Gak, dia biasa aja. Yang cantik itu kamu.” Ia menatap sang istri dan mengelus kepala wanita itu. “Gak ada yang lebih cantik dari kamu.” Lisa tersenyum lalu mencium pipi Aldevaro. “Makasih pujiannya, Mas.” Aldevaro mengangguk dan membalas mencium pipi Lisa. Kini mereka saling tatap-tatapan. Lisa tersenyum kecil dan pandangan Aldevaro lari ke bibir istrinya itu. Lisa memejamkan matanya saat sang suami ingin mencium bibirnya. Ketikan kecupan bibir seksi suaminya itu mendarat ia pun membuka matanya lalu mendorong tubuh sang suami. "Kenapa?" tanya Al. "Sebaiknya kamu mandi dulu, Mas. Bersih-bersih dulu." "Mulut aku bau ya?" Lisa tertawa kecil sambil menggeleng. "Hah..." Al mencium bau mulutnya. "Wangi kok." "Badan kamu yang bau, Mas." Al segera mencium bau badannya. "Iya, bau masem. Astaga." Ia tertawa. "Udah sana mandi." Al menghela napas berat. Ia berangsur turun ranjang. “Ya udah aku mandi. Tapi udah itu kamu harus mau ya kalau aku cium.” Lisa mengangguk. “Janji?” "Iyaa." Al mengusap kepala istrinya lalu beranjak pergi. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD