Berpisah

1363 Words
SATU kursi di tarik oleh Haris, lalu dia mempersilahkan Marya duduk. Apa ini Haris? Kamu berbuat manis di depan keluarga ku? Hah, Marya berdecih dalam hatinya. Dia tahu, Haris hanya bersandiwara. Pria itu ingin lebih menyakiti hatinya. Baiklah, Marya akan mengikuti permainan Haris. Lagian ini juga kesempatannya untuk menyakiti hati ibu dan saudara tirinya. Kedua wanita itu sudah menatapnya tidak berpuas hati sedari dia dan Haris menuruni tangga. “Terima kasih.” Ucap Marya. Dia duduk dan tersenyum lembut. “Maaf Papa, Haris dan Yaya terlambat turun ke bawah.” Haris mengambil tempat di samping Marya. “Tidak masalah, Haris. Papa dan semua orang di sini mengerti.” “Iya, Haris. Tidak perlu sungkan. Marya, apa kamu baik-baik saja?" tanya Nita. Dia menatap Marya yang kala itu sedikit muram. Haish! Aku tau, kamu mau mengambil muka saja kan? Baiklah kalau begitu, aku layani drama ini. Marya langsung memasang senyum. “Yaya okey. Auntiy, tidak perlu khawatir.” jawab Marya santai. Marya memang tidak sudi memanggil ibu pada wanita kedua papanya. Haram baginya. “Syukurlah.” Nita memaksa senyum. Dia sangat tahu Marya sengaja ingin menyakiti hatinya. Marya puas melihat reaksi ibu tirinya itu. Karena banyak yang ingin berperan pagi ini, maka Marya akan memanfaatkan momen ini sebaik mungkin. Marya melirik Lina yang sedari tadi sudah memasang wajah masam mencuka ke arahnya. Baiklah, ini bagian kamu Lina. “Mau makan apa? Yaya ambilkan.” Lembut Marya bertanya pada Haris. “Terserah apa saja yang sayang ambilkan. Biy, tidak masalah.” Marya terdiam sejenak. Biy? Panggilan itupun terasa sangat hambar. Hurmm.. tidak buruk juga, Haris memang ingin bermain peran sepertinya. “Um,” Marya meletakkan beberapa menu di piring Haris, “Makan yang banyak, Biy.” “Cih..” Lina memalingkan pandangannya. Seringai licik terlukis di bibir gadis itu. Marya langsung menangkap perubahan Lina. Wanita itu terlihat lebih tenang dari biasanya. Lina memiliki emosional yang sangat tinggi, suka marah tidak karuan. Sedikit saja tersinggung, semua bisa hancur dibuat oleh gadis itu. Sekarang dia terlihat lebih tenang. Apa dia mengetahui sesuatu? “Berapa lama Haris dan Yaya cuti untuk honeymoon?” tanya Benu sebelum menyuap. Marya pun sudah menoleh pada Haris mendengar pertanyaan Papanya. “Itu Pa, sebenarnya Haris mau membicarakan satu hal.” “Apa itu?” “Sebenarnya Haris mau membawa Yaya tinggal di London.” Semua orang tertegun, mereka menatap Haris dan Marya bergantian. Kenapa tiba-tiba? Lina paling terkejut di sana. Dia menatap Haris lekat. “Maaf Pa, Haris tau ini sangat tiba-tiba. Namun, Haris tidak punya pilihan. Perusahaan di sana membutuhkan Haris.” Benu meraih gelas, air di teguk perlahan, menenangkan diri. Jika begini, bisa-bisa rencananya gagal. Dia sangat berharap pernikahan Marya dengan Haris akan memberikan keuntungan lebih pada bisnisnya. Baru satu projeck yang dia dapatkan dari hasil pernikahan Marya dan Haris. Namun, jika Haris dan Marya pergi ke London, bagaimana caranya dia mau membujuk projeck yang lainnya? Haish.. “Kapan kalian akan pergi?” Benu berusaha menenangkan diri. “Pagi ini juga, Pa.” Benu mengangkat keningnya, “Tidak bisa tunggu sebulan atau dua bulan lagi? Haris dan Yaya baru saja menikah. Memangnya tidak mau honeymoon dulu?” Benu masih berusaha. Setidaknya jika Haris setuju, dia punya waktu untuk mengatakan niatnya akan meleburkan bisnisnya dengan perusahaan Haris. Kemudian menyuruh Marya untuk membujuk menantunya itu. “Maaf, Pa. Haris sudah sampaikan pada pihak di sana, pagi ini Haris berangkat. Soal honeymoon, kami sudah atur waktunya. Ya kan, Yaya?” Haris menatap Marya lembut, kepala Marya juga di usap dengan sayang. Ewah ewah.. kamu pantas dapatkan penghargaan Oskar, Haris!!! Marya mengangguk pelan. Mau tidak mau dia juga memaksa senyum. Tangan Haris, sangat ingin dia elak kan. Dia sangat benci. Tidak sudi pria itu menyentuhnya lagi. Sabar Yaya, setelah ini kamu tidak akan berurusan dengan pria ini lagi. “Baiklah. Papa paham dengan kesibukan Haris. Pesan papa, jaga Yaya baik-baik. Dan kamu Yaya, jadilah istri yang patuh. Hormat pada suami. Um?” “Okey, Pa. Yaya akan ingat pesan, Papa.” Marya tersenyum kecut setelahnya. Haris akan menjaganya? dia akan menjadi istri yang patuh? hah, angan semata! Benu mengeluh panjang dalam hatinya. Haish.. gagal rencana ku. Harus menunggu dan menyusun rencana lagi, keluh Benu. Marya memandang wajah sang Papa. Dia tahu apa yang di pikirkan oleh Papanya sekarang ini. Bisnis, bisnis dan bisnis! Selalu itu. Jika Papa tahu apa yang telah terjadi. Apa Papa akan menahan Yaya? Apa Papa akan membela Yaya? Hanya terucapkan di dalam hati. Marya sendiri tidak yakin jika Papa akan membelanya, karena sejak kepergian Hany, sang Mama. Sejak itu juga Papanya lebih menyibukkan diri bekerja dan hanya peduli akan kesuksesan bisnis saja. Sampai-sampai perihal dirinya yang sering di perlakukan buruk oleh Nita dan Lina tidak terlalu Benu pedulikan. Malangnya nasib kamu Marya. Papa kandung kamu pun tidak peduli sama sekali. ***** MARYA dan Haris sudah di Bandara. Hanya mereka berdua, tidak ada keluarga yang mengantarkan, karena mereka berdua pergi mendadak, semua orang sudah ada jadwal pagi ini. Tidak masalah, ini lebih baik. Mereka tidak perlu lagi bersusah payah membuat cara untuk berpisah. Ya.. mereka akan berpisah di bandara ini. Haris akan terbang ke London. Sementara Marya? Terserah dia mau kemana. “Ini.” Haris mengulurkan benda persegi tipis dan mengkilat. Tidak lain itu adalah RBH Visa Infinite Credit Card dengan tertera nama Haris Tsaqif di black card. Marya melirik kartu itu dengan tatapan datar. Apa maksudnya? “Ambillah! Tangan ku capek tahu tidak.” hardik Haris. Haris sudah berdiri, pesawat yang akan dia naiki akan segera berangkat. Mau tidak mau Marya menerimanya. Credit Card berpindah tangan, “Kamu bisa gunakan itu sesuka hati. No limit, kamu taukan? Jadi kamu tidak perlu risau. Aku akan tetap menafkahi kamu Marya Hakim.” Haris tersenyum sinis, “Ingat kamu ya, permainan ini, aku yang akan tentukan alurnya.” Haris berlalu pergi setelah memberikan peringatan. Sangat puas hatinya. Tidak akan dia biarkan orang membodohi nya. Marya menelan ludah kelat, kesat. Dia menatap Haris yang meninggalkannya begitu saja. Tampak seorang wanita menyambut Haris di gerbong boarding. Wanita itu memeluk Haris dengan mesra. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi yang jelas Haris juga tampak melayani wanita itu dengan mesra juga. Mereka berjalan bersama. Tangan wanita itu melingkar di pinggang Haris. Haris! pria itu juga membiarkannya saja. Sempat wanita itu menoleh pada Marya yang memandangi mereka dari kejauhan. Wanita itu tersenyum mengejek. Marya hanya diam, tidak ada respon. Ekspresinya tetap datar. Sakit hati? tidak! Terserah Haris mau berbuat apa. Hati dan jiwanya sudah mati untuk pria itu. Hanya rasa benci yang layak untuk pria itu sekarang. Tetapi, apa yang di rencanakan Haris padanya? Pria itu tidak ada melafazkan cerai padanya, dan pria itu juga berkata akan menafkahinya. Keluhan panjang keluar dari bibir Marya. Dua sosok tubuh yang dia lihat sedari tadi juga sudah menghilang. Marya melihat credit card yang diberikan Haris tadi. Terserah kamu Haris! Marya memasukkan Credit card tersebut ke dalam tasnya. Marya menghembuskan napas teratur. Dia juga harus pergi dari sini. Koper ditarik keluar bandara. Setelah memutuskan untuk menyimpan rapat perihal dia dengan Haris, Marya juga sudah menyusun rencananya. Dia akan memulai kehidupannya yang baru. Dia akan meninggalkan kota ini. Sebuah taxi sudah menunggu di luar. Cepat Marya masuk dan sopir taxi pun memasukkan kopernya ke dalam bagasi. Tidak lama supir juga sudah berada di kemudi. “Langsung saja ke tempat tujuan, Pak.” Tutur Marya. “Baik, Nona.” Taxi langsung melaju membelah jalan. Marya membuka jendela mobil. Semilir angin langsung menerpa wajah cantiknya. Teringat oleh Marya, bahwa tadi pagi ketika mandi sempat dia mau mengakhiri hidupnya. Namun, seketika dia teringat akan kalimat terakhir sang Mama sebelum menghembuskan napas terakhir. “Yaya, apapun yang terjadi jangan pernah menyerah. Jadilah wanita yang kuat, buat Mama bangga. Hummm..?” belum sempat Marya menjawab, Hany sudah menghembuskan napas terakhir. Tidak terasa air mata mengalir di sudut mata Marya. Mana mungkin dia mengecewakan wanita yang paling dia cintai itu. Tindakan ini akan menjadi jawaban atas permintaan sang Mama di akhir hayat. Dia akan melanjutkan hidupnya. “Mama.. Yaya pergi dulu. Tidak tahu sampai kapan. Tapi, Yaya janji. Ketika Yaya kembali ke kota ini, Mama yang akan pertama kali Yaya kunjungi. I love you Ma.. I love you so much.” Bersambung....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD