bc

Ksatria Elena

book_age18+
258
FOLLOW
1.0K
READ
revenge
dark
arrogant
prince
bxg
ancient
like
intro-logo
Blurb

Terlahir sebagai putri bangsawan yang memiliki darah istimewa seorang penyembuh yang dihormati pihak kerajaan Brighton, tidak membuat hidup Elena Light berjalan mulus. Karena jatuh cinta pada pria yang salah, seluruh anggota keluarganya justru harus mati akibat sebuah fitnah keji dari suaminya. Namun, suatu hal yang tak diduga terjadi. Takdir tiba-tiba mengembalikan Elena kelima tahun sebelum peristiwa mengenaskan itu terjadi. Di kehidupan ini, ia pun berjanji tidak akan lagi mengulangi kesalahan yang sama. Elena memulai perjalanannya untuk mengumpulkan tujuh Ksatria yang kelak akan melindungi keluarganya dari kekejaman pria yang pernah membinasakan seluruh keluarganya. Mampukah Elena menemukan mereka semua? Lalu apa hubungan ksatria pertamanya dengan dirinya, hingga pria itu tampak protektif padanya? Cover design by : Shena Art Design

chap-preview
Free preview
Bab 1. Kehancuran Keluarga Light
Tahun 486 S. E. A (Setelah Era Avalon)—masa terbentuknya tujuh kerajaan besar termasuk Brighton yang saling berperang demi takhta Britania. Saat itu, para penyembuh dari keluarga Light masih dipercaya sebagai tangan kanan Raja Brighton. Namun, malam ini, di dalam gelapnya sel penjara, tubuh Elena Light justru tampak terbaring lemas di lantai sel dengan hanya berbalutkan gaun tipis yang telah dikenakannya sejak dirinya dimasukkan ke dalam sel ini beberapa hari yang lalu—dengan tuduhan telah meracuni Putra Mahkota Kerajaan Brighton. Di lantai itu, Elena tergeletak meringis. Lantai sel terasa sangat dingin di bawah tubuhnya—dingin yang menjalar hingga terasa menusuk tulang. Tatapan matanya yang semula tajam, kini telah meredup dan perlahan-lahan semakin bergerak turun. Cairan perut yang ia muntahkan bersama darah segar—mengalir di sisi kanan bibirnya yang hampir menyentuh lantai. Satu jam yang lalu, ia telah diberi racun oleh suaminya sendiri sebagai hukuman untuknya. Dan dalam sekaratnya, Elena hanya bisa terisak pelan mengingat nasib ayahnya yang telah dijatuhi hukuman mati di tiang gantungan siang ini. Menyesali kebodohannya yang tidak bisa menilai orang dengan baik hingga ia terperangkap dalam jebakan suaminya yang merupakan sepupu Putra Mahkota Kerajaan Brighton, Cedric Draven, seorang pria ambisius yang rela menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apapun yang diinginkannya, termasuk membunuh keluarganya sendiri demi mendapatkan kedudukan sebagai Raja Brighton berikutnya. Sementara Elena, hanya dijadikan pion oleh pria sialan itu. "Maafkan anakmu ini, Yah." Elena tertawa lirih mengenang apa yang telah ia lakukan—di sisa umurnya yang hanya tinggal beberapa menit lagi. Liontin peninggalan ibunya yang berupa mini arc berwarna giok, terasa panas di kulit pundaknya. Liontin itu menempel di atas lapisan dress putihnya yang kini sudah berwarna kelabu karena telah beberapa hari tidak diganti, kotor oleh debu dan beberapa sarang laba-laba yang menempel di sana. "Seandainya aku diberikan kesempatan kedua, aku berjanji tidak akan sebodoh ini lagi. Aku berjanji akan membalas semua yang telah Cedric Draven lakukan pada keluarga kita! Uhuk!" sekali lagi Elena memuntahkan seteguk darah, tubuhnya bergetar hebat seakan jiwanya mulai bergerak meninggalkan raganya. Bersamaan dengan itu, mini arc miliknya berpendar terang—hijau yang menyilaukan mata. "Kalung ini adalah peninggalan Ibumu. Katanya benda ini bisa mengabulkan satu keinginanmu di saat kau dalam bahaya dan hampir mati. Karena itu Ayah ingin kau memilikinya." Ucapan ayahnya itu terngiang-ngiang di telinga Elena, membuat air matanya menetes semakin deras. Sialnya, tangannya yang lemas sudah tidak bersedia lagi bekerja sama dengannya. Seakan nyawanya telah meninggalkan sekujur tubuhnya kecuali kepalanya. "Ayah—" rintihan menyayat hati terlontar dari bibirnya, bayangan ayahnya yang sedang tersenyum tiba-tiba muncul di hadapannya sambil mengulurkan tangan padanya. "Elena, Ayah tidak akan meninggalkanmu lagi, Nak. Mulai sekarang Ayah akan menjagamu." Perlahan, sudut bibir Elena tertarik ke belakang membentuk senyuman tipis. Kelopak matanya yang berat kini telah menutup sepenuhnya, "Ayah, aku ingin memelukmu. Berlari padamu," bisiknya. "Tapi ... tubuhku sudah tidak bisa lagi untuk kugerakkan." Kepalanya pun jatuh terkulai ke lantai penjara yang dingin, diam, diselimuti kegelapan sel penjara yang hanya mendapat cahaya dari obor di pojok ruangan terjauh. Cahaya redup yang tampak mampu mengurung jiwa seseorang. *** "Ayah!" teriakan Elena tiba-tiba melengking keras dengan tangan yang terangkat ke atas serta mata yang terbuka cepat, bergema di ruangan tempat ia terbangun. Napasnya memburu, tersengal, seakan ia baru saja merangkak dari lubang neraka. Selama beberapa menit, ia terdiam. Mencoba mencerna apa yang baru saja ia alami. "Bukankah seharusnya aku sudah mati?" Elena mengerjapkan matanya berkali-kali, merasa asing melihat pemandangan yang terpampang di hadapannya saat ini. Namun, ada perasaan familiar yang ia rasakan terhadap ruangan ini. "Ini ... kamarku?" Rasa tak percaya menyergapnya hingga Elena terburu-buru mengangkat tubuhnya untuk duduk di atas ranjang. Sprei sutra lembut berwarna merah muda berada di bawah bokongnya, empat tiang kokoh yang terbuat dari kayu ek—berdiri tegak di setiap sudut ranjang membentuk persegi empat dan dihiasi dengan gorden-gorden sutra berenda yang berwarna sama dengan alas tempat tidurnya. "Oh, Tuhan. Apakah aku baru saja bermimpi?" Elena mencubit pipinya, tetapi menggeleng pelan sesaat berikutnya. "Tidak! Itu tidak terasa seperti mimpi. Semua yang kurasakan sebelumnya benar-benar senyata saat ini." Ucapannya sontak terhenti ketika Elena melihat pendar mini arc yang mulai meredup di dadanya, di depan dress tidurnya. Benda itu belum pernah berpendar sejak ia mendapatkannya dari ayahnya, sampai-sampai ia hanya menganggap benda itu sebagai sebuah batu biasa, batu yang sangat indah dengan warna hijau emerald atau hijau giok. Entahlah, Elena tidak ingin ambil pusing. Terkecuali kenapa benda itu bisa bercahaya hari ini. "Apa mungkin benda ini yang telah menyelamatkanku? Mungkinkah dia benar-benar mengabulkan keinginanku seperti apa yang pernah Ayah ucapkan padaku sebelumnya?" "My Lady? Apa Anda sudah bangun?" Suara ketukan tiba-tiba terdengar dari arah pintu kamarnya. Dengan cepat Elena melemparkan pandangannya ke pintu tersebut, tetapi ia tidak mengatakan sepatah kata pun. "Lady Light! Sore ini Anda harus menghadiri jamuan di Istana Brighton. Tuan mengatakan Anda harus bangun untuk memilih gaun, bukankah Anda ingin tampil cantik di hadapan Lord Cedric?" 'Jamuan Istana? Waktu penentuan pernikahannya dengan Cedric? Bukankah hal ini terjadi lima tahun yang lalu?' mengenyahkan keanehan itu, pikiran Elena justru tertuju pada ucapan pelayannya yang sebelumnya. "—Tuan mengatakan Anda harus bangun—" Jadi benar ia sudah terselamatkan dan kini kembali kelima tahun yang lalu, sebelum tragedi yang menimpanya dan seluruh anggota keluarganya? Yang artinya saat ini ayahnya juga ... masih hidup? Elena bergegas turun dari ranjangnya dan berlari ke pintu kamarnya. Membukanya, lalu menatap pelayannya yang tampak bingung selama beberapa detik. "Di mana Ayahku?" lontarnya dengan suara serak, nyaris lirih. Dengan wajah tak mengerti dan menatap Elena seakan Elena adalah makhluk aneh, pelayan itu pun menjawab dengan terbata. "Tu-an ada di ruang kerjanya, Lady Light." Tidak lagi ingin mendengarkan kelanjutan ucapan pelayan itu, Elena segera melewatinya. Perasaan sesak memenuhi hatinya, air ludah seakan tersangkut di tenggorokannya di saat ia memanggil ayahnya sambil berlari-lari kecil. "Ayah! Ayah!" Elena hampir terjerembab gara-gara menginjak ujung gaun tidurnya. Dan dengan sedikit terhuyung, ia kembali berlari kecil. Setibanya di depan ruang kerja ayahnya, tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu—Elena langsung membuka dan mendorong pintu berat dan besar itu yang terbuat dari kayu mahogani. Suara bantingan pintu ke dinding di belakangnya terdengar keras, mengejutkan seorang pria paruh baya berusia awal empat puluhan yang semula tengah sibuk di belakang meja kerjanya. "Elena? Apa yang kau lakukan? Bukankah sudah berulang kali Ayah mengingatkanmu agar kau mulai menjaga sikapmu jika kau ingin menarik perhatian Lord Cedric?" tukas pria itu gusar, yang tak lain adalah Sir Aldric Light, ayah Elena. Tanpa menghiraukan ucapan ayahnya, dengan air mata meleleh membasahi pipinya—Elena berlari kencang ke arah pria paruh baya itu dan langsung menubruknya. Ia ... tak mampu lagi menahan isak tangisnya yang kemudian pecah dan memenuhi ruangan kerja ayahnya, membuat pria paruh baya itu terdiam sambil memeluknya. Persetan! Elena tidak ingin memikirkan apa yang tengah ayahnya pikirkan tentang dirinya saat ini. Yang terpenting sekarang ayahnya masih hidup. Dan hukuman yang seharusnya diterima oleh keluarganya gara-gara penghianatan Cedric Draven—belum terjadi. Tidak! Ia tidak akan lagi membiarkan Cedric menghancurkan keluarganya untuk yang kedua kalinya. 'Karena Tuhan telah memberiku kesempatan kedua, maka kali ini aku akan merubah takdir keluargaku!' bisiknya dalam hati.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

30 Days to Freedom: Abandoned Luna is Secret Shadow King

read
307.5K
bc

Too Late for Regret

read
271.6K
bc

Just One Kiss, before divorcing me

read
1.6M
bc

Alpha's Regret: the Luna is Secret Heiress!

read
1.2M
bc

The Warrior's Broken Mate

read
135.8K
bc

The Lost Pack

read
374.6K
bc

Revenge, served in a black dress

read
144.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook