Episode 3

689 Words
  “Catherin....”                 “Aiden...” Keduanya terlihat begitu kaget dan sama-sama membelalak lebar.                 Setelah 5 tahun berlalu....                 Lamunan mereka terusik oleh suara pintu tertutup. Aiden berdehem kecil. “Silakan duduk,” serunya mempersilakan Catherin yang terlihat menawan dengan gaun seatas lutut berwarna violet.                 Catherin menurut dan mengambil duduk tepat di kursi yang berhadapan dengan Aiden.                 “Emmm... mau pesan apa?” tanya Aiden masih terasa begitu canggung. “Aku sudah memesannya tadi pada pelayan,” seru Catherin menolak beradu pandang dengan Aiden. Ia sangat tidak menyangka akan bertemu dengan Aiden di sini. “Bagaimana kabarmu?” tanya Aiden. “Seperti yang kamu lihat,” jawab Catherin. “Bagaimana kabarmu?” “Seperti yang kamu lihat juga,” jawab Aiden. Keduanya sama-sama diam dalam kecanggungan. Hingga seorang pelayan masuk dan menyimpan minuman pesanan Catherin. Mereka masih diam membisu dengan posisi saling berhadapan setelah pelayan itu pergi. Suasana di sana terasa begitu canggung dan tidak nyaman. “Jadi ini kasusmu?” tanya Aiden menatap manik mata Catherin. “Apa kamu benar-benar tidak mendapatkan perlakuan baik dari suamimu?” Catherin hanya diam membisu. “Aku sempat kaget saat melihat kedatanganmu. Aku tidak menyangka kita akan kembali bertemu setelah 5 tahun berlalu dalam keadaan seperti ini,” seru Aiden dan Catherin masih memilih diam membisu. “Sejak kapan kamu menikah? Apa kamu sudah memiliki anak?” tanya Aiden. “Dan sejak kapan suamimu melakukan KDRT padamu?” “Sebelum aku menjawab semua pertanyaanmu. Sebaiknya kamu membaca dulu nama dari korban,” seru Catherin, akhirnya membuka suara setelah lama diam membisu. Aiden mengernyitkan dahinya bingung dan kembali membuka berkasnya. “Marenka?” “Iya Marenka dan bukan aku,” seru Catherin. “Aku yang melaporkan kasus ini, Marenka adalah sahabatku.” “Aku pikir kamu yang...” ucapan Aiden menggantung di udara. “Baiklah lupakan itu. Lalu dimana Marenka?” “Marenka masih menjalani perawatan di rumah sakit. Karena perlakuan suaminya, kaki kanannya patah dan tulang punggungnya ada yang retak karena di pukuli. Aku datang kemari untuk memberikan beberapa keterangan yang aku ketahui dan juga buktinya, aku adalah saksi dari Marenka,” seru Catherin dengan wajah datarnya tanpa ekspresi. “Emm begitu, bisa kamu serahkan bukti-bukti yang kamu bawa,” seru Aiden. Catherin menyerahkannya pada Aiden. Aiden mulai memeriksa semua buktinya dengan membuka laptop yang ia bawa dan memasukan USB yang dibawa Catherin ke dalam laptop. “Jadi sejak kapan kamu ada di kota ini?” tanya Aiden. “Sekitar 3 tahun yang lalu,” jawab Catherin. “Apa yang kamu kerjakan? Kamu sudah menikah?” tanya Aiden. “Apa buktinya sudah jelas?” tanya Catherin yang menjawab pertanyaan Aiden dengan pertanyaan. Jelas sekali Catherine tidak ingin membahas sesuatu mengenai dirinya. Aiden memalingkan pandangannya dari layar laptop ke wajah Catherin. “Sudah, aku akan memeriksanya kembali di kantor.” “Aku harap kamu bisa membantu memenangkan kasus ini dan menghukum tersangka dengan hukuman yang setimpal,” seru Catherin. Aiden sadar, Catherin tidak lagi sama dengan Catherin yang dulu ia kenal. Kini sosok Catherin yang berada di hadapannya terlihat begitu dingin dan tak tersentuh. Sangat asing di mata Aiden. “Akan aku usahakan,” seru Aiden. “Kalau begitu tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan. Kalau kamu ingin bertemu dengan Marenka, kamu  bisa menghubungiku. Nomorku ada di data saksi,” ucap Catherin yang dia angguki Aiden. “Kalau begitu aku pergi,” seru Catherin beranjak dari duduknya. “Cath...” Panggilan itu menghentikan gerakan Catherin yang hendak pergi. “Maafkan aku... sejak lama aku ingin mengatakan ini. Maafkan aku Catherine...” Deg Ekspresi Catherine terlihat berubah menjadi muram dan terlihat marah.  “Kenapa harus minta maaf? Tidak ada yang perlu di maafkan di sini,” seru Catherin dengan nada dingin. “Tapi aku...” “Lupakan semua itu, itu adalah kesalahan terbesarku,” jawabnya dan beranjak pergi meninggalkan Aiden yang hanya bisa terpaku di tempatnya. Ꙭ                 Aiden telah kembali ke apartemen miliknya. Ia menyimpan jas miliknya di kepala sofa.  Ia berjalan menuju dapur dan mengambil minuman dingin. Ia membuka tutup botolnya, kemudian meneguknya, setelahnya ia kembali termenung.                 “Catherine...” gumamnya. “Aku tidak pernah menyangka bisa bertemu kembali denganmu.”                 Aiden menghela napasnya, didalam hatinya masih ada rasa bersalah pada Catherine. Walau malam itu Catherine mengatakan baik-baik saja dan menganggap semua itu tak pernah terjadi, tetapi Aiden sungguh tidak bisa melupakannya.                 Serpihan kenangan di malam itu kembali memenuhi kepala Aiden.                 “Setelah 5 tahun berlalu...” Aiden kembali menghela napasnya berat.                 Sebenarnya ia telah mulai berbenah diri dan memulai kehidupannya yang baru. Akhirnya setelah sekian lama, ia mampu merelakan Agneta walau nyatanya sangat sulit dan bahkan hampir membuatnya terbunuh karena rasa sesak di dadanya.                 Tetapi pertemuannya dengan Catherine hari ini, seakan mengingatkan dirinya pada kesalahan di masa lalu. Bahwa ada seorang wanita yang telah ia sakiti. Ꙭ        
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD