Episode 1

724 Words
 5 Tahun Kemudian...   Aiden kini menjadi seorang pengacara yang cukup handal di Kota N. Yang merupakan cita-citanya sejak dulu, sampai ia mengambil Fakultas Hukum. Tetapi keinginannya itu sempat tertunda karena obsesi dari Ibunya, Elena. Yang menginginkan putranya menjadi presiden di WT Corp yang merupakan perusahaan milik keluarga Wiratama.                 Karena obsesinya, Elena sampai bertindak curang dan sekarang imbasnya ia harus di penjara. Ayahnya meninggal dunia karena kehilangan semua hartanya dan semua sahamnya hilang karena utang. Dan Aiden yang sekarang sebatang kara memilih menjauh dan merintis kembali kariernya dari nol.                 Tanpa terasa kini ia telah mulai berjaya dalam waktu 5 tahun dan menjadi seorang Pengacara yang hebat dan terpercaya di kota N.                 Pagi itu Aiden berjalan menuju dapur apartemen dan membuat sandwich dengan segelas kopi untuk sarapannya. Ia membawa sarapannya menuju pantry yang berada tepat di dekat dinding dari kaca yang menjadi pembatas ruangan dalam dengan balkon apartemen. Ia mulai melahap makanannya dalam diam, seraya membaca koran.                 Ya, Aiden terbiasa hidup sendiri dan melakukan segalanya sendiri. Sosok yang dulu begitu ramah kini telah berubah menjadi sosok yang begitu pendiam dan sangat tertutup.                 Selesai menghabiskan sarapan juga kopinya, ia menutup korannya kembali dan membawa peralatan makan yang kotor kemudian mencucinya. Setelah itu, ia masuk ke dalam kamarnya dan mulai bersiap untuk berangkat bekerja. Ꙭ                 Dalam perjalanan menuju Firma Hukum tempatnya bekerja. Ia melihat seorang anak perempuan tampak menangis di pinggir jalan.                 Aiden meminggirkan mobilnya, kemudian menuruni mobilnya. Ia berjalan mendekati anak kecil itu dan berlutut di hadapannya.                 “Kamu kenapa?” tanya Aiden pada gadis kecil yang menundukkan kepalanya dan terisak.                 Mendengar suara Aiden, gadis kecil itu menengadahkan kepalanya dan tatapan polosnya langsung bertemu dengan mata tajam Aiden.                 Mata ini.... batin Aiden.                 “Uncle, Aku mau pulang... hikzz...” isak gadis kecil itu.                 “Ibu mu ke mana?” tanya Aiden.                 “Aku tidak tau. Tadi saat sedang berjalan, peganganku terlepas,” isaknya.                 Aiden menoleh ke sana kemari untuk mencari sosok Ibunya tetapi tidak ia temukan.                 “Sudah jangan menangis lagi, ini Uncle punya permen. Kamu mau?” seru Aiden merogoh saku jasnya dan mengeluarkan satu buah permen dan memberikannya pada gadis kecil itu.                 “Tetapi aku di larang menerima barang atau makanan dari orang asing,” serunya dengan lucu.                 Aiden tersenyum penuh maklum.                 “Gadis pintar. Permen ini masih terbungkus rapi, dan aku tidak berniat jahat, apalagi pada gadis cantik seperti kamu,” seru Aiden tetapi gadis itu hanya diam saja. “Baiklah kalau kamu tidak percaya, aku akan memakannya.” Aiden memakan permen di tangannya dan menunjukkan tidak ada sesuatu yang aneh.                 “Ini makanlah, supaya kamu tidak sedih lagi,” seru Aiden kembali mengambil permen dan memberikannya kepada gadis itu.                 “Terima kasih, Uncle.” Kali ini gadis kecil itu menerimanya.                 “Your Welcome.” Gadis itu membuka permen dan memakannya tanpa rasa curiga. Ia kemudian menghapus air mata di pipinya yang gembil seraya tersenyum merekah ke arah Aiden.                 Entah kenapa melihat senyuman dari gadis kecil ini mampu menghangatkan hati Aiden. Rasanya ia ingin memeluk gadis kecil di depannya ini.                 “Siapa namamu?” tanya Aiden.                 “Namaku Jasmine, tetapi Uncle bisa memanggilku Mine.”                 “Mine...”                 Gadis itu tersenyum seraya mengangguk.                 “Nama Uncle tampan siapa?” tanya gadis itu.                 “Nama Uncle, A...”                 “Mine!” seruan itu membuat mereka berdua menoleh.                 “Ibu Angkat....” Jasmine berlari dan memeluk wanita itu. Wanita yang sudah cukup tua, mungkin sekitar 40 tahunan.                 Aiden beranjak dari duduknya dan melihat ke arah mereka berdua yang terlihat berpelukan penuh kelegaan.                 “Ya Tuhan, syukurlah kamu tidak apa-apa.  seru wanita itu terlihat khawatir juga gelisah.                 “Aku tidak apa-apa, Ibu Angkat.”                 Wanita itu kemudian melepaskan pelukan Jasmine dan berdiri tegak menghadap ke arah Aiden.                 “Ibu Angkat, Uncle tampan ini yang tadi menemaniku. Dan memberikanku permen supaya aku tidak menangis lagi,” seru Jasmine. Gadis kecil itu terlihat begitu pintar dan menggemaskan.                 “Uncle sudah baik padaku,” seru Jasmine.                 “Terima kasih, Tuan. Maaf sudah merepotkan anda,” seru Wanita itu.                 “Sama-sama,” jawab Aiden.                 “Kalau begitu kami permisi dulu,” seru Wanita itu dan beranjak pergi seraya menuntun Jasmine.                 “Sampai jumpa, Uncle Tampan.” Jasmine melambaikan tangannya seraya menampilkan senyuman lebarnya.                 Aiden tersenyum ke arahnya.                 Aiden bahkan di buat kaget sendiri, ia mampu tersenyum tulus lagi, setelah 5 tahun berlalu. Bahkan ia tidak pernah bisa tersenyum lagi atau merasa senang selama 5 tahun ini. Hidupnya seakan kelabu dan gelap tanpa tujuan yang jelas. Tetapi hari ini, ia seperti mendapatkan secerca cahaya yang membuat hatinya menghangat dan bibirnya mampu kembali mengukir senyum yang telah lama menghilang.                 “Aku berharap bisa kembali bertemu dengan anak itu,” gumam Aiden. Ꙭ
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD