Part 2 - Pertemuan Pertama

2722 Words
Karena bahagia itu sederhana. Sepintar apapun kebahagiaan itu menyembunyikan diri, kita bisa menemukannya lewat tangan lain, tangan orang di sekeliling kita. Yaitu dengan melihat orang yang kita sayangi bahagia, maka kita akan ikut bahagia. “Gimana? Bagus nggak?” tanya Hani, EO yang mengurusi acara Anniversary Erfan dan Fiandra. Saat ini Fianer sedang mengecek kamar hotel yang dipesannya khusus untuk acara nanti malam. Dia melihat sekeliling kamar dengan puas. Sprainya putih gading mewah, kelopak bunga mawar merah bertebaran di mana-mana dan pencahayaan juga sudah di-setting remang. Fianer tersenyum puas. “Bagus mba, romantis.” katanya. “Iya doong,” Fianer tersenyum kembali pada Hani dan melihat-lihat lagi. “Oke deh, mba mau ngecek rooftop dulu ya,” katanya sambil mengambil tas di atas meja. Fianer mengangguk dan menunggu Hani benar-benar keluar dari kamar. Kini Fianer hanya berdua dengan tukang yang sedang menebar bunga di pojokan lantai. Tukang itu berdiri, Fianer tahu dia akan menebarkan bunga di tempat tidur, karena hanya tempat itu yang belum terjamah. Fianer langsung mencegah. “Biar saya saja mas.” katanya cepat-cepat. Mas-mas itu mengernyit bingung. “Hanya tinggal ditebar di sini saja kan?” tanya Fianer sambil menunjuk tempat tidur. “Iya sih mba. Tapi ini tugas saya.” “Udah nggak apa-apa. Mas boleh keluar.” Fianer agak memaksa. Walaupun terlihat enggan, tapi akhirnya mas-mas itu menurut. Saat pintu sudah tertutup dan Fianer hanya sendiri, dia berjalan hati-hati ke arah ranjang dan duduk di tepinya. Dia melepas heels-nya satu persatu. Dengan keranjang bunga di tangan, dia merangkak hingga akhirnya sampai di kepala ranjang. Fianer duduk bersandar di tengah-tengah kepala ranjang. Menatap betapa indahnya kamar ini setelah ditenggelamkan oleh warna merah yang begitu banyaknya. Fianer meraup kelopak bunga mawar di keranjang yang tadi dia bawa. Lalu dia jatuhkan lagi perlahan di tempat yag sama saat dia mengambilnya. Fianer raup lagi segenggam, lalu dia menebarkannya dengan lemah di sampingnya. Romantis ... manis. Fianer yakin bunda akan bahagia melihat ini semua. Fianer tidak sabar melihat bunda tersenyum dengan mata berbinar, atau menangis terharu karena semua hal romantis yang Fianer tahu tak pernah sekalipun bunda dapatkan dari ayahnya. Fianer menghela nafas. Bunda beruntung mempunyai Ayah di sampingnya. Dan Ayah beruntung mempunyai Bunda. Mereka berdua beruntung memiliki satu sama lain. Fianer meraup bunga di keranjang lagi dan menebar di sekelilingnya. Tiba-tiba saja pintu terbuka dan Diya masuk ke dalam. Bisa dilihat dia takjub melihat dekorasi kamar ini. “Kereeen.” komentarnya. Fianer setuju. Ini keren. Diya ikut naik ke tempat tidur dan duduk di samping Fianer. Dia ikut mengambil bunga dan menaburkannya. “Tante Fi pasti seneng banget.” Fianer mengangguk. Diya ikut menyandarkan tubuhnya dan melihat sekeliling sama sepertinya tadi. Fianer tersenyum menggodanya. “Lagi bayangin yang enggak-enggak sama Rafan ya?” ledek Fianer. Wajah Diya merah seketika. Aduh, Diya manis sekali. Beruntung sekali Rafan mendapatkan Diya. Fianer selalu berpikir kalau Diya itu terlalu bagus untuk Rafan. “Nggak bayangin apa-apa kok kak.” “Iya juga nggak apa-apa kok.” Diya mendengus dengan tersenyum sedih. “Boro-boro kak bayangin yang enggak-enggak sama dia, orang ciuman aja nggak pernah.” Fianer tersentak kaget. “Hah?” tanyanya horor. Diya menunduk malu. Fianer sampai tak percaya. “Tujuh tahun pacaran nggak pernah ciuman?” tanyanya heboh. Diya meringis mendengarnya. “Tapi kakak jangan bilang Rafan ya? Aku malu.” Mulut Fianer masih terbuka mendengar fakta itu. Dia tidak menyangka Rafan keren sekali. Bisa menahan godaan selama itu. Fianer tidak tahu kalau laki-laki begajulan macam Rafan bisa lurus juga gaya pacarannya. “Aku nggak menarik kali ya kak.” Diya terlihat minder. Fianer tersenyum sambil merangkulnya. “Rafan, nggak pernah nyium kamu itu bukan karena kamu nggak menarik. Tapi karena itu cara dia buat jaga kamu. Dia menghormati kamu. Dia nggak berani macem-macem sama kamu. Dan itu artinya, dia sayang banget sama kamu.” ucap Fianer, dan dia yakin kata-kata spontanitasnya itu benar adanya. Fianer jadi merinding mengetahui ini. Diya tersenyum lebar sekali. “Aku tahu kak.” katanya kemudian. Kalau dipikir-pikir, mereka bertiga -Fianer, Fier dan Rafan- itu type orang yang sama. Sekali mereka suka pada seseorang, mereka bakal suka pada orang itu sampai seterusnya. Karena type seperti inilah Fianer tersiksa. Andai dia mudah move on. Pasti hidupnya lebih mudah untuk dijalani. Melupakan masa lalu, lalu ganti dengan yang baru. Enak sepertinya. Dalam kisah cinta mereka bertiga, Rafan yang paling beruntung. Dia bisa mendapatkan Diya dengan mudah, Diya juga sama-sama menyukai Rafan, mereka bertahan sangat lama, kisah mereka lempeng-lempeng saja, tak ada masalah berarti di tengah-tengah mereka, sempurna! Sedangkan dirinya dan Fier harus jatuh bangun lalu ujung-ujungnya tidak mendapatkan apa-apa. Fianer butuh orang seperti Lilian yang bisa dengan hebatnya membuat hati Fier move on secepat ini. Entah dengan cara apa, mereka tak pernah cerita. Dan tiba-tiba pintu terbuka lagi. Kini Lilian yang masuk. Dia langsung melihat isi ruangan dengan mata berbinar. Fianer hanya menatapnya masih sambil bersender di kepala ranjang. Lilian lalu ikut duduk bersama Fianer dan Diya. “Ini bagus banget, romantis.” Memang. Kamar ini sempurna. “Berarti kerjaan beres dong?” tanyanya. Fianer mengangguk membenarkan. Dari undangan, aula penerimaan tamu, jamuan, dekorasi, makan malam dan kamar semuanya beres. Tinggal tunggu acaranya saja nanti malam. --- Egar menatap bayangannya sendiri di kaca. Penampilannya cukup meyakinkan walaupun hanya menggunakan pakaian pesta standar. Kemeja putih, celana kain hitam, dasi hitam dan jas hitam. Bisa Egar lihat laki-laki dihadapannya ini begitu berbeda dengan bocah ingusan enam tahun lalu. Bocah yang dengan bodohnya terjerumus dalam gelap dan membuatnya kehilangan banyak hal. Bocah itu sudah bertransformasi sekarang. Beberapa tahun ini Egar sangat percaya diri dengan kekuatannya sendiri. Tapi untuk malam ini dia tak bisa memungkiri bahwa dia gugup luar biasa. Walaupun begitu, Egar berusaha menekan kegugupan itu ke dasar. Semua harus sesuai rencana. Egar harus melalui malam ini dengan tenang. Tidak ada yang boleh mengacaukan semuanya.  Pintu kamar terbuka dan Egar melihat Fourline masuk. Fourline tersenyum melihat penampilan Egar. “Ganteng.” komentarnya sambil memberikan ibu jari. Egar tersenyum tipis. Fourline mendekat lalu membenarkan dasi hitam yang Egar pakai. “Ini terakhir kalinya kakak membenarkan posisi dasimu.” katanya. Egar tersenyum mendengar nada ketus itu. Lalu mengangguk. Semoga saja semuanya sesuai rencana. Karena jika rencananya berhasil, ini benar-benar akan menjadi kali terakhir Fourline merapikan dasi Egar. Karena kalau malam ini berjalan lancar, seseorang akan menggantikannya. Tanpa terasa Egar tersenyum mengingat dia ... --- Segala sesuatunya sudah digariskan. Rapi, tertata, dan indah. Untuk kamu, yang tahu bagaimana caranya bahagia. 25th’ Anniv Erfan-Fiandra Fianer harus sudah ada di acara sebelum orang tuanya datang. Bahkan seharusnya dia sudah di acara sejam sebelum acara mulai untuk memastikan semuanya lancar. Hair stylish-nya terlalu lama menata rambutnya hingga membuat Fianer terlambat datang dari waktu yang seharusnya. Fianer membunyikan klakson berkali-kali melihat laju mobil di depannya berjalan sangat lambat seperti siput. Tak mendengar atau mungkin masa bodoh, mobil itu bahkan melaju dengan kecepatan tetap, tak memperdulikan bunyi klakson Fianer. Kesal, akhirnya dia nekat untuk menyalipnya dan melaju secepat mungkin. Jujur Fianer gugup. Baru pertama kalinya dia diberi tanggung jawab untuk mengurus pesta. Dan setelah sebulan penuh mengurusi pesta ini, dia justru terlambat datang. Ini tidak lucu! Fianer melirik jam di tangannya. Dia sudah terlambat lima menit. Acara akan dimulai 55 menit lagi. Dia harus bergegas. Sampai di hotel tempat acara, Fianer langsung meluncur masuk ke dalam basement. Dia melewati mobil-mobil yang terparkir rapi. Tiba-tiba suara benturan itu terdengar begitu dekat dan sangat keras. Fianer terlonjak kaget karena mobilnya terguncang. Dia langsung menoleh ke samping dan mulutnya ternganga melihat pintu penumpang mobilnya sampai melesak ke dalam. Seketika tatapannya menghujam ke balik kaca jendela mobil. Matanya melihat belakang mobil yang menghantam mobilnya hingga ringsek. Dengan geram Fianer menatap mobil s****n itu tajam-tajam. Dia yakin pasti pemiliknya tidak bisa parkir!! Amarahnya naik, Fianer membuka mobilnya kasar. Bisa dia lihat pintu mobil itu juga terbuka. Fianer turun dengan gusar. Awas saja, orang itu! Pintu mobil dia banting keras dan lagi-lagi dia mendengar satu lagi suara pintu tertutup. Fianer memutari mobilnya dan bersiap menghajar siapa saja yang membuat mobilnya penyok ketika ... ... Fianer terdiam seketika. Dia membeku di tempat. --- Egar masuk ke halaman parkir di basement hotel. Satu tempat yang kosong dia isi. Tapi saat masuk, parkirnya tak rapi. Maka dari itu dia mundur untuk merapikannya. Dan BRAKKK! Hantaman itu begitu kerasnya. Egar terkejut dan langsung menoleh ke belakang. Egar tidak mendengar ada suara mobil. Dan saat melihat mobil mewah di belakang, dia maklum tak bisa mendengar suara mobil itu karena suaranya pasti sangat halus. Egar menghela nafas, sadar telah membuat masalah dan yakin membuat orang dalam mobil yang dia tabrak marah. Saat dia mendengar bunyi pintu terbuka, dia juga membuka pintunya berniat untuk bertanggung jawab atas semua kerusakan yang terjadi. Egar keluar dari mobil dan mendengar suara bantingan pintu. Dia mendesah, tahu pemilik mobil itu pasti marah sekali. Egar meringis melirik mobil yang sudah dia tabrak. Bagian pintu penumpang penyok, sampai melesak ke dalam. Kerusakan cukup serius. Dengan tenang dia berjalan dan menoleh ke pemilik mobil itu yang sudah membeku di hadapannya. Dan mereka sama-sama membeku. --- Bahagia itu adalah dia. Waktu berjalan lambat. Memberikan Egar kesempatan untuk menatap wanita itu. Dia menelan ludah susah payah. Wanita itu sudah berubah menjadi begitu cantik. Sangat-sangat cantik. Egar tertegun menatap betapa cantiknya wajah itu. Butuh kekuatan besar untuk tidak menarik wanita itu ke pelukannya. Memberitahukannya betapa rindunya dia dan betapa inginnya Egar bersamanya. Tapi Egar hanya sanggup berdiri diam di tempat sambil memasukkan tangan ke saku celana kain hitamnya. Dia harus bersabar untuk itu. Wanita ini tujuan hidupnya dan akan Egar pastikan Fianer menjadi miliknya lagi. Hanya tinggal tunggu waktu yang tepat. Dan sekarang, bukanlah waktunya. Nanti! Egar sungguh tak ingin melepas pandangannya dari wanita itu. Dia adalah anak perempuan yang dulu pernah bersamanya, malaikat yang selalu menjaganya. Egar tak percaya Fianer sekarang menjadi secantik ini. Menjadi bidadari yang anggun sekali. Egar tersenyum menatapnya. Matanya masih berwarna coklat terlalu muda seperti kaca, karena Egar selalu bisa melihat bayangannya di sana. Dulu mata itu selalu bersinar dengan cantiknya. Berbinar-binar saat bibir itu tersenyum dan tertawa. Tapi Egar tak bisa melihat binar itu lagi sekarang. Mata itu cantik, masih cantik, tapi seperti tidak ada nyawa. Egar tahu, itu semua salahnya. Semua karena kebodohannya. Karena dia lemah dan tidak bisa melindunginya. Egar tidak pernah bisa membuat wanita itu bahagia. Dia bahkan mengambil semua keceriaan yang wanita ini punya. Egar ingin sekali maju menangkup kedua pipi Fianer dan mencium kedua matanya. Dia ingin memeluknya dan bilang semua akan baik-baik saja. Tapi Egar tak bisa menyentuhnya sebanyak yang dia inginkan. Egar tidak bisa melakukannya sebelum Egar tahu Egar pantas untuknya. Saat Egar benar-benar ingin menyentuhnya, dia menoleh ke mobil Fianer dan tersenyum tipis melihat kerusakan yang dia timbulkan. Jalan takdir mereka lucu ya ... Kini keadaan berbalik seperti 8 tahun lalu, saat pertama kali mereka bertemu. Bedanya, Egar yang menabrak mobil Fianer sekarang. Egar tersenyum. Kini dia tahu bagaimana cara menyentuhnya. Egar mengambil dompet dan mengambil seluruh uang yang ada di dalamnya. Dengan hati-hati Egar mengambil tangan Fianer. Menggenggamnya sekilas untuk merasakan kehangatan tangan ini. Mengingat rasa tangan ini yang selalu mengusap kepala Egar saat tidur dipangkuannya. Tangan ini yang selalu Egar genggam. Egar bahagia bisa menggenggamnya lagi. Walaupun hanya sebentar. Egar membalik tangan Fianer dan dia buka telapaknya. Dan dengan tenangnya Egar banting seluruh uang yang dia ambil dari dompet ke telapak tangan itu. Mata cokelat terlalu muda itu bergerak karena terkejut.  “Maaf aku tidak sengaja. Ini untuk uang bengkel. Kalau masih kurang, sms saja kurangnya berapa. Nanti aku transfer.” Dan seketika tangan di genggaman Egar bergetar dan Fianer tersedak sambil menyembunyikan mata yang hampir merebak. Egar tahu Fianer sudah menahan tangisnya mati-matian. Menolak air matanya keluar. Membuat Egar tahu kerinduan dan siksaan batin yang dirasakannya karena tak bisa bertemu selama 5 tahun ini tak ada apa-apanya dibandingkan apa yang Fianer rasakan. Walaupun begitu, Egar mempercayainya. Wanita ini sangat kuat. Wanita ini tetap berdiri tegak sampai sekarang. Inilah dia. Wanita yang selama ini Egar perjuangkan. Dan akhirnya, Egar bisa melihat hal yang sangat dia rindukan selama ini. Senyum lebarnya ... --- Fianer bertahan berdiri di hadapan Egar. Tak ada yang tahu bagaimana sesaknya d**a, saat menatap tanpa bisa menyentuhnya. Menatapnya seperti orang asing dan tak bisa menyapanya. Menatapnya tanpa bisa mengatakan betapa rindunya dia. Betapa inginnya dia berada di samping laki-laki ini. Fianer tetap bertahan di tempat tanpa melakukan apa-apa. Dia hanya bisa menatap laki-laki itu dengan hati lega. Egar baik-baik saja. Dia hidup, dia sehat, dia terlihat lebih baik dibanding saat bersamanya. Fianer bisa melihat wajah Egar sudah berubah. Makin dewasa, makin matang, makin tampan. Fianer suka saat Egar menatapnya percaya diri sambil memasukkan tangan ke saku. Itu adalah Egar yang pertama kali dia lihat dulu. Egar yang kuat. Egar yang selalu angkuh menatap dunia. Egar yang sangat dia sayangi bahkan sampai sekarang. Laki-laki ini yang dulu dia kejar mati-matian, tapi pada akhirnya harus dia lepaskan. Melihatnya lagi membuat Fianer ingin tersenyum. Laki-laki ini kembali. Senang bisa melihatnya lagi. Bisakah Egar ada disekitarnya mulai sekarang? Fianer tidak berharap mereka akan bersama. Hanya cukup Egar ada di sekitarnya dan Fianer bisa melihatnya. Maka dia yakin dia akan baik-baik saja. Dada Fianer rasanya sesak. Tapi sesak ini sesak yang sangat dia rindukan. Dia bisa merasakan rasa selain sakit. Dia bisa merasakan rasa bahagia walau hanya melihatnya sebentar. Egar menoleh ke belakangnya kemudian tersenyum. Fianer tidak mau menoleh untuk mencari tahu apa yang Egar lihat. Karena dia ingin melihatnya sebentar lagi. Sebelum Egar benar-benar pergi. Fianer serasa tersetrum saat Egar menyentuhnya lagi. Sentuhan pertama mereka sangat sederhana. Egar hanya menggenggam tangannya. Genggaman yang sangat dia rindukan. Genggaman yang dulu selalu dia jadikan pegangan. Genggaman yang membuatnya tetap berdiri tidak jatuh lagi. Sayangnya dia sudah melepaskan genggaman itu sejak lama. Dan menggenggamnya lagi membuat Fianer tahu rasa ini masih tetap sama. Dia masih merindukan laki-laki ini. Masih ingin menggenggam tangan ini lebih lama lagi. Fianer bisa merasakan kehangatan tangan Egar dan nyaman dengannya. Saat Egar membalik tangannya, Fianer bisa merasakan jemari Egar meratakan telapaknya, membuatnya tergelitik. Dan ... setumpuk uang jatuh begitu saja di tangan Fianer. Pikirannya blank sejenak melihat uang berwarna merah dan biru entah berapa lembar di telapaknya. “Maaf aku tidak sengaja. Ini untuk uang bengkel. Kalau masih kurang sms saja kurangnya berapa. Nanti aku transfer.” Fianer tersedak ingin menangis. Dia bercanda? Fianer tersenyum lebar menyadari Egar masih ingat kata-katanya saat pertemuan pertama mereka dulu. Fianer menoleh dan menatap mobilnya yang penyok. Sama persis seperti yang dia lakukan 8 tahun lalu. Menabrak mobil Egar hingga ringsek. Fianer tertawa. Tapi kemudian Fianer tak bisa menahan lagi tangis yang terus menerus memaksa keluar. Fianer memalingkan muka, malu. Lalu Fianer mendengar Egar terkekeh. Fianer menoleh pada Egar yang tersenyum lebar padanya. “Itu baru cantik.” katanya. Fianer terdiam. Air matanya tak sadar sudah menetes. Tapi Egar seakan tak melihat. Egar justru berjalan melewati Fianer. Bahu mereka bersentuhan, membuat Fianer tersenyum menahan mulas di perut, menahan degup jantung yang seperti berlari, hingga darahnya ikut mengalir deras. Fianer berusaha membekap mulutnya agar tak ada isak yang keluar. Dia tak menoleh sama sekali saat laki-laki itu membuka pintu mobilnya dan masuk. Mesin mobil menyala dan Fianer tahu Egar sedang mencarikan tempat parkir untuk mobilnya. Di tempatnya, Fianer mencoba merogoh saku dan menemukan sapu tangan. Diam-diam menghapus air mata agar wajahnya tak acak-acakan. Saat menoleh ke mobil Egar, dia melihat bayangan dirinya di kaca dan berusaha merapikan rambut dan gaun serapi dan secantik mungkin. Hingga saat Egar kembali, Fianer sudah rapi. Saat Egar lewat, aroma tubuhnya menguar jelas dan membuat Fianer makin tersiksa karena hanya diam tanpa bisa memeluknya. Egar masuk ke mobil dan merapikan posisi mobilnya, lalu dia keluar lagi. Saat mereka berhadapan kembali, air mata Fianer sudah kering. Egar tersenyum, lalu menyerahkan kunci mobil milik Fianer . Fianer mengambilnya. Setelah itu, dengan tenangnya Egar berjalan lagi. Saat sampai di samping Fianer, Egar menepuk bahu Fianer lembut. Fianer menoleh dan mendapati Egar tengah tersenyum menenangkan padanya. Fianer ingin lebih lama bersamanya tapi Egar berjalan lagi melewati Fianer begitu saja. Fianer berbalik dan melihat laki-laki itu masuk ke dalam hingga menghilang. Melihat punggung itu Fianer tersenyum dan terkekeh. Dia baru sadar kalau uang Egar masih di tangannya. Hhh, bodoh. Bukankah seharusnya Fianer mengambil batu dan memecahkan kaca jendela mobil Egar, lalu mengembalikan uang ini? Fianer mendengus sambil tersenyum. Lalu tertawa lebar, tak habis pikir bagaimana bisa begini kebetulannya pertemuan pertama mereka dengan 8 tahun lalu. Fianer menghela nafas. Lalu tersenyum lagi.        
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD