chapter 4

1047 Words
Lauren duduk di meja sarapan bersama keluarga. Masih seperti biasa, sunyi tanpa ada pembicaraan. Semua terlihat tidak ingin membicarakan apa pun. Karena setiap membicarakan sesuatu pasti akan terputar soal anak. Lalu berakhir dengan keributan antara Gail dan Fabian.             “Permisi,” sapa Melanie dengan hormat. Semua menoleh pada Melanie dan menatapnya. Wanita itu terlihat sangat canggung dan menundukkan kepalanya.             “Saya... setuju dengan... keinginan tuan besar,” ucapnya. Fabian pun terlihat menatap marah pada Melanie. Tapi perempuan itu tidak melihatnya karena dia hanya menundukkan kepalanya. Tidak ada perkataan apa pun dari semuanya. Fabian memilih beranjak dari ruang makan dan meninggalkan semua orang.   Lauren mencoba untuk mengejarnya dan menangkap tangan Fabian agar dia berhenti. Pria itu terlihat kesal dan merasa dipermainkan. Lauren tetap menggenggamnya dan memeluk kekasihnya itu dengan sangat erat.             “Aku tahu kamu percaya aku akan mengandung anakmu suatu hari nanti. Tapi tidak untuk ayah kamu. Dia merasa ragu dengan itu. Walau pun kita mampu untuk membuat bayi tabung, tapi itu pun beresiko gagal. Aku takut untuk gagal, sayang. Aku mohon, ini memang menyakitkan, tapi ini satu-satunya jalan untuk kita,” ucap Lauren. Fabian mencoba melepaskan pelukan istrinya itu dan menatapnya.             “Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan kalian semua. Aku merasa kalian semua sudah menjadi orang gila,” ucap Fabian. Lauren pun menundukkan kepalanya. Fabian hanya menghela napas dan pergi tanpa berkata apa pun. Lauren pun mengikuti suaminya itu yang pergi meninggalkan Lauren   **** Melanie duduk di kasurnya dan menghela napasnya yang terasa sangat berat. Lauren menemuinya tadi pagi dan memintanya secara langsung agar dia mau memberikan anak untuk keluarga Aiden. Melanie tahu dia sudah berhutang banyak pada keluarga ini. Tapi, apa dia harus menyerahkan harga dirinya? Mommy pun tidak berkata apa pun, dia seakan menyerahkan pilihan pada dirinya sendiri. Tapi Lauren datang dan mengatakan sesuatu yang membuatnya terdiam.             “Aku tidak bermaksud untuk mengancammu, tapi aku melihatmu membantu Sam saat dia pulang dalam keadaan mabuk,” ucap Lauren.             “Itu sudah pekerjaanku, nona,” kilah Melanie. Lauren menarik napas dan menghelanya. Tangannya terlipat di dadanya dan menatap Melanie dengan lekat.             “Aku rasa bukan hanya kamu yang pernah jatuh cinta, Melanie.”             “Aku tidak...”             “Kamu adalah kepala pelayan di rumah ini. Kamu bisa menyuruh pelayan lain untuk membantunya. Bahkan di depan ada dua penjaga yang siap membantunya. Tapi kamu tetap membawanya sendiri ke dalam. Kita sama-sama perempuan dan kita pun tahu seperti apa caranya menyembunyikan perasaan. Tapi kita tidak bisa menyembunyikan rasa khawatir dan perhatian kita,” ucap Lauren. Melanie pun memucat dengan perkataan Lauren.             “Apa sebenarnya yang kamu inginkan?” tanya Melanie.             “Aku tidak datang untuk mengancammu. Aku hanya ingin memberikan dua pilihan untukmu. Kamu menyetujui keinginan dad, atau kamu mengatakan pada Sam tentang perasaanmu,” ucap Lauren. Melanie pun terdiam dengan perkataan Lauren. Wanita ini sepertinya sudah gila. Lauren pun berbalik dan meninggalkan Melanie yang terdiam. Dan di depan pintu pun dia kembali berhenti.             “Mungkin kamu berpikir aku sudah gila. Karena meminta wanita lain untuk tidur dengan suamiku. Sepertinya memang begitu. Aku sudah gila, karena perasaan takutku. Dan aku sangat takut kehilangan Fabian. Karena aku sadar aku tidak akan pernah bisa memberikannya anak,” ucap Lauren sebelum akhirnya dia pergi dari kamar Melanie. Di dalam kamar pun Melanie seakan berpikir dengan sangat keras. Dia tidak mungkin mengatakan pada Sam soal perasannya. Karena pria itu masih mencintai satu wanita. Walau wanita itu sudah meninggalkannya. Dan tidak mungkin dia mengharapkan pria itu.   **** Fabian pulang setelah tengah malam. Lauren hanya memperhatikan suaminya itu yang tidak juga mau bicara. Lauren tetap mendekatinya. Mengambilkan pakaian untuknya dan meminta pelayan untuk membawakan makana untuk Fabian. Tapi pria itu tidak berbicara sepatah kata pun padanya.   Pria itu pun makan tanpa bertanya apa pun padanya. Lauren hanya menghela napas dan pergi mandi. Dia menyegarkan tubuhnya dan keluar dengan lingerie berwarna hitam. Lauren mengeringkan tubuhnya dan melihat Fabian tidak menghabiskan makanannya. Pria itu menaruh makanan di samping nakas dan pergi tidur. Lauren menarik napas dan menahan air matanya. Dia berjalan ke sisi Fabian dan tidur di sebelahnya. Tangannya membelai pipi Fabian, berjalan pada hidung dan bibirnya.   Dia pun tidak pernah membayangkan akan berbagi semua ini pada orang lain. Dia pun terluka dengan semua ini, tapi tidak ada pilihan lain untuknya. Lauren pun terisak. Dia tidak bisa menahan air mata dan isakkannya. Fabian membuka matanya dan melihat istrinya itu menangis.             “Kamu sendiri terluka karena semua ini. Dan kamu masih memintaku untuk tidur dengan wanita lain?” tanya Fabian. Lauren menghentikan isakkannya, tapi tidak air matanya.             “Semua ini bukan untuk kita, Fab. Ini untuk orang tua kamu,” ucap Lauren. Fabian tidak berkata apa pun dan memilih memeluk istrinya itu. Lauren pun menangis dalam pelukan Fabian. Tapi dia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. ****** Lauren berjalan di sepanjang river thames. Tangannya ia masukkan ke dalam outerwear untuk menghilangkan hawa dingin. Hari ini tidak ada salju yang turun, tapi angin terasa kencang. Fabian sudah Ia merasa bosan di rumah dengan semua hal yang membuatnya pusing. Menikmati angin sore di river thames. Lauren berjalan kaki di sepanjang jalan river thames. Semenjak Fabian memberhentikannya sebagai sekretaris, Lauren menjadi tidak memiliki pekerjaan. Dan setiap kali dia ingin membantu di rumah besar. Sudah banyak pelayan yang bersiap untuk mengambil pekerjaannya. Bahkan saat Lauren ingin mengambil orange juice saja, pelayan akan menyuruhnya untuk menunggu di ruang tengah dan membawakan untuknya. Dan itu membuat Lauren merasa tidak nyaman.   Lauren berjalan menuju tempat taksi yang cukup jauh. Fabian masih sangat sibuk, sampai-sampai tidak sempat membalas pesannya. Jadi Lauren memilih untuk pulang dengan taksi. Tadi Naora sempat menyuruhnya untuk membawa mobil, atau di antar dengan supir. Tapi Lauren lebih memilih pergi dengan taksi. Dia tidak tahu ke mana tujuannya saat ini. Hingga River thames kembali menjadi tempat tujuannya. Baru saja Lauren berniat menghentikan taksi, sebuah mobil sudah berhenti di depannya. Pria di dalam mobil itu keluar membuatnya bingung.   Fabian menghampiri Lauren dan mengecup keningnya. Lauren pun tersenyum dengan kehadiran suaminya itu. Dia akan mencintai suaminya di setiap kehidupan. Fabian membawa Lauren ke dalam mobil dan mencium bibirnya.             “Maaf aku tidak membalas pesanmu. Aku benar-benar pusing dengan semua pekerjaan,” ucap Fabian.             “Salah sendiri kamu memecat sekretaris terbaikmu,” ejek Lauren. Fabian pun menatap istrinya yang sedang meledeknya. Dia pun tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Fabian kembali mengemudikan mobilnya. ****  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD