MISSING

2320 Words
Joo Heon dan Kihyeon sampai di area parkir gedung NCA bersamaan. Joo Heon turun dari mobil begitu pun Kihyeon yang langsung menghampiri Joo Heon. "Kau baru datang?" tegur Kihyeon. Keduanya berjabat tangan dan saling merapatkan bahu sekilas, menandakan bahwa mereka tidak bertemu dalam waktu yang cukup lama. "Kapan Hyeong datang?" "Tadi malam. Bagaimana keadaan di sini?" "Tidak ada perubahan." Kihyeon tersenyum tipis, dan perhatian keduanya teralihkan oleh sebuah mobil yang baru saja memasuki area parkir bawah tanah. Wakil Leader Team Divisi 4, Hong Joo Chan. Pemuda itu harus mengambil alih divisinya sejak kepergian Lim Chang Kyun. Ya, itulah jalan yang telah diambil oleh Joo Chan. Tetap berada di jalan Tuhan dan melepaskan Leader Team-nya, Lim Chang Kyun yang sudah menghilang sejak satu bulan yang lalu. Bahkan tidak ada satu orang pun yang berhasil melacak keberadaan Chang Kyun. Dia menghilang, tanpa jejak, tanpa alasan dan tanpa kata perpisahan. Dan sejak beberapa hari yang lalu, meski Direktur sendiri masih sangat mengharapkan bahwa Chang Kyun akan kembali. Tapi keputusan harus tetap dibuat. Direktur NCA tidak bisa mengabaikan divisi hanya untuk menunggu seseorang yang belum tentu akan kembali. Keputusan akhir yang dibuat organisasi ialah, bahwa Leader Team Divisi 4, Lim Chang Kyun telah dilepas dari jabatannya secara sepihak atas ketidak bertanggung jawabannya pada divisinya. Dan para petinggi organisasi saat ini tengah mengadakan seleksi untuk Leader Team Divisi 4 yang baru. Joo Chan keluar dari mobilnya dengan wajah murung seperti satu bulan terakhir ini. Joo Chan yang menyadari keberadaan Joo Heon dan Kihyeon yang berada tidak jauh darinya pun segera menundukkan kepalanya sekilas sebagai pengganti ucapan salam. "Joo Chan, kau sudah makan?" tegur Joo Heon. "Ya." Dan seperti biasa, jawaban Joo Chan selalu pendek dan setelah itu dia pasti akan pergi. "Aku permisi." Joo Chan menundukkan kembali kepalanya sebelum pergi. Namun langkahnya terhenti karena lagi-lagi Joo Heon bersuara. "Dia belum menghubungimu?" Joo Chan mendengarkan namun tidak berbalik. Pemuda itu kemudian berucap, "organisasi sudah melakukan seleksi untuk pengangkatan Leader Team yang baru. Akan lebih baik jika kita berhenti membahas orang lama yang sudah menghilang untuk menjaga perasaan orang baru ... aku permisi." Joo Chan melangkahkan kakinya kembali. Joo Heon melihat kepergian Joo Chan dengan tatapan khawatir, dan Kihyeon yang berada di sampingnya menyadari hal itu. Kihyeon tidak lagi heran dengan hal itu karena setiap kali Joo Heon bertemu dengan Joo Chan, Joo Heon selalu mengingatkan Joo Chan agar pemuda itu makan tepat waktu. Saat Kihyeon menanyakan alasannya, Joo Heon mengatakan bahwa Chang Kyun selalu mengatakannya saat bertemu dengan Joo Chan. Joo Heon hanya ingin setidaknya sedikit mengisi kekosongan di hati Joo Chan saat Chang Kyun tiba-tiba menghilang. Karena bukan hanya Joo Chan yang merasa kehilangan di sana. Semua orang di Divisi 4 pasti kehilangan. Terutama Joo Heon. Dia bahkan belum sempat menyelesaikan masalah mereka dan sekarang Joo Heon baru sadar jika peringatan Chang Kyun padanya sesaat sebelum pemuda itu pergi sepertinya benar-benar serius. "Dia terlihat berbeda. Sepertinya dia kehilangan banyak berat badan sejak terakhir kali aku melihatnya," ujar Kihyeon yang masih menatap punggung Joo Chan yang semakin terlihat mengecil. "Chang Kyun terlalu perhatian pada anak itu, jelas jika dia merasa kehilangan. Setidaknya dia harus mengatakan selamat tinggal sebelum pergi atau sampai jumpa jika dia berniat kembali." Kihyeon menyadari kesedihan di mata Joo Heon. Semuanya semakin sulit sejak Chang Kyun menghilang, bahkan Joo Heon lebih sering berada di Cyber Room dibandingkan dengan berada di divisinya sendiri. Bukan hanya Joo Chan, Joo Heon sendiri sepertinya telah kehilangan banyak berat badannya. Kihyeon kemudian tersenyum ke arah Joo Heon, sekedar untuk memberi penyemangat. Dia kemudian menggandeng lengan Joo Heon dan sedikit menariknya agar berjalan bersama, karena ingin merangkul bahunya pun juga cukup sulit. Apalah daya dia yang bertubuh mungil meski dia seseorang yang lebih tua. Dia hanya bisa mendapatkan lengan Joo Heon saat tak ingin menyusahkan diri sendiri. "Aku dengar putra Direktur mengikuti seleksi. Apa Direktur berencana memasukkannya ke Divisi 4?" Kihyeon memulai pembicara kembali di sela langkah mereka dan tangan Kihyeon sudah tidak lagi memegang lengan Joo Heon. Karena jika ada yang melihatnya, rumor negatif bisa saja muncul dalam organisasi. "Organisasi akan membentuk divisi baru. Siapa yang tahu apa yang tengah mereka rencana? Mereka selalu memiliki pikiran yang berubah-ubah. Lagi pula ... anak itu sudah sering mondar-mandir di kantor tanpa status. Aku juga sering melihatnya berbicara akrab dengan Chang Kyun. Memang keputusan yang baik jika dia berada di Divisi 4. Setidaknya dia mengenal Chang Kyun dan tahu bagaimana cara kepemimpinanya." Kihyeon menganggukkan kepalanya, sependapat dengan Joo Heon. "Kau akan ke divisimu?" "Aku akan mampir ke Cyber Room sebentar." "Kau terlalu lama berada di sana. Jika memang berat, katakan saja pada Direktur. Dia memiliki anak-anak muda yang berbakat " Kihyeon memberi saran. "Aku sudah membuat sistem keamanan cyber yang baru dan sampai sekarang semuanya masih aman. Bagaimanapun juga aku ini kakaknya. Kemampuanku tidak mungkin berada jauh di bawahnya " Joo Heon tersenyum tipis. Bukan untuk sebuah kebanggaan, melainkan sebuah harapan. "Aku akan menunggu sampai dia kembali. Selama itu ... aku akan membiarkan kursinya tetap kosong. Karena dia pasti kembali—suatu hari nanti." Battle Of Two Cyber God. [Missing] Gangnam, 23.11. "Jika kau pergi, jangan kembali lagi ke sini. Aku tidak berniat menampung gelandangan sepertimu." Sebuah seringaian mengarah pada sebuah pintu di mana terdapat dua orang berbadan kekar yang berdiri di samping pintu seakan tengah menjaga pintu tersebut. Satu bulan berlalu. Kang Tae Hyeong, pemuda yang dengan senang hati melompat ke sungai Han satu bulan yang lalu itu bangkit dari kematiannya untuk membalaskan dendamnya. "Lihat saja nanti, kalian tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa Akan aku bakar kalian semua hidup-hidup" gumamnya. Langkah kaki itu mulai berjalan ke arah pintu yang dijaga oleh dua pria dewasa berbadan kekar. Kang Tae Hyeong dengan jaket oversize-nya melewati kedua penjaga tersebut tanpa gangguan setelah memamerkan senyum lebarnya seakan mereka sudah akrab sebelumnya. Suara dentuman musik menggema di seluruh ruangan. Senyuman itu semakin melebar seakan tengah menikmati suasana. Tae Hyeong berjalan melewati beberapa orang yang tengah asik menari di tengah ruangan dan setelah perjalanan yang penuh perjuangan, dia menaiki anak tangga yang tidak terlalu tinggi dan menghampiri sang DJ yang mengontrol alunan musik di sana. Tae Hyeong berdiri tepat di samping pria tersebut dan menepuk bahunya, membuat seseorang tersebut menoleh dan membelalakkan matanya tidak percaya melihat keberadaannya di sana. "Hyeong, kau masih hidup?" sapa Tae Hyeong pada pria yang terlihat lebih tua dibandingkan dirinya. Meski tidak mendengar suara Tae Hyeong pria tersebut bisa membaca gerak bibir Tae Hyeong. Dia kemudian melepas headphone yang menutupi telinganya. "Kang Tae Hyeong? Benarkah kau Kang Tae Hyeong? Tidak, tidak. Bukankah kau sudah mati?" Tae Hyeong tersenyum lebar. Bukan karena mendengar perkataan pria di hadapannya itu, melainkan dia sendiri tidak tahu apa yang sedang pria itu bicarakan. Terlebih lagi pria itu berbicara sembari menggelengkan kepala. "Apa yang terjadi?" pria itu tiba-tiba memegang kedua bahu Tae Hyeong. "Aku dengar Bos Besar membunuhmu." Kali ini Tae Hyeong baru mendengarnya. "Ah ... benar, dia memang sudah membunuhku." Tae Hyeong menyingkirkan tangan pria itu dan melangkah maju, memutus jarak antara keduanya. Tae Hyeong lantas berbisik tepat di telinga pria itu. "Bawa mereka semua keluar, jangan sampai terlewatkan. Aku hitung sampai sepuluh menit." Pria di hadapan Tae Hyeong membelalakkan matanya. Sedangkan Tae Hyeong tersenyum simpul. "Apa yang ingin kau lakukan?" Bukannya menjawab, Tae Hyeong malah menepuk bahu pria itu dan berjalan pergi. "Dia sudah gila," ujarnya pria itu tak percaya. Dia kemudian menepuk seseorang di sampingnya tanpa menoleh ke arahnya. "Kita pergi dari sini. Bocah gila itu berencana menghancurkan tempat ini." "Kau bilang apa?" ujar seseorang di sampingnya dengan sedikit berteriak. Pria itu menoleh dan memukul kepala rekannya dengan kesal. Lalu berteriak, "jika kau tidak ingin mati, pergi dari sini, Bodoh!" Tae Hyeong berjalan santai memasuki bangunan klub malam di ibu kota lebih dalam lagi seakan dia sudah akrab dengan setiap pintu yang berada di sana. Dia menghentikan langkahnya dan sedikit melongokkan kepalanya ke dalam sebuah ruangan yang berada di hadapannya. Suara gelak tawa yang bersahutan berhasil menarik pendengaran Tae Hyeong. Sebuah seringaian mengarah pada sekumpulan pria paruh baya yang tengah asik berbicara. Tae Hyeong kembali menarik kepalanya dan bersandar di dinding. Dia merogoh ponselnya, kurang tiga menit dari waktu yang ia katakan sebelumnya pada pria yang ia temui di depan. Tapi bukan berarti dia benar-benar akan melakukannya setelah sepuluh menit berlalu. Tae Hyeong tersenyum penuh kemenangan dan bersandar tepat di pintu seakan sengaja ingin menampakkan dirinya pada semua orang. "Hyeong ... apa kalian bersenang-senang tanpa aku?" Suara lantang Tae Hyeong membuat semua orang serempak menoleh ke arah pintu dan salah satu dari mereka sempat tersedak sedangkan lainnya tampak begitu terkejut sekaligus ketakutan dalam waktu yang bersamaan. "K-ka-kau ... k-ke-kenapa? Kenapa bisa di sini? Bukankah kau sudah mati?" Seulas senyum lebar dilontarkan oleh Tae Hyeong. "Begitu ya ... aku tidak ingat apa-apa setelah itu. Tapi ... aku masih ingat tentang hal yang lain." "H-hal lain apa? K-kau kau sudah gila! Sebenarnya kau ini masih hidup atau sudah mati?" "Bagaimana_ ya? Ahh ... aku tahu ... bagaimana kalau kalian menyebutku zombie? Bagaimana? Jelas, bukan?" "Kau sudah gila! Berhenti bermain-main dengan kami!" hardik salah satu pria di sana. "Aigoo ... kalian ini. Pantas saja cepat tua." Tae Hyeong merogoh saku jaketnya sembari berucap, "apa si tua bangka itu sudah membayar asuransi kalian?" "Untuk apa kau menanyakan hal itu?" Lagi, pemuda itu menyeringai seakan itu adalah cara tersenyum terbaiknya. Dengan santai ia berucap, "karena aku akan membakar kalian hidup-hidup di tempat ini." "Kau! k*****t kau? Sekarang aku akan benar-benar membunuhmu." Seseorang hendak menghampiri Tae Hyeong, namun Tae Hyeong malah melempar sesuatu ke arah pria itu yang secara refleks menangkap benda itu. Pria itu melihat ke arah benda bulat seukuran genggaman tangannya itu. "Apa ini?" "Tangkapan bagus." Tae Hyeong menunjukkan sebuah benda menyerupai cincin namun lebih besar dari cincin pada umumnya dan wajah semua orang di sana seketika memucat. "Ya! Kau jangan gila! Jangan bermain-main dengan benda itu. Jangan jatuhkan!" "Selamat tinggal," seringai di wajah Tae Hyeong melebar. "Ya! Kang Tae Hyeong, berhenti kau! Kau!Apa yang kau lakukan? Buang benda itu." Tae Hyeong tersenyum penuh kemenangan, membuang benda kecil di tangannya dan tepat setelah benda tersebut menyentuh lantai. Boom ... Terdengar suara ledakan dari arah belakang. Bahkan dinding di sekitar pintu sampai runtuh, dan setelahnya kepulan asap mulai merambah keluar. Tak berhenti sampai di situ, Tae Hyeong benar-benar serius dengan aksinya. Pemuda itu kembali mengambil granat tangan dari dalam sakunya dan melemparnya ke setiap ruangan yang ia lewati. Dan sakan-akan ledakan tersebut ikut berjalan di belakang Tae Hyeong. Tapi tepat di lemparan terakhir, Tae Hyeong terlonjak kaget dan mengangkat sebelah kakinya sembari membungkukkan badannya dan menutupi telinganya. Namun senyum kemenangan tersebut kembali terlihat di wajahnya meski raut wajahnya sempat menegang karena terkejut. "Hoey ... Pak Tua? Kau masih di sini?" teriak Tae Hyeong. Tae Hyeong kembali menapakkan kakinya di ruangan di mana dia berbicara pada pria sebelumnya. Dan tentunya ruangan tersebut sudah kosong. Hanya kepulan asap yang memenuhi ruangan tersebut karena api belum menyambar ke tempat itu. Tae Hyeong menoleh ke belakang dan tersenyum puas. Sepertinya dia benar-benar berhasil membakar hidup-hidup beberapa orang di dalam sana. "Kalian pikir bisa hidup setelah mengkhianatiku? Jangan berharap aku akan membersihkan kotoran kalian." Tae Hyeong tertawa pelan untuk beberapa detik. "Para sampah itu." Tae Hyeong kemudian kembali berteriak. "Hoey ... Pak Tua! Mari kita tidak bertemu lagi, aku akan mengambil bagianku setelah ini. Aku pergi!" Tae Hyeong lantas membawa senyum kemenangannya menuju pintu keluar, sebelum dia sendiri ikut terjebak di sana. Dia mengeluarkan granat terakhirnya dan membuangnya ke arah belakang setelah dia mengambil benda kecil yang berada di ujung granat tersebut. Tapi kesalahan tiba-tiba terjadi. Kesalahan yang benar-benar fatal. Karena tidak berhati-hati, Tae Hyeong sempat tersandung dan hampir jatuh. Namun masalah sebenarnya bukan karnea itu. Melainkan karena benda kecil di tangannya yang terlepas begitu saja dari tangannya. Tae Hyeong membelalakkan matanya ketika melihat benda kecil itu melayang dan sudah bisa dipastikan akan segera mendarat ke lantai. Menyadari hal itu, Tae Hyeong segera berlari sembari menoleh ke belakang. Namun bahkan langkahnya terlalu berat jika dibandingkan dengan benda kecil yang terjun bebas menuju lantai dansa. Dan tepat setelah benda itu bersentuhan dengan lantai. "Tidak!" Boom ... Kang Tae Hyeong ikut terpental bersama beberapa properti saat ledakan terjadi tepat di belakangnya dan berhasil membuat tubuhnya menghantam dinding ruangan dengan cukup keras hingga membuatnya meringkuk di lantai. Sudah berakhir? Perlahan jemari itu bergerak, kepala pemuda itu terangkat untuk melihat ke sekeliling ruangan. Jika sebelumnya hanya asap, sekarang ruangan itu di kelilingi oleh api yang sudah siap melalap apapun yang berada di dekatnya. Sebuah u*****n dan tawa ringan terdengar dari seorang pemuda yang bahkan baru saja keluar dari zona kematiannya dan menghampiri kematian dengan suka rela untuk yang kedua kalinya. Tae Hyeong membalik tubuhnya dengan bersusah payah dengan napas berat yang terputus-putus. Melihat langit-langit gedung yang tersamarkan oleh asap. Pemuda itu menarik sudut bibirnya, sedangkan tangannya mengambil sesuatu dari dalam sakunya. Mengambil sebuah ponsel, Tae Hyeong menghubungi seseorang dan mendekatkan benda pipih itu ke telinga sembari berusaha untuk berdiri. Namun terkutuklah darah yang mengalir di daerah sekitar keningnya yang memberatkan kepalanya. "Ya! Bisakah kau datang ke sini? Sekali saja ... setelah ini aku tidak akan mati lagi." "Tidak mau. Aku sudah mengatakan bahwa aku tidak ingin terlibat dengan gelandangan sepertimu," suara berat seorang pria menyahut dan terdengar tak peduli. Menahan rasa sakit, Tae Hyeong berbicara dengan nada memohon, "kali ini aku serius. Aku bisa mati ... aku mohon, bantulah aku sekali lagi. Aku ... aku akan memberikan sebagian uangku padamu jika kau membantuku. Kau dengar itu? Cepat ... datanglah kemari." Tae Hyeong segera menunduk ketika terjadi ledakan di belakangnya. "Cepat datang kemari. Aku tidak akan bisa mengambil uangku jika tertangkap polisi." Tae Hyeong memutuskan sambungan secara sepihak. Berjalan dengan berpegangan pada dinding, Tae Hyeong berusaha keluar dari bangunan itu sebelum dia benar-benar ikut terbakar bersama gedung itu. Persetan dengan polisi yang mungkin sudah berada di depan sana. Lagi pula polisi tidak akan mengira bahwa dia lah orang yang sudah membakar gedung. "Aku benar-benar tidak beruntung."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD