Kakek Jahat

1529 Words
"Tuan, jangan kenceng-kenceng larinya nanti jatuh" Isna menegur Fritz yang berlarian di ruang tamu. "Kejal aku kak...ayo…" ucap Fritz kecil sambil berlari "Fritz pelan-pelan sayang" tegur Alana yang menuruni anak tangga "Unti tangkap aku..ayo…" celoteh Fritz "Fiz nanti jatuh lo,udah berhenti larinya" Alana menegur lalu berbalik arah menuju ke dapur belakang. "Kak ayo...kejal aku.."rengek Fritz pada Isna "Nggak boleh tuan, nanti kalau jatuh sakit lo" ucap Isna dengan wajah di buat meringis "Nanti Fiz yang obati kalau takit" ucap Fritz keukeuh. Isna yang mendengar ucapan tuan mudanya hanya geleng-geleng kepala. "Ini bener-bener keturunan tuan Richard" batin Isna "Kakak Isna..ayo cepetan kejal Fiz" teriak Fritz. "Tuan aw……" Brak Pranng "Tuan muda ya Allah" Isna berlari cepat menolong Fritz yang terjatuh dan tak sengaja menabrak gucci kesayangan tuan besar John. "Kak takit hikks hikks hikks" "Udah nggak papa sayang, ayo berdiri kita obati kakinya yang sakit" Isna mengangkat tubuh Fritz dan membawanya ke kamar namun langkahnya terhenti di anak tangga kedua ketika mendengar suara bariton yang menakutkan mengumpat namanya lebih tepatnya tuan mudanya. "Dasar anak ********" Suara itu menyahut tepat di belakang mereka. Fritz yang berada dalam gendongannya semakin mengeratkan pelukannya pada Isna dengan tangis yang tertahan. Isna mencoba menetralkan detak jantungnya yang berdebar kencang. Entah mimpi apa ia semalam hingga mendapati kenyataan buruk hari ini. "Lepaskan anak ****** itu" suara kakek John semakin membuat keduanya gemetaran. Dengan perlahan Isna melepaskan rangkulan Fritz tapi dengan sekuat tenaga Fritz mengeratkan pelukannya. "Engg...nggak mau kak takut" ucap Fritz di sela isak tangisnya Tap tap tap Derap langkah lebar itu semakin mendekat belum sempat Isna mengeratkan pelukannya pada Fritz, tiba-tiba saja tubuhnya terhuyung ke belakang. Isna jatuh terguling, dengan sekuat tenaga ia mendekap Fritz agar tidak terbentur lantai. Tapi naas saat tangannya terulur hendak memegang tiang di sisi tangga justru kepalanya terbentur ke lantai, seketika semua menjadi gelap. Kakek tuan John yang sudah kalap menarik paksa Fritz dalam dekapan Isna tanpa peduli pada kondisi Isna yang sudah tidak sadarkan diri. Plak Trash Trash Kakek tua John menampar pipi dan memukul betis Fritz kecil dengan ikat pinggang. "Dasar anak *******" umpat nya seraya hendak melayangkan ikat pinggang lagi tapi urung saat mendengar suara lantang dari putri semata wayangnya. "CUKUP PAPA" teriak Alana dengan sorot mata kebencian "Belum cukupkah kau menyiksa kak Keenan dan aku?" "Langkahi dulu mayatku sebelum papa siksa anak tak bersalah" tantang Alana dengan tatapan nyalang pada kakek John. "Apa salah Fritz padamu pa? APA?" teriaknya lantang dengan lelehan air mata sembari mengangkat tubuh Fritz yang sudah limbung tak sadarkan diri. "Fritz, bangun nak, ini unty, Fritz bangun hikss hikss Fritz bangun nak" "Tarjo, Minah, Sri, Cla " teriak nya lantang memanggil para asisten rumah. "Papa akan menyesali semua nya suatu saat nanti, ingatlah karma akan di bayar kontan" Ucap Alana pada papanya sembari berlalu membopong tubuh Fritz. Tuan John diam seribu bahasa ketika melihat sorot kebencian dari sang putri. Ada rasa bersalah bersarang dalam hatinya melihat asisten serta Fritz yang tak sadarkan diri karena perbuatannya. Namun lagi-lagi egonya lebih mendominasi akal sehatnya. Cla dan Sri sibuk membopong tubuh Isna ke dalam mobil untuk dibawa ke rumah sakit. "Bik Minah tolong temui mama sekarang di butik" titahnya. "Baik nona" Dua mobil keluar dari rumah megah bak istana itu menuju ke rumah sakit. Sepanjang jalan Alana menangis melihat kondisi Fritz yang memilukan. "Kau anak kuat Fritz, bangunlah jangan buat unty takut hiks hiks hikss" "Nona ada telepon dari nomor tak dikenal sepertinya bukan kode negara kita" ucap Cla pada Alana "Jawablah, jangan katakan apapun selain aku sedang ada deadline di kampus saat ini" titah Alana "Baik nona" "Ya tuhan, apa dosa ku hingga papa sebegitu teganya menyiksaku, ibu, dan juga kak Keenan lalu sekarang anak tak bersalah ini pun harus mendapatkan hal tak manusiawi dari papa!" batin Alana miris. "Nona, ini dokter Hanna menghubungi anda" "Katakan aku sedang dalam perjalanan dan siapkan semua perawatan untuk Isna dan Fritz." "Baik" "Cla lakukan tugasmu malam ini, jangan sampai pria tua bangka itu sampai menyentuh Fritz dan Isna selagi mereka dalam perawatan" "Baik nona" "Dan satu lagi, jika kak Keenan dan tuan Richard menghubungi ku katakan saja jika aku sibuk mempersiapkan ujian kedokteran ku dan aku ingin tenang." "Baiklah nona" "Apa bodyguard yang kau latih sudah di beri tugas?" "Sudah nona" "Kita sampai nona" ucap sang sopir saat mereka sudah memasuki gerbang rumah sakit. Alana menggendong tubuh Fritz masuk ke dalam UGD. "Nona silakan tunggu di luar kami akan melakukan pemeriksaan pada para pasien" ucap petugas "Lakukan yang terbaik untuk adikku dan keponakanku" "Baik nona" Alana duduk di kursi tunggu dengan perasaan was was. Berulang kali ia menghubungi sang mama dan bik Minah tapi tak ada jawaban. Tap tap tap Suara langkah pelan menuju ke arahnya, ia menoleh dan hanya melihat bik Minah saja dengan raut wajah penuh kecemasan dan sorot mata lelah. "Dimana mama bik?" "Nyonya pulang ke rumah, dan saya dilarang pulang kerumah sebelum memastikan kondisi tuan muda dan Isna" Alana menghela nafasnya kasar, ia tahu alasan mamanya memilih pulang kerumah, sudah dapat Alana pastikan jika pertengkaran itu terjadi lagi dan lagi. "Bik, bisa gantikan saya menjaga mereka disini kan, ada Cla dan juga Sri, saya akan pulang sebentar bersama Tarjo dan hubungi saya jika ada apa-apa" "Apa nona yakin akan pulang kerumah?" tanya bik Minah khawatir Alana tersenyum samar " yakinlah semua akan baik-baik saja bik, doakan ya" ucapnya memegang pundak wanita paruh baya itu. "Baiklah jika itu mau nona, berhati-hatilah" "Ya terimakasih, aku pulang Bik, Sri, Cla aku titip Isna dan Fritz pada kalian" "Baik nona" jawab Sri dan Cla berbarengan. Alana melangkah keluar melewati koridor rumah sakit, ia berbelok ke arah lift menuju lantai lima tempat ruang VVIP berada. Ting Lift terbuka dan Alana segera masuk ke dalam, di saat yang sama seorang pria muda juga masuk menyusul di belakang nya. Ting Lift terbuka Alana keluar tanpa menghiraukan tatapan heran pria yang bersamanya tadi di lift. Kakinya melangkah pelan menuju ke sebuah ruangan khusus. Ia membuka pintu dengan passcode yang hanya ia dan sang mama yang tahu. Alana masuk dan mengunci pintu dari dalam. Pandangannya mengedar ke seluruh ruangan yang didominasi warna putih dengan tirai hijau. Ada sebuah kasur ukuran sedang dan sebuah lemari kayu berukuran cukup besar dengan ukiran klasik berdiri di sisi kanan kasur. Alana membuka lemari dan mengambil sepasang pakaian ganti. Setelah berganti pakaian Alana keluar dan berjalan menuju ke lantai dasar. "Tarjo ayo pulang" "Baik nona" Sementara itu di dalam rumah bak istana itu, Tuan John dan Nyonya Kris terlibat pertengkaran hebat. "Ingatlah John kau akan menyesali semuanya, hanya karena kebencianmu pada mendiang Sarah kau limpahkan semua pada kami. Ingatlah John Sarah bukan wanita licik seperti yang kau pikirkan, justru sebaliknya wanita licik itu orang tuamu sendiri Jhon Emmanuel" "Cukup!! kau selalu saja menghina mendiang orang tuaku Kris, kalau bukan karena mereka kau tak akan bisa berada di rumah ini. Kau yang seharusnya sadar diri Kris" "Ahhaa" Nyonya Kris tersenyum smirk "Kau pikir ini rumahmu lalu kau berhak mengatur serta menindasku dan anak cucuku?" "Diam" bentak tuan Jhon merasa kalak telak "Aku tak akan tinggal diam selama aku masih hidup" "Kau sungguh wanita keras kepala Kris" "Ya aku memang keras karena aku pantas menerima kebenaran." "Kau pikir aku salah hah?" hardik Tuan Jhon "Kau tidak salah Jhon, hanya saja otak kecil dan hatimu belum bisa menerima kebenaran, kau hanya takut, takut untuk menerima kenyataan" balas Nyonya Kris dengan tatapan nyalang "Diam kau…." "Lanjutkan Pa, atau papa ingin melihat aku dan ibuku mati di hadapanmu lalu kau mendekam di penjara di sisa umurmu yang sudah tua renta!" bentak Alana yang masuk begitu saja. "Kau…." tunjuknya pada Alana "Apa?" tantang Alana menatap benci pada sang papa. "Jika papa tak mau menerima kehadiranku di antara kalian katakan saja, ingatlah pa aku tidak pernah meminta dari rahim siapa aku akan terlahir dan aku tak pernah meminta apapun darimu sejak aku lahir hingga kini, jika papa tak mau menerima ku lalu untuk apa semua aset kau pindah tangankan atas namaku?" "Kau pikir kebahagiaanku bisa kau beli dengan semua hartamu pa?" "Kau pikir aku senang menerima semua itu dari tangan licik nenek dan kakekku?" "Sampai aku mati, tak akan pernah aku menerima sepeserpun harta haram mu pa, tidak akan pernah!" Alana berucap lantang dengan tatapan nyalang pada sang ayah membuat kakek tua Jhon langsung terdiam. Alana menarik tangan nyonya Kris keluar dari ruang kerja tuan Jhon . Tetesan air mata menggenang membanjiri wajah cantiknya. "Nak, kenapa kau pulang?" tanya nyonya Kris saat mereka ada di lantai atas "Karena aku ingin" ucap Alana tanpa menoleh lalu masuk ke dalam kamar. Nyonya Kris menatap nanar punggung sang putri yang menghilang di balik pintu. "Bersabarlah nak, kelak semua akan terbuka dan tinggal selangkah lagi kita akan menang melawan papamu" batin nyonya Kris. *** "Kakek jahat hikss hikss huaaaa huaaaa" Fritz meracau di dalam tidurnya membuat Cla, Sri dan Bik Minah yang menjaga mereka kalang kabut. Isna masih tak sadarkan diri akibat benturan di kepalanya. Dokter menjelaskan jika ini bisa saja menyebabkan pasien hilang ingatan sementara. Alana dan Nyonya Kris sudah menyiapkan dokter khusus untuk merawat Isna dan Fritz. Sudah dipastikan k*******n yang di lakukan tuan Jhon pada mereka mampu membuat rasa trauma mendalam terutama pada Fritz.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD