Aku mau Ibu dan Papa

2044 Words
"Dok, bagaimana kondisi tuan muda?" tanya Cla pada dokter Hana yang baru saja keluar dari ruangan Fritz. Dokter muda itu menghela nafas berat, menutup matanya sejenak sebelum mengucapkan beberapa kalimat pada Cla. "Katakan pada nyonya aku ingin bicara empat mata dengannya, untuk saat ini biarkan Fritz istirahat aku sudah memberinya obat penenang, jika nanti ia terbangun panggil aku di ruangan ku." "Baik dokter lalu bagaimana dengan Isna?" "Apa ada keluarganya yang bisa di hubungi? Tanya balik dokter Hana "Dia yatim piatu dok" jawab Cla Lagi-lagi dokter Hana memejamkan matanya, menarik nafas perlahan lalu membuangnya. "Sepertinya aku harus memastikannya dengan melakukan rontgen pada kepalanya, semoga diagnosa ku tidak benar" ucap Dokter Hana "Maksud dokter?" tanya Cla bingung "Setelah aku melakukan rontgen baru bisa aku katakan kondisinya, sampaikan pada nyonya sekarang, jaga mereka dengan baik, aku permisi" ucap dokter Hana menepuk pundak Cla berlalu menuju ke ruang kerjanya. Cla menghubungi nyonya Kris dan Alana menyampaikan pesan dokter Hana padanya. "Cla, bagaimana dengan tuan muda dan Isna apa mereka sudah siuman?" tanya Sri yang datang menghampirinya. "Mereka belum siuman, kita tunggu saja di sini, oh ya mana bik Minah?" tanya Cla celingukan mencari sosok bik Minah "Bik Minah singgah di kantin membeli makanan untuk kita, tunggulah sebentar" Sri menjawab "Aku akan ke toilet, jangan kemana-mana jika ada sesuatu sebelum bik Minah datang, panggil saja mereka dengan satu tepukan" ucap Cla pada Sri sembari menunjuk beberapa bodyguard yang ditugaskan untuk berjaga di rumah sakit. "Oke" "Ma, pergilah temui tante Hana, biar aku di rumah" ucap Alana pada ibunya yang sedang bersiap. "Tidak, kau juga harus ikut" ucap Ibunya bersikeras "Malam ini aku ada janji dengan Arif" tolak Alana. Nyonya Kris hanya diam menatap cermin dengan hampa. "Ibu tahu apa yang kau rasakan, ajak Arif bersamamu, kita kerumah sakit sekarang, mama yakin dia tak akan menolak" ucap Nyonya Kris kemudian. "Hufft baiklah" Alana menurut saja, ia tahu betul mamanya akan menjadi sangat sulit jika sudah memutuskan satu hal. "Mama memintamu ikut bersama ku ke rumah sakit sekarang, pergilah dahulu tunggu aku di lobi" ucap Alana pada Arif di sambungan telepon. Tanpa menunggu jawaban Alana langsung mematikannya. "Sudah?" tanya nyonya Kris begitu ia masuk ke dalam kamar sang putri. "Hem" Jawab Alana pelan "Ayo pergi" Nyonya Kris menggandeng lengan Alana. Mereka berjalan keluar rumah dan memasuki mobil. Tuan Jhon menyaksikan kepergian mereka berdua dengan tatapan nanar, ada sebersit rasa bersalah bersarang di hatinya mengingat apa yang sudah ia lakukan pada Fritz dan pengasuhnya. "Jadi apa yang akan kau sampaikan?" tanya Nyonya Kris pada dokter Hana yang menaruh secangkir cafe latte di hadapannya. Dokter Hana memijat pelipisnya yang berdenyut nyeri sejak pagi,berurusan dengan banyaknya pasien belum lagi mengurusi keluarga kaya seperti nyonya Kris benar-benar membuatnya setengah hidup. "Fritz mengalami trauma, saranku biarkan dia hidup terpisah dari kalian. jika tidak dilakukan itu akan mengganggu kondisi psikologisnya" Ucap Dokter Hana "Itu memang ada dalam rencana ku Hana, lalu bagaimana dengan Isna?" tanya nyonya Kris setelah menyesap cafe latte yang di suguhkan. "Aku harus melakukan rontgen segera untuk memastikan kondisinya, semoga saja diagnosa ku salah, dan aku butuh izin anda sebagai perwaliannya." "Baiklah lakukan yang terbaik untuk mereka" "Untuk Isna, aku tidak bisa menjanjikan apapun jika diagnosa ku benar nyonya, aku hanya bisa melakukan yang terbaik untuk pasien, selebihnya hanya Tuhan yang tahu" ucap Dokter Hana Nyonya Kris menyesap kopinya dengan elegan saat dokter Hana berucap demikian, meski dalam situasi sulit rupanya ia masih bisa tampil elegan dengan ciri khas yang dia miliki. "Aku tahu itu Hana, setidaknya jangan putus asa, terima kasih kopi buatanmu tak pernah membuatku bosan, aku harus pergi menemui Fritz" "Apa perlu aku mengantar nyonya?" ucap Dokter Hana menawarkan diri "Tak perlu, istirahatlah" Dokter Hana mengusap dadanya beberapa kali setelah nyonya Kris menghilang di balik pintu. "setelah ini aku mau resign, aku akan fokus pada Sean saja sepertinya lebih baik" batin dokter Hana Nyonya Kris menghampiri Cla, Sri, dan bik Minah di ruang tunggu depan kamar inap Fritz dan Isna "Pulanglah ini sudah malam bik, biarkan Sri dan Cla disini bersamaku, nanti mereka akan menyusul pulang bersama Alana" ucapnya pada bik Minah "Baik, Apa nyonya butuh sesuatu untuk diantarkan kemari?" tanya bik Minah "Tidak perlu, aku yang akan menjaga mereka malam ini, kalian sudah cukup lelah sejak pagi" ucap nyonya Kris "Baik nyonya, kalau begitu saya permisi" "Iya hati-hati bik" "Cla, Sri, besok pagi pergilah ke alamat ini" ucapnya pada mereka berdua, Cla menerima selembar kertas note dari tangan nyonya Kris dan membacanya, lalu memberikan pada Sri. "Nyonya, apa ini tidak salah?" tanya Sri terkejut "Tidak Sri, kalian pergilah kesana sebelum tuan bangun, bersihkan dan sterilkan tempat itu, aku sudah menugaskan pengawal yang akan pergi bersama kalian" "Tapi kami….."ucapan Sri di sela oleh nyonya Kris "Cukup kau bawa pakaian yang menempel di badan dan berkas penting yang kalian miliki, aku sudah menyiapkan keperluan kalian disana" "Baik nyonya" jawab mereka berdua serempak "Dimana Alana aku tidak melihatnya" " Nona belum lama keluar sebelum nyonya datang" jawab Cla "Apa dia bersama Arif?" tanya nyonya Kris menyelidik "Iya nyonya, tapi seperti nya ada keadaan genting, sehingga tuan muda Arif buru-buru pergi" Sri menjelaskan "Oh begitu, kalian bisa pulang setelah Alana datang". "Baik Nyonya" Setelah berbincang dengan mereka, nyonya Kris masuk ke ruang inap Fritz yang bersisian dengan Isna. Air mata nyonya Kris langsung tumpah begitu melihat kondisi cucunya dengan banyaknya perban di bagian kaki, tangan dan punggung. Ia tak menyangka suami yang sudah 29 tahun dinikahinya itu tega berbuat hal demikian pada cucu kandungnya yang tak tahu apa-apa. "Kau sungguh kejam Jhon, aku tidak akan pernah memaafkanmu, akan ku ambil semua hak ku yang telah orang tuamu rebut dari ku dan orang tuaku" batin nyonya Kris pilu "Maafkan nenek Fritz, bangunlah ayo kita pergi temui ibu dan papa" ucap Nyonya Kris di sela isak tangisnya. "Ne..nek.." ucap Fritz terbata membuat nyonya Kris langsung mendongak dan memeluknya erat. "Sa...kit… nek" ucap Fritz lirih "Maaf, maafin nenek sayang membuatmu sakit" ucap Nyonya Kris melepas pelukannya. "Ibu….Iz mau Ibu ma papa hikss hikss huaaaaa" ucap Fritz akhirnya menangis keras. "Iya sayang, kita akan bertemu sama ibu dan papa". "hikkss hikss huaa huaaa" Fritz menangis semakin kencang membuat nyonya Kris sempat bingung untuk menenangkannya. "Ada apa nyonya?" tanya seorang suster yang baru saja datang karena mendengar sirine dari arah kamar Fritz "Entahlah aku tak tahu kenapa dia begitu histeris" ucap nyonya Kris dengan tatapan sendu Suster Emy meraih lengan Fritz yang tertusuk jarum infus perlahan. "Apa disini sakit sayang?" tanyanya lembut, Fritz mengangguk masih dengan isak tangisnya yang sesenggukan tidak sehisteris tadi. "Maaf nyonya, aku akan menyuntikkan obat penenang, kondisi seperti ini bisa mengganggu jiwanya" ucap suster Emily lembut "Lakukanlah apapun yang terbaik untuk cucuku" Ucap nyonya Kris parau. Suster Emy menyuntikkan obat penenang dan mengajak Fritz berbicara ringan khas anak-anak, agar Fritz tak terlalu terbayang dengan peristiwa naas yang dialaminya. Setelah Fritz tertidur kembali karena pengaruh obat, barulah suster Emy pergi meninggalkan ruangan. "Saya permisi nyonya" "Iya terimakasih suster Emy" "Sama-sama" Clek Alana masuk tepat setelah suster Emy keluar. Dengan wajah kusut Alana langsung merebahkan diri di atas sofa membuat nyonya Kris menatapnya heran "Kalian bertengkar?" tanya nyonya Kris dan Alana hanya menggeleng saja sebagai jawaban. "Lalu?" "Nothing" jawab Alana lesu "Just say, what happened?" tanya sang mama sekali lagi "Nothing mom" "Ya udahlah, jangan nyari mama kalau gitu" "Ishhh mama deh nyebelin!" Alana mengerucutkan bibirnya kedepan membuat nyonya Kris tak mampu menahan tawanya "Ma, ayo kita ke Indonesia lagi aku ingin menetap disana" ucap Alana tiba-tiba membuat sang mama terdiam beberapa saat. "Apa kau yakin?" tanya nya pada sang putri yang hanya di balas anggukan "Apa karena Arif?" "Aku sudah tak tahan dengan semuanya ma" tangis Alana akhirnya tumpah, ia menelungkupkan wajahnya pada bantal sofa. Nyonya Kris mengusap perlahan rambut Alana, membiarkan sang putri menumpahkan segala masalahnya dengan tangisan. Ia tahu dibalik sikap cuek dan garangnya Alana diluaran sana hanya lah sebagai topeng untuk menutupi kesedihannya. Rasa sakit yang ia terima selama bertahun-tahun tak sebanding dengan rasa sakit yang di terima sang putri tunggalnya. Rasa sakit tak diinginkan oleh papanya, k*******n dan kekasaran yang ia terima dari sang papa saat kecil sungguh menyisakan luka dalam yang terus menerus menganga. Luka yang selalu basah dengan air mata dan sakit hati yang ia terima sejak kecil tanpa pernah ada yang bisa mengobati luka itu. Nyonya Kris ikut menangis sesenggukan di sela usapan jarinya pada rambut Alana. "Ibu….. Papa…." Lagi Fritz berteriak histeris. Alana dan nyonya Kris terlonjak dari posisi mereka dan menghampiri Fritz yang mengigau memanggil orang tuanya. "Panggil suster Emy sekarang Alana" titah nyonya Kris bingung. Alana langsung memencet tombol sirine di samping nakas. "Sayang, ini nenek nak, ini unty" ucap Nyonya Kris menenangkan Fritz masih sesenggukan dengan mata tertutup dan air mata yang terus mengalir sembari memanggil nama sang ibu dan papanya. "Ada apa nyonya?" tanya suster Emy panik dengan penampilan sedikit berantakan karena tertidur di ruang sif nya. "Dia menangis histeris" ucap Alana Suster Emy mengatur nafas dan detak jantungnya yang berantakan sejenak. Ia menghampiri Fritz dan mengelus pucuk kepala serta menggenggam erat tangan Fritz yang tidak tertusuk jarum infus. Perlahan isak tangis Fritz mereda berganti dengan nafasnya yang mulai teratur. Nyonya Kris memperhatikan interaksi suster Emy pada Fritz dengan senyum mengembang, entah ide apa lagi yang muncul di benak wanita paruh baya itu. "Ini butuh penanganan khusus Nyonya, kurasa dokter Hana sudah mengatakannya pada Anda?" ucap Suster Emy "Apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanya nyonya Kris "Secepatnya bawa tuan muda pergi sejauh mungkin dan jangan pernah ungkit masa menyakitkan yang dialami karena itu bisa mengganggu kondisi psikologisnya. Terlebih lagi dia sedang dalam masa pertumbuhan" papar suster Emy "Apa kau bisa membantuku?" tanya nyonya Kris "Apa yang bisa ku lakukan untuk anda nyonya?" "Jadilah ibu asuh untuk Fritz" "APA?" suster Emy menganga mendengar ucapan nyonya Kris "Aku tidak akan mengulangi ucapanku" "Tap...tapi nyonya...ak…" ucap suster Emy terpotong "Apa keluhanmu katakan padaku sekarang" "Aku akan melangsungkan pemberkatan nikah 3 hari lagi nyonya, dan hari ini adalah hari terakhir aku bekerja di rumah sakit ini" Nyonya Kris menghela nafasnya perlahan, menatap lekat manik mata kebiruan milik suster Emy. "Setelah resepsi pernikahanmu datanglah ke alamat yang ku kirimkan bersama suami mu, hanya kau yang pantas menjadi ibu asuh untuk cucuku, aku tidak tahu sampai kapan Isna bisa sadarkan diri setidaknya cucuku bersama orang yang tepat saat ini" "Apa ini disebut kado pernikahan nyonya?" canda suster Emy menghilangkan rasa terkejutnya. "Bisa jadi benar" balas nyonya Kris. " Siapa calon suami mu?" tanyanya kemudian "Anda mengenalnya nyonya, Andrew Parker dari Jt.Company Inc." "Apa?" nyonya Kris tak kalah terkejut."Kau menikahi anak asuhku?" "Baiklah baiklah… aku sendiri yang akan berbicara padanya" lanjut nyonya Kris kemudian. "Ibu…. Papa...aku mau ibu...papa" igau Fritz lagi membuat suster Emy langsung meraih lengan Fritz dan menenangkannya. "Apa bisa aku membawanya pergi dalam situasi seperti ini?" "Hanya anda yang bisa melakukannya nyonya" ucap suster Emy pelan. "Baiklah" terdengar helaan berat dari ucapan nyonya Kris. "Alana pulanglah bersama Cla dan Sri, ingat apa yang mama katakan padamu tadi" titah Nyonya Kris pada sang putri "Baiklah aku pulang" Alana langsung berlalu meninggalkan ruang rawat Fritz. ** "Darimana saja kau selalu pulang malam!" suara bariton itu menggema di ruang tamu saat Alana baru memasuki rumah "Apa aku harus mengatakan padamu apa saja yang aku lakukan pa?" "Apa mata anda sudah buta tuan Jhon Emmanuel yang terhormat?" "Dusta jika kau tidak melihat kepergianku bersama ibuku ke rumah sakit hanya untuk merawat keponakanku yang malang" "Jangan pernah mengaturku, jika kau tidak pernah menginginkan kehadiranku sebagai anakmu," "Kau…" tuan Jhon hendak melayangkan tamparan namun terhenti di udara "Sekali lagi kau berbuat demikian padaku, seumur hidupku, aku tak akan sudi mengakuimu sebagai orang tuaku, camkan itu tuan Jhon yang terhormat" ucap Alana sarkas sembari menghentakkan tangan sang papa dengan kasar lalu pergi memasuki kamar. Tuan Jhon menatap nanar sang putri yang menghilang di balik pintu. ada rasa getir yang tidak bisa ia ungkapkan melihat tingkah laku sang putri yang jauh dari keinginannya. "Apa aku salah mendidiknya selama ini hingga ia bisa membangkang sama seperti ibunya?" batin tuan Jhon gelisah "Apa yang salah denganku selama ini?" "Apa aku sudah keterlaluan pada mereka?" "Kenapa begitu besar kebencian mereka padaku?" "Aku hanya ingin mereka menurut pada keinginan dan aturanku" Tuan Jhon meninggalkan ruang tamu dengan ribuan pertanyaan yang membuatnya gelisah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD