Jealous In The Heart - 8

1636 Words
                     The only person that can make you feel better is the same person who broke your heart                                                                                             - aquotesru.com -                                                                                                          *****   Bukannya Mia jadi ciut karena cuitan Nailee tadi pagi di restoran, tapi suara Nailee masih terngiang-ngiang di telinganya sampai sekarang, pukul sebelas  malam. Dan mata Mia masih besar seperti biasanya.                        "...perjuangan lo kali ini enggak akan mudah, gue enggak bilang akan sangat sulit, cuma enggak semudah sebelumnya." Ya, Mia juga merasa bahwa itu benar adanya. Apalagi setelah Nailee juga menceritakan betapa bersitegangnya hubungan persahabatan orang tua mereka saat kejadian itu. Dan yang paling merasa marah adalah Kakek Nathan, Grandpa Theo. Padahal sebelumnya Mia tidak pernah mendengar Kakek kesayangan Nathan itu gusar atau marah besar, dan berimbas ke Keenan, Dad Nathan. Mati deh, batin Mia mulai frustrasi. Wajah Nathan kembali membayanginya, dan ia berusaha memompa semangatnya sendiri dengan membayangkan Nathan. Mia menyadari apa yang dulu ia lakukan berpengaruh pada hubungan persahabatan kedua orang tuanya, itu pasti. Ya, karena keluarga Wijaya tentu saja. Mereka pasti merasa dipermalukan dan direndahkan, nama besar mereka mungkin menjadi pembicaraan di sana-sini saat itu. Tapi tentu saja Mia tidak berpikir sampai ke situ, dulu. Sekarang ia menyesal dan berniat memperbaiki kesalahannya, tapi masalahnya, apakah masih ada kesempatan untuknya? Mia meraih ponselnya dan menelepon seseorang. .. Dengan penuh percaya diri, Mia berjalan memasuki Petra Enterprise Building. Yonki menawarkan diri untuk menjemputnya pagi tadi, tapi Mia menolaknya. Mia berpakaian cukup formal, ia ingin menunjukkan keprofesionalannya. Dipilihnya blus yang cukup tipis, dengan warna soft yellow dan rok selutut berbahan lembut dengan warna dark grey , kemudian di percantik dengan pump shoes berwarna hitam yang membungkus kakinya dengan sempurna. Langkahnya yang tegas membawa Mia menuju ruangan meeting yang sudah ditentukan Nathan. Ia mengikuti arahan sekretaris Nathan memasuki sebuah ruangan dengan nuansa hitam putih, warna favorit Nathan, pikirnya. Mia melirik jam berwarna rose gold yang melingkar di pergelangan tangannya, masih jam 8 pagi, sedangkan rapatnya dimulai pukul 8.30. Ia lebih cepat setengah jam.   Mia membalas senyuman Dera, si sekretaris. Cantik, batin Mia memperhatikan Dera dari ujung rambut sampai ujung kakinya dengan matanya yang biru menyala itu. Dera merasa salah tingkah diperhatikan secara menyeluruh seperti itu. Dia pasti salah satu wanita yang pernah Nathan kencani, terka Mia dalam hati dengan miris. Ekspresinya berubah menjadi sinis melihat wanita berpakaian minim di depannya ini. Rambut pirang sebahu, lipstik merah menggoda, rok pendek warna hitam super ketat yang menonjolkan lekuk bokongnya yang cukup sempurna dan blus hitam dove yang menggantung sempurna di bahu Dera, membuat d**a Mia meradang. Membayangkan wanita ini setiap hari bisa berdekatan dengan Nathannya. Sedangkan kedua alis Dera mengkerut tatkala melihat perubahan ekspresi di wajah Mia yang seperti ingin menerkamnya. Ia memilih pergi dari hadapan Mia yang dianggapnya aneh itu. Cantik-cantik aneh, caci Dera dalam hati sambil memutar tubuhnya untuk kembali ke mejanya. "Eh tunggu!" tahan Mia cepat, "apa Mr. Petra sudah datang?" tanyanya. Dera ragu untuk memberitahu wanita aneh ini tentang keberadaan bosnya, "Su-dah, nanti saya akan memberitahunya kalau rapat akan dimulai" katanya. Terbersit ide brilian di kepala Mia, "Ehm, biar saya saja..." ujar Mia seraya melangkahkan kakinya keluar dari ruangan rapat menuju ke kantor Nathan. Dera mengejarnya dan berusaha menahan tamunya agar tidak masuk ke dalam kantor bosnya, tapi terlanjur, langkah Mia yang cukup cepat dan tangannya yang sigap membuka pintu tanpa mengetuk dulu, membuat Dera menahan napasnya pada saat ia melihat tatapan bosnya di dalam sana tertuju padanya dan pada wanita di depannya ini. Raut wajah Dera menjadi pucat, "Maaf Mr. Petra, saya tidak bisa mencegahnya" sesal Dera. Nathan mengangguk dan memberi kode agar Dera keluar dan menutup pintunya. Sementara itu Mia masih membulatkan matanya semaksimal mungkin melihat Nathan dan tamu wanitanya. Apa yang wanita itu lakukan di sini?? Batin Mia kesal. Ia menatap wanita itu dan Nathan bergantian. "Ada yang bisa kubantu?" tanya Nathan dengan nada formalitas yang kentara. Mia menarik napasnya dalam-dalam, berusaha menahan emosinya agar tidak meluap sekarang. Matanya tajam menatap ke arah wanita yang juga syok melihat dirinya. "Tamia?" suaranya membuat Mia ingin melayangkan tasnya ke wajah wanita itu. Mia memiringkan wajahnya dan menggigit bibir bawahnya supaya tidak berteriak mencaci maki wanita yang ia pikir suka mencari perhatian Nathan ini. Sofia! Ya wanita yang berdiri menghampirinya ini adalah Sofia yang sangat ia benci. Mia menelan ludahnya ketika menyadari bahwa Sofia tentu saja akan memanfaatkan kesempatan dengan ketidakberadaannya di sisi Nathan. Kurang ajar,  Mia mencaci Sofia dalam hatinya. Alih-alih menerima uluran tangan Sofia, mata Mia beralih pada Nathan yang kembali duduk di kursi kebesarannya di balik meja. Tapi mata Nathan tidak tertuju padanya, melainkan pada dokumen-dokumen di depannya. Sebenarnya Mia tidak perlu seterkejut ini bukan, Nailee kan sudah memberitahunya mengenai kedekatan mereka berdua. Namun Mia tidak bisa membohongi hatinya sendiri ketika mendapati kenyataan itu terpampang di depan matanya. Mungkin lebih baik tadi Mia tidak menerobos masuk ke ruangan Nathan. "Sedang apa kamu di sini?" Mia sendiri terkejut dengan suara yang keluar dari mulutnya, nadanya sarat kecemburuan. Sofia mengerutkan kedua alisnya dan tersenyum tipis, "Apa itu menjadi urusanmu?" tanyanya balik. Nathan menangkap aura ketegangan yang terjadi di antara mereka berdua, ia berdiri dan berujar, "Kurasa kamu harus pergi Sof, kami akan segera meeting." Sofia mengangguk dan meraih tasnya, kemudian menghampiri Nathan dan mencium pipi kanan kirinya, "Aku tunggu makan siangnya, oke Nath?" Dan Nathan mengangguk. Dan d**a Mia pun sesak melihat adegan tersebut. Kemudian ia memaksakan tubuhnya untuk segera berputar dan keluar dari ruangan Nathan. Mia berusaha untuk tidak mengeluarkan air mata sedikitpun, tidak! Untuk apa?! BRUGH! Tubuh Mia menabrak sesuatu ketika keluar dengan langkah terburu-buru, "Mia?" Suara familier yang menenangkan itu membuyarkan lamunannya, Mia menatap orang yang ditabraknya dan tersenyum senang, "Yonki?" Mia pun menarik tangan Yonki untuk menjauh dari ruangan Nathan. Di tempat yang agak jauh, Mia dengan cepat menceritakan kejadian di dalam ruangan tadi. Yonki menyimak dengan penuh perhatian sambil melirik berkali-kali ke arah jam tangannya, dan Mia pun menghentikan ceritanya sambil tersenyum simpul. .. Sesungguhnya Mia ingin sekali duduk menjauh dari Nathan, namun karena Yonki harus berdampingan dengan Nathan dan ia harus mendampingi Yonki untuk memberikan penjelasan tentang ide-idenya, maka di sinilah ia duduk, di antara Nathan dan Yonki. Dengan Nathan yang bertindak sebagai pimpinan rapat dan duduk di samping kiri Mia, sementara Mia di ujung meja sebelah kanan Nathan. Posisinya bener-benar membuatnya susah berkonsentrasi, air mineral satu botol ternyata tidak cukup untuk membuatnya fokus pada materi rapat. Berkali-kali Yonki harus menyenggol tangannya bahwa Mia harus memberi penjelasan mengenai pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan para kreditor mengenai ide desainnya. Sial! Batin Mia. Sedangkan, Nathan sendiri pun merasa kesulitan untuk menahan diri tidak mencuri pandang ke arah Mia yang berada begitu dekat dengannya. Dadanya juga meradang ketika menyaksikan kedekatan Mia dan Yonki di depan matanya. Ketika rapat sedang break, Nathan mendekati telinga Mia dan bertanya, "Apa tujuanmu tadi masuk ruanganku sebenarnya Mi?" bisiknya. Mia menggeleng pelan, sembari tangannya sibuk membolak-balik dokumen yang sudah ia hapal di luar kepala, ia hanya mencari kesibukan dengan berpura-pura membaca ulang dokumen tersebut. "Enggak ada, aku nyasar." Kening Nathan berkerut, "Huh? Nyasar?" "Iya, aku pikir kantor kamu itu toilet!" Raut wajah Nathan berubah, ia menelan ludahnya menahan kesabaran, menghadapi Mia harus penuh kesabaran, "Biasanya pintu toilet itu ada tandanya!" balasnya masih berupa bisikan, karena beberapa peserta rapat mulai masuk ruangan lagi, demikian juga Yonki. Mia hanya mengangkat bahunya malas, membuat Nathan mendengus kesal. Yonki kembali duduk di sebelah Mia dengan menyerahkan secangkir kopi panas dan satu piring kecil makanan untuk Mia. Dengan senyum ramah terindah yang sengaja dibuat-buat Mia, ia mengucapkan terima kasih atas perhatian Yonki padanya. Yonki membalas akting Mia tak kalah menyebalkan, "I'll do everything for you my dear..." Dan Nathan pun merasa mual. .. Yonki dan Mia sudah berada di dalam lift ketika Mia melihat Zack dan Rino yang berjalan ke arahnya. Mia menahan pintunya agar tetap terbuka dan membiarkan dua sahabat Nathan itu masuk ke dalamnya. "Hai Mia" sapa Zack lebih dulu. Mia menggerakkan dagunya, "Mau kemana?" tanyanya langsung pada intinya bak detektif. Zack memandang Rino dan sebaliknya, Rino memandang Zack, mereka berpandang-pandangan beberapa detik, "Makan siang..." Rino yang menjawab. Mata Mia menyipit, "Enggak sama Nathan?" cecar Mia lagi, karena yang Mia tahu, dulu itu mereka selalu ikut Nathan. Zack dan Rino menggeleng kompak, "Enggak, Nathan makan siang sa---" Zack berhenti bicara ketika tangan Rino mencekal lengannya. Mia tahu, karena tadi pagi ia dengar sendiri bahwa mereka akan makan siang bersama. Ya Sofia, siapa lagi? Tentu saja Nathan akan bersama Sofia siang ini. Ia melirik ke arah Yonki dan berbisik, "Ehm, Yonki, aku boleh izin sebentar? Aku akan makan siang bersama dua sahabat SMA ku ini. Setelah itu aku akan memaksa mereka untuk mengantarku ke kantor nanti. Oke?" tanya Mia dengan wajah tidak ada seorangpun yang bisa menolaknya. Kecuali Nathan, mungkin. Yonki mengangguk pasrah sambil melenguh, "Ya ya, baiklah" sahutnya dan membuat Mia hampir melonjak kegirangan. Tapi membuat Zack dan Rino sebaliknya, ketakutan. .. "Duh Mia, kita ngapain sih harus pakai masker dan topeng ini? Lagian tampang gue lebih ganteng dari Bruno Mars gini masa dikasih topeng kelinci gini sih??" rengek Zack tidak terima. Apa yang dikhawatirkan Zack dan Rino terbukti. Dengan kekuatan bulan, Mia memaksa mereka untuk menunjukkan di mana Nathan dan Sofia makan siang dan memaksa mereka membawanya kesana. Agar tidak menarik perhatian Nathan nantinya, Mia punya ide brilian, yaitu memakai topeng dan wig. Yang awalnya tentu saja ditolak mentah-mentah Zack dan Rino. Tapi Mia bisa memberhentikan aliran darah mereka dengan sekali sentuh kalau mereka menolak. Dengan kata lain, mereka menuruti semua kemauan Mia siang itu untuk mengintai Nathan dan Sofia dengan tampang aneh mereka. "Bukannya ini malah menarik perhatian ya?" tanya Rino. "Hiiish, ya udah! Enggak usah pake topeng. Pakai ini!" Mia memberikan masker hitam, kacamata dan topi hitam pada Zack dan Rino.  Mereka berdua melongo, "Nanti kalau kita diusir karena dikira teroris atau perampok gimana?" rengek Zack. Mia menyapu wajah Zack dengan tangannya dengan ekspresi kesal. Sementara hatinya gundah gulana membayangkan situasi makan siang romantis antara Nathan dan Sofia.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD