'Kemanapun suami pergi, istri harus ikut suami karena pada dasarnya jika istri mengikuti kemauan suami akan ada surga yang menunggunya.'
* * *
Hari ini merupakan hari bahagia sekaligus hari sedih bagi Aira, bahagia karena ia bisa tinggal bersama suaminya dan bersedih karena harus berpisah negara dengan sang Ayah. Ya hari ini Fahri akan memboyong Aira menuju tanah kelahirannya, semua masalah yang ada disini sudah terselesaikan dan Fahri harus pulang ke Indonesia karena pekerjaannya sebagai dosen dan pemimpin perusahaan ada di sana.Walaupun sebenarnya sedih harus meninggalkan negara kelahirannya ini, namun Aira harus ikut kemanapun suaminya pergi.
Dalam rumah tangga, seorang istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya. Namun, sebagai pemimpin keluarga, suami memiliki hak yang lebih tinggi satu tingkatan dibandingkan istrinya. Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 228 yang artinya,
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan yang lebih daripada istri-istrinya.” (QS. Al Baqarah : 228).
Ayat di atas menetapkan hak masing-masing suami istri satu atas lainnya, dan memberikan kekhususan derajat yang lebih kepada suami atas istrinya karena beberapa hal tertentu yang dimilikinya.
Merujuk ayat di atas, maka hukum taat kepada suami bagi seorang istri adalah wajib sepanjang tidak bertentangan dengan syariat. Seorang istri haruslah memahami bahwa ketaatan seorang istri kepada suaminya merupakan salah satu dari ciri-ciri istri shalehah. Allah SWT berfirman dalam surat An Nisaa’ ayat 34 yang artinya,
“Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.” (QS, An Nisaa’ : 34).
Mengacu pada ayat di atas, jika suami meminta istri untuk ikut dengannya ke tempat suami bekerja di luar kota maka istri wajib menaatinya karena kewajiban istri terhadap suami dalam Islam salah satunya adalah selalu taat pada suami.
Aira tidak mau menjadi istri yang durhaka dan tidak menuruti kemauan suaminya, untuk itulah Aira harus selalu ikut kemanapun Fahri pergi seperti yang dipesankan Ayah untuknya. Ia tidak sebebas dulu yang kemanapun pergi tidak harus izin kepada siapa-siapa melainkan kini ia telah menjadi seorang istri yang artinya kepergiannya harus atas izin suaminya, jika suaminya tak mengizinkan mereka menjalani LDR ia harus apa. Ia juga tidak mau jika suaminya mendekati gadis yang ia lihat di galeri ponsel suaminya, ia harus waspada dari ujian rumah tangga. Walaupun wajah gadis itu tidak mencerminkan menjadi seorang pelakor, namun bukankah setiap kita akan melangkah kita harus waspada terlebih dahulu.
"Jaga diri Ayah baik-baik, Aira gak mau kalau sampai Aira mendengar kabar kalau Ayah jatuh sakit. Jangan terlalu banyak makan-makanan berprotein tinggi, ingat darah tinggi Ayah nanti kumat. Ayah juga harus banyak istirahat, jangan terus-terusan bekerja. Kan sudah ada Paman Azriel yang mengurus perusahaan kita." Ayah mengangguk patuh akan petuah putrinya, ia menghapus jejak air mata diwajah kemerahan Aira.
"Iya, Ayah pasti jaga diri Ayah baik-baik. Kamu juga harus jaga diri disana ya, kalau ada waktu luang tolong kabari Ayah atau berkunjung kesini." Aira mengangguk sambil memeluk tubuh Ayahnya.
Pandangan Aira beralih pada Bibi Azhura, adik dari Ibunya yang akan tinggal bersama Ayahnya mulai hari ini. Bibinya lah yang akan menjaga Ayahnya disini, ia memeluk Bibinya sekilas kemudian memberi pesan bahwa Bibinya harus menjaga Ayahnya sebaik-baiknya.
"Bibi, tolong jaga Ayah ya. Maaf jika Aira merepotkan Bibi begini, tolong larang Ayah memakan makanan yang tidak sehat. Kontrol pekerjaannya ya Bibi, jangan sampai Ayah kebablasan hingga bekerja seharian. Ayah harus banyak istirahat diusia dia yang tak lagi muda."
"Ayah masih muda Aira, Ayah belum setua itu. Bahkan Ayah masih kuat jika harus menggendong kamu kesana-kemari." Semua yang ada disana tertawa mendengar candaan Ayah kecuali Fahri yang hanya tersenyum tipis.
"Yakin Ayah kuat?" Tanya Aira tak yakin.
"Yakinlah, sini Ayah gendong."
"Eh gak mau, Aira udah besar. Nanti tulang Ayah patah lagi kalau harus gendong Aira, Airakan sudah punya suami jadi bias suami Aira saja yang menggendong Aira." Aira melirik sekilas pada Fahri yang hanya diam saja.
"Iya... Iya... Yang sudah menikah, Ayah mah apa atuh hanya orangtua yang tidak rela putrinya pergi."
"Ayah jangan bilang begitu, Aira jadi sedih meninggalkan Ayah sendirian. Maafkan Aira ya Ayah." Mata Aira berkaca-kaca.
"Eh bukan itu maksud Ayah, Ayah hanya bercanda sayang. Kamu harus ikut kemanapun suamimu pergi, baktimu ada disana. Jangan risaukan Ayah, Ayah baik-baik saja disini. Sudah ada Paman Azriel dan Bibi Azhura yang akan menjaga Ayah, kamu juga harus jaga dirimu baik-baik ya sayang. Segeralah beri Ayah cucu yang lucu-lucu." Ucap Ayah sambil mengusap pipi putrinya dengan sayang.
"Fahri jaga baik-baik Aira disana ya, bimbing dia jika dia melakukan kesalahan. Jangan bentak dia, sekesal apapun kamu karena selama hidupnya Ayah tidak pernah berkata dengan nada tinggi. Hatinya yang lembut mudah tersakiti dengan ucapan yang dilontarkan dengan nada tinggi." Fahri mengangguk.
"Insyaallah saya akan menjaga Aira, Yah."
"Bi, tolong jaga Ayah ya Bi." Bibi Azhura mengangguk.
"Kamu disana hati-hati ya sayang, Bibi disini akan menjaga Ayahmu."
"Terimakasih Bi." Aira memeluk Bibinya erat, meskipun ia tidak memiliki Ibu namun ia mendapatkan kasih sayang itu dari Bibi Azhura.
"Kami berangkat semuanya, Assalamualaikum." Setelah menyalami semuanya, Fahri dan Aira pergi menuju Bandara menggunakan taksi.
Awalnya Ayah akan mengantarkan mereka sampai Bandara, namun Aira menolak agar Ayahnya bisa beristirahat dirumah. Ia tidak mau merepotkan Ayahnya yang usianya tak lagi muda, semoga saja Allah selalu memberikan lindungan untuknya dan untuk keluarganya yang ada disini. Ia akan sangat merindukan Ayahnya, sosok yang begitu menyempurnakan hidupnya meskipun tanpa kehadiran seorang Ibu.
"Jangan menangis." Fahri mengusap air mata Aira membuat tubuh Aira membeku sejenak, namun kembali rileks.
Ternyata hanya karena perlakuan kecil yang Fahri lakukan dapat membuat jantungnya berdebar, ia merasakan hangat ditelapak tangannya ternyata suaminya itu memasukkan jari-jarinya disela-sela jari miliknya. Bukan hanya telapak tangannya yang menghangat namun juga hatinya ikut menghangat dengan perlakuan kecil dari suaminya, tanpa rasa canggung Aira menempelkan kepalanya dibahu Fahri. Untuk apa ia sok merasa canggung, toh yang ia sandari adalah suaminya sendiri.
Fahri mengelus kepala Aira dengan sayang, pria itu mencoba menenangkan istrinya yang tengah bersedih. Bukan maksudnya ingin memisahkan Aira dari Ayahnya namun ia harus membawa ikut serta ke Indonesia, karena perlahan-lahan hatinya merasa tidak rela jika berjauhan dengan Aira. Mengetahui fakta bahwa pujaan hatinya menikah dengan adiknya sendiri membuat Fahri merasa sakit namun itu tak berlangsung lama, karena begitu melihat wajah Aira hatinya sedikit menghangat. Meskipun rasa itu tidak mungkin hilang dalam tempo yang begitu cepat namun ia akan berusaha menumbuhkan rasa untuk istrinya sendiri, memang sudah seharusnya ia mencintai istrinya dan bukannya malah wanita lain.