Empat

931 Words
"Dek ngapain sendiri di sini? Rumahnya mana? Abang anter pulang yuk!" Kuulang pertanyaanku dengan khawatir pada gadis kecil itu namun hanya gelengan yang ia berikan sebagai jawaban, ia masih menatapku dengan mata berkaca-kaca lalu beranjak berdiri sambil membawa sepasang sepatunya. "Ayo Abang antar pulang!" Sergahku meraih pergelangan tangannya. Ia hanya diam tanpa ekspresi lalu berusaha melepas pegangan tanganku namun tak kulepas. "Abang nggak perlu repot-repot mengantar aku pulang rumahku dekat kok, itu di balik bukit," ucapnya sambil menunjuk arah ke rumahnya. "Nggak papa ayo Abang antar pulang! Abang juga orang sini kok tapi desa sebelah, kebetulan lagi liburan eh nemu gadis cantik!" Godaku padanya dengan masih memegangi pergelangan tanganya lalu ia tersenyum simpul. Entah mengapa ada perasaan berdesir di sudut hatiku saat menatap sepasang iris hitam milik gadis kecil itu yang seolah memerintahkanku larut ke dalam dasar rasa yang aku sendiri tak tahu. Sambil menaiki jalan setapak dari sungai aku mengikutinya dari belakang, gadis itu menyita semua perhatianku. Dia sungguh cantik meskipun masih mengenakan seragam merah putih, ia lebih pantas menjadi siswi SMP ketimbang SD. Apa karena terlalu lama menjomblo hingga membuatku tertarik pada gadis kecil ketimbang gadis seusiaku?. Dan kuakui di semester dua ini aku masih asyik jomblo bukan karena aku tidak tampan atau tak menarik justru aku ini salah satu mahasiswa populer di kampus, follower di instrgamku pun tak sedikit tapi entahlah aku lebih memilih menjomblo. Aku merasa belum pernah bertemu gadis yang membuatku klik dengan jantung berdebar seperti sekarang. Di sisi lain, aku pemegang teguh prinsip bahwa perempuan adalah makhluk mulia, jadi aku tidak akan bermain-main dengan perasaan perempuan. "Abang asli orang sini? kok aku nggak pernah lihat ya?" Tanyanya yang seketika menyadarkanku dari lamunan. "Iya Dek, setelah lulus SMA aku melanjutkan pendidikan di Yogyakarta dan Abang juga sudah lama tinggal di sana bersama kakek dan nenek. Sekarang sih masih semester awal!, setiap liburan semester Abang pulang mengunjungi keluarga di sini!" Jawabku seraya terus mengikuti langkah kecilnya. "Oya panggil saja aku Bang Faris Dek," ucapku memperkenalkan diri. "Aku Aisya! Mama biasa memangilku Chaca, katanya lebih imut!" Jawabnya malu-malu sambil duduk di hamparan rumput, aku mengikutinya duduk di sebelahnya. Kuamati semua yang ada pada dirinya setitik rasa aneh menggelitik dadaku. Saat kulihat jam ditanganku menunjukkan pukul 15.00 aku menawarkan mengantarnya pulang. Tak lama, hanya sekitar 10 menit kubonceng dia hingga akhirnya aku terhenti di sebuah rumah sederhana bercat serba putih yang ia tunjukkan, di halamannya terdapat beraneka bunga yang tampak terawat, tiba-tiba ke luar seorang perempuan cantik nan anggun, aku yakin beliau adakah ibu Aisya mereka sangat mirip. Dan Aisya mewarisi kecantikan itu. "Chaca Sayang kok baru pulang?" sapa perempuan itu lalu pandangannya berpindah kepadaku dengan memberi seulas senyuman ramah. Aisya mendatangi ibunya dan mencium punggung tangannya. "Ma kenalin ini Bang Faris, tadi Chaca ketemu di jalan lalu mengantar Chaca pulang!" Jawab Aisha dengan lugu. "Maaf ya Nak Faris sudah merepotkan, Chaca ini kebiasaan klo pulang sekolah nggak langsung pulang ke rumah," terang ibu Aisya yang langsung kuraih tangan dan mencium punggung tangannya. "Nggak papa Tante tadi saya nggak sengaja ketemu Aisya bermain di sungai, kapan-kapan saya boleh main ke sini lagi Tante?" Balasku penuh harap, entah mengapa aku berharap bertemu lagi dengan Aisya. "Tentu saja Nak Faris!" Jawab Mila Ibu Aisya dengan ramah. "Terimkasih Tante, insyaallah saya akan sering-sering main!, Aisya Bang Faris pulang dulu ya?" ucapku senang tanpa sadar kuacak rambut Aisha sekilas lalu pergi dan mengucapkan salam. Kulirik sekilas Aisya tersenyum malu dengan rona merah menghiasi wajah cantiknya. Sejak saat itu hubunganku dengan Aisya menjadi dekat, hingga disaat aku menyadari telah jatuh cinta padanya, ia pergi tanpa jejak. **** Ardan Pov Saat kubuka pintu kamar, aku terkejut dengan pemandangan yang luar biasa indah, jantungku berpacu keras tak sadar langkahku mendekati keindahan yang tercipta sempurna di depan mataku. Gadisku tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. "Mas Ardan!" Teriaknya menyadari kehadiranku tepat di belakangnya lalu dengan cepat ia menyambar selembar handuk yang tergelatak di ranjang secepat mungkin untuk menutupi bagian tubuhnya yang terekspos. Dia hanya mengenakan dalaman berwarna hitam senada, sexy. Kerongkonganku tiba-tiba teras terasa kering hingga kupaksa meneguk liur yang hampir menetes, dan seketika panas menyerang disekujur tubuhku. "Ma.. Maaf Aisya aku nggak sengaja!" Ucapku terbata masih fokus menatapnya panik karena malu, wajahnya memerah malah tampak menggemaskan bagiku. Bagaimana rasanya membelai rambut indah itu, meraba tubuh elok itu, bibir merah itu tampak ranum, dan... Arrhg...Fantasi liarku mulai bekerja. Ingin kuterkam dan kuhempaskan ke atas ranjang tapi aku justru pasrah melihat Aisya berlari kecil ke dalam kamar mandi. "Sabar Ardan, belum waktunya!" Alarm hatiku berdering nyaring. ***** Aisya pov Karena kencan pertamaku dengan Mas Ardan aku berusaha dandan secantik mungkin, meskipun aku belum mencintainya tapi aku akan belajar, tadi saat selesai mandi aku baru menyadari kalau tadi aku masuk kamar mandi tanpa membawa baju ganti, kuintip ke kamar ternyata Mas Ardan tak ada, bergegas aku ke luar kamar mandi dan dengan buru-buru aku berpakaian tapi tiba-tiba aku merasa tubuhku meremang seperti ada seseorang menatapku dari belakang, parahnya aku hanya memakai cd dan masih memasang pengait bra, tubuhku membeku lalu dengan susah payah kuputar tubuhku berlahan dan Mas Ardan menatapku dengan ekspresi aneh, entah apa aku tak tahu, aku langsung tersadar dan menyambar handuk lalu berlari ke dalam kamar mandi. Di kamar mandi kucoba mereda debaran jantung yang tak karuan, antara malu dan bingung bercampur menjadi satu. Meskipun Mas Ardan suamiku yang sah aku benar-benar belum siap memberikan haknya. Aku tahu, aku salah tapi aku hanya ingin mengenalnya terlebih dahulu sebelum seluruh hidup dan hatiku kuserahkan kepadanya. Dan aku hanya ingin tidak berbagi hati dengan cinta pertamaku, Bang Faris. _________________&&&_________________ Judul Buku : Memory of Love Author : Farasha
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD