bagian 2 - Lepas Amarah

702 Words
Anitta meronta dan menjerit histeris, sumpah serapah serta cacian keluar dari mulut kotornya. Sementara aku, berjalan dengan anggun menuju balkon tanpa mengindahkan ocehannya. Senyum manis tak lepas dari bibir ini, menatap Mas Daniel yang terduduk lesu di hadapanku. Matanya mengisyaratkan kekhawatiran yang mendalam, mendengar jeritan didalam ruangan. Keringat sebiji jagung nampak jelas dikeningnya. Sebesar itukah rasa pedulinya terhadap Anitta? Gundik suamiku. Entah apa yang Paman perbuat. Aku tidak peduli. Jeritan serta teriakan si Gundik begitu merdu dipendengaran, membuat bibir ini melengkung dengan sempurna. "Gundikmu terdengar sangat menikmati, bukan begitu sayang?" Suaraku yang lembut mampu membuatnya terkejut. Mas Daniel tersenyum kecil kearahku, mencoba menutupi raut gelisah diwajahnya. "Apa dia seheboh ini saat dijamah olehmu," tanyaku dengan senyum yang merekah, padahal hatiku begitu perih. Ingin sekali menyayat wajah tampannya, dengan katter yang selalu ada didalam tas kecilku. Sepertinya dia akan berguna kali ini. Mas Daniel menundukan kepala dan menautkan jari-jarinya. Terlihat seperti anak TK sedang menerima hukuman. Melihat tingkah bodohnya, Gigiku bergeletuk dengan nafas yang tertahan. Perlahan tanganku memasuki tas, menggenggam erat katter yang terselip didalamnya. Membuang nafas kasar, mencoba meredam amarah. Jangan sampai amarahku meledak disini. Aku mempunyai rencana lain. Melihat jam yang melingkar ditangan, sudah dua belas menit waktu berlalu. Aku bangkit memasuki kamar melihat keadaan. Terdengar suara air dibilik toilet, kurasa Paman ada didalamnya. Anitta nampak menangis sesegukan. Rambut lebatnya aut-autan, tangan dan pahanya kulihat membiru. Badannya terguncang hebat, membuat hati sedikit puas. "Ehm.. sepertinya terjadi pertempuaran yang sangat dasyat disini." Anitta menoleh kearahku dengan mata sayu menyedihkan. "Gimana Pamanku. Nikmat?" Ucapku dengan senyum mengejek. "Dasar iblis!" desisnya disela isak tangis. "Trimakasih," balasku dengan senyum semanis mungkin. "Aku bisa jadi apa saja. Tergantung musuhku," sambungku. "Aku akan melaporkanmu ke polisi, kau akan membusuk didalamnya," teriaknya dengan mata menyalang penuh kebencian. Tawaku pecah mendengar celotehnya. Lalu berjalan mendekatinya. "Hmm.. kau fikir aku takut pada ancamanmu?" Tantangku dengan senyum mengejek. "Penjara bukan sesuatu yang menakutkan untukku. You know? Dengan menjentikan jari, aku bisa langsung bebas kapan saja." Mata Anitta melotot, badannya meronta seperti ingin melukaiku. Tangannya yang terikat oleh dasi Mas Daniel membuatnya sulit bergerak dengan leluasa. Ikatan itu mengencang, akan sulit dibuka oleh tangan. Ceklek.. Paman keluar dari bilik toilet, dengan senyum menyerigai kearahku. Aku menggangguk kecil lalu tersenyum hangat. Thank you Paman! "Baiklah, kurasa pesta ini sudah berakhir. Bukan begitu Anitta?" Aniita membuang muka, dengan wajah yang merah padam. "Mas buka ikat tali ini, akan ku bunuh istri mandulmu itu!" teriaknya dengan nafas yang memburu, saat melihat Mas Daniel memasuki ruangan. Mas Daniel tak perduli teriakan Anitta, dia memilih sibuk memakai kemeja dan celana hitamnya. "Ayo sayang.." ajak Mas Daniel saat sudah selesai dengan activitasnya. "Mas.. buka!" Sentak Anitta dengan wajah memelas. "Mas.. kumohon." Dengan ragu Mas Daniel menatapku meminta persetujuan. Aku tersenyum manis membalas tatapannya lalu mengamit tangan Mas Daniel dengan mesra, berjalan kearah pintu. "Dasar iblis kau fiona!" Jeritnya memekik telinga. Kubiarkan pintu kamar terbuka, siapa tau ada orang baik hati yang melewati kamar ini. Dan membuka ikatan tali pada Anitta. Bukankah aku baik? Aku menganggukan kepala saat melewati resepsionis, laki-laki berseragam itu tersenyum kecil lalu kembali sibuk dengan tamu yang baru datang. Menghempaskan tangan Mas Daniel, aku berlari kecil menuju parkiran lalu berhenti didepan mobil pajero sport yang sangat kukenal. "Apa kau membawa gundik itu memakai mobil ini," tanyaku dengan tatapan mengintimidasi. Mas Daniel mendadak gugup, dengan anggukan samar. Hmm.. bagus sekali kau b******k, menukar mobil biasamu dengan mobil yang terparkir di dealerku. Emosi yang teredam kini membara kembali, tak rela mobil ini dipakai oleh si gundik. Aku bergegas menuju mobilku, mencari sesuatu di dalam bagasi. "Untunglah masih ada," ucapku sambil mengambil tongkat baseball kesayanganku. Menggenggam erat dengan tangan kanan lalu menimangnya dengan tangan kiri. Menuju mobil, Mas Daniel juga Paman yang sigap dibelakangnya. Dengan langkah lebar aku berjalan mendekati mereka, Menganyukan dengan kuat tongkat baseball ke arah kaca depan mobil. Namun gerakanku terhenti tepat satu inci dari kaca mobil, berbalik arah menghadap Mas Daniel yang terlihat pasrah. Tanpa dia sadari tongkat ini terayun kuat menuju wajahnya. Bugh.. Dengan sekali hantam, suami tercintaku terjengkang dengan mulut menyemburkan darah. "Uhuk.. uhuk," Mas Daniel merintih kesakitan, namun tak membuatku iba. Ia menatapku dengan tatapan tidak berdaya, aku membalasnya dengan senyuman dingin. Lalu kembali mengayunkan tongkat-ku, kali ini lebih tinggi. "Argh!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD