Bab 4

1131 Words
"Abi," ucap Gema seraya mengetuk pintu kamar Abi nya. Tak ada sautan. Gema pun mencoba bersabar, mungkin Abi nya tengah sibuk bekerja. Dia pun mencoba lagi, mengetuk pintu berwarna cokelat itu, "Abi." Nihil, masih sama. Tak ada sautan. Gema pun memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Tidak mungkin dia berani memasuki ruang kerja Abi nya, kecuali jika sudah diijinkan. Belum juga melangkah, Abi nya sudah muncul dari arah dapur. Sepertinya Abi Gema baru saja membuat kopi, karena secangkir kopi kini berada di tanganmya. "Ada apa Nak?" Gema tersenyum, "Gema ingin bicara Bi." "tentang?" "Perjodohan itu," Wajah Abi Gema yang tadinya tersenyum riang berubah menjadi tegang "kita bicara di dalam." Mereka berdua pun memasuki ruang kerja itu. Gema duduk di sofa yang ada di sana, sementara Abi nya duduk di hadapannya. Setelah menyeruput kopi dan membenarkan posisi duduknya, Abi Gema pun membuka pembicaraan. "Ada apa, Nak?" "Gini Bi, emm.." Gema masih berpikir, wajahnya menunduk takdim terhadap Ayah nya "itu Faya." "Kenapa Faya?" "Apakah Faya tau tentang perjodohan ini?" "Tidak, hanya Abi dan Ayah Faya yang tau, Ibu Faya tidak tau." "Faya dan Gema pacaran Bi," ucap Gema seraya menggeratkan tangannya. Dia takut. Ini kebenaran yang salah. Sekalipun mereka berdua tidak benar-benar berpacaran, tapi bagi warga sekolah mereka berdua adalah sepasang kekasih. Yah, akibat panggilan "sayang" Faya pada Gema hari itu, kabar burung tentang mereka berdua berpacaran pun menyebar sangat cepat. Dan cepat atau lambat, kabar itu pasti akan terdengar ke telingga Abi nya. Jadi, lebih baik Gema mengakui nya. Karena Abi nya pasti akan marah besar jika tau dari orang lain. "Abi marah?" ucap Gema dengan posisi yang sama, menunduk. Sementara Abi Gema hanya diam. Mencerna apa yang baru saja ia dengar. "Abi," "Tidak Nak, Abi tidak marah." "Lalu, kenapa Abi diam?" "Abi hanya bingung, bagaimana kamu bisa pacaran? Abi kira, kamu sudah paham bagaimana syariat islam mengatur pergaulan lawan jenis." Sakit, hati Gema sakit. Ia paham betul, sekalipun tidak marah, Abi nya pasti tengah kecewa berat padanya. Dia menjadi teringat akan masa lalu nya. Masa dimana ia melanggar peraturan Abi nya, berpacaran dengan seira secara diam-diam. "Gini Nak, sekalipun kamu dan Faya memang dijodohkan, atau kamu dan Faya berjanji saling bersama sampai akhir, namun jika ijab kabul belum diucapkan, syariat islam masih harus ditegakkan." "Bukan kah, kau hafal surat Al isra' ayat 32?" "Iya Abi." "Kau tentu sudah tau juga artinya. Di surat itu, Allah melarang kita mendekati zina. Kau tau itu kan Nak?" Gema tak tahan lagi, air matanya sudah mengalir deras. Cowok itu, teringat akan dosanya. "Ambil wudhu dan sholat tobat," ucap Abi Gema seraya mengelus punggung anaknya, "sudah jangan menangis, bukankah Allah maha pemaaf?" Gema pun menghapus air matanya dan mengangguk yakin. "Urusan Faya, setelah ini kita akan ke rumahnya." "Untuk?" "Melamar, jika keadaan seperti ini kalian harus cepat-cepat dinikahkan." Gema melongo, serangan jantung mungkin tengah ia rasakan sekarang. Secepat itu? sungguh ia belum siap. Hatinya atau bahkan mentalnya, "tapi Abi.." "Ada apa lagi Gema?? Bukankah kau mencintai Faya? Seharusnya kau senang." Gema hanya mengangguk. "itu lah Abi masalahnya. Sebenarnya, hati ku ini untuk siapa? Aku masih sangat mencintai Seira, tapi aku juga ssangat mencintai Abi dan aku harus menuruti perintah Abi kan?" ucapnya dalam hati. ~Kekasih Halal~ Sementara di sisi lain, Faya kini tengah berada di toko buku. Mencari buku untuk tugas akhir bahasa indonesia. Sebenarnya, masih belum memasuki deadline pengumpulan. Tapi, Faya memang terlalu rajin. Yah, dari pada ia pergi kemana-mana di malam Minggu, lebih baik begini, bergelut dengan tugas. "Maaf mas, buku seperti ini tapi yang jilid ke dua ada tidak?" tanya Faya pada penjaga toko buku itu yang kebetulan tengah merapikan buku. "Sebentar Mbak, saya cek dulu." "Iya," ucap Faya seraaya tersenyum ramah. Sembari menunggu penjaga toko tersebut, Faya pun berjalan menuju area buku sastra. Ia ingin membeli novel. Dan Faya pun memutuskan membeli novel itu. Ia pun mengitarkan pandangannya, mencoba mencari penjaga toko buku tadi. Bukan nya menemukan penjaga toko, ia malah mendapaati sepasang mata tengah memperhatikannya dari jarak yang cukup jauh. Sepasang mata itu milik Arizona. Ya, Arizona juga berada di toko buku itu. Cowok itu menggenakan kaos oblong hitam dan celana jins biru. Terlihat tampan, sekalipun hanya seperti itu. Di tangan kanannya ia memegang buku puisi. Faya bingung, dia harus bagaimana? Mengabaikan? Atau menyapa? Sebaiknya ia menyapa Arizona. Siapa tau, Arizona masih seperti dulu. suka sekali memilihkan mana dongeng yang bagus untuk dibaca. Dengan hati riang, Faya pun menghampiri Arizona. Hanya butuh sepuluh langkah, jarak di antara mereka pun kini menjadi dekat. Arizona hanya terdiam. Mulut nya terkunci rapat, sementara matanya dari tadi masih saja menatap faya. Sepertinya Arizona tengah berbicara dengan mata. Yah, sepertinya. "Hai," ucap Faya seraya tersenyum manis. Aneh! Tadi saat di sekolah hatinya benci sekali dengan cowok dihadapannya ini. Namun sekarang?? Oh, ya muqolibal qulub, secepat itu kah kau membolak-balikan hati? Arizona masih terdiam dan hal itu membuat Faya cangung. "Lo masih suka puisi?" ucap faya. Arizoan masih juga terdiam. "Ah, pasti lo masih suka kan? Oh ya, gue beli novel. Aneh kan?" Arizona masih juga terdiam. "Gue dulu benci banget sama novel. Sekarang kayaknya gue novel holic deh. Segitu cepatnya yah hati gue berubah, seperti hati loh Ri," "Fa.." "Sayang?" ucap seorang cewek yang bukan lain adalah Miska. Faya kaget, ternyata Ari bersama Miska. Yah, tentu saja bukan kah mereka berdua adalah sepasang kekasih? Jadi wajar saja jika bersma pergi ke toko buku. Apalagi, ini malam Minggu. "Faya?" wajah Miska berubah menjadi setan. Guratan kebencian muncul di wajahnya. "Miska.." "Lo ngapain disini?" Miska kini berjalan mendekati Faya. Faya menunduk, kedua tangannya sudah ia tautkan. Entahlah kenapa. "Emm.." "JAWAB LO NGAPAIN DI SINI?" suara Miska mengeras. Membuat cukup keributan di toko buku itu. "eng..eng.." Faya pun semakin terdesak, semua mata kini menatap mereka. "DASAR CEW.." "Ayo pulang," ucap Arizona. Dia bisa membayangkan apa yang akan diucapkan pacar nya, jadi lebih baik dihentikan sampai sini, jika tidak mereka bertiga pasti akan malu. "Sayang, sebentar!" teriak Miska saat melihat Arizona sudah tidak berada di hadapannya. "awas aja loh, Fay!" dia kini berlari menyusul Arizona yang sudah keluar dari toko buku. Dan sepeninggal kedua pasangan itu, Faya hanya bisa menatap nanar lantai yang bewarna krem itu. Air matanya jatuh, tak tertahan lagi. "mbak, mbak tak papa?" ucap seseorang. Faya pun menghapus air matanya dan mendongak, menatap pemilik suara tersebut. Oh penjaga toko tadi. Faya menggeleng, "tidak mas, saya tidak apa-apa." "Baguslah, ini Mbak bukunya." Ucap Mas itu seraya menyodorkan buku yang di minta Faya tadi. "Terima kasih Mas," ucap Faya. Setelah menerima buku itu, Faya pun berjalan ke arah kasir. "Sudah Faya, fokus. Jangan pikirkan tentang Arizona lagi." bisik Faya dalam hati. Setelah membayar, Faya pun memutuskan untuk pulang. Jam masih menunjukkan pukul tujuh malam, malam Minggu masih panjang dan dia akan berencana untuk menghabiskan malam Minggu nya di dalam kamar. Mencumbu tugas-tugas. Tbc a/n: maaf atas keterlambatan melanjutkan cerita☺ saranghaee~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD