Marshal baru selesai mandi dan akan segera memakai pakaian yang lebih santai. Seharian berkutat di kantor membuat tubuhnya begitu lelah. Sampai di rumah biasanya ia bisa segera beristirahat namun tidak untuk beberapa hari belakangan. Meski Papanya sudah membebastugaskan untuk sebulan mendatang namun Marshal menolaknya. Cukuplah baginya meninggalkan kerjaannya selama ia mengurus pernikahan dan menemani Naomi menghadapi masa shock nya. Setelah acara pernikahannya selesai dan Naomi dibawa oleh keluarganya pulang, Marshal tidak punya kegiatan yang harus dilakukan lagi. Cara terbaik yang bisa ia lakukan untuk mengisi harinya yang ia yakini akan semakin memburuk ke depannya adalah dengan bekerja. Berangkat pagi - pagi sekali dan pulang menjelang jam makan malam. Harusnya Marshal bisa mengurung diri lebih lama lagi di kantor tapi ia tidak punya kuasa untuk menolak keinginan Oma Rita yang selalu ingin makan malam bersama dengan anak cucunya. Sebelumnya hanya sarapan saja yang diharuskan bersama tapi setelah kedatangan Oma Rita dan wanita yang berstatus sebagai isterinya makan malampun harus dilakukan secara bersama, walaupun wanita itu tidak pernah muncul sekalipun di meja makan karena dia masih dalam suasana berkabung.
Marshal tidak bisa menempatkan diri dengan benar terhadap wanita itu. Ia tidak tahu harus bersikap bagaimana dengan wanita yang sekarang sudah menjadi tanggung jawabnya itu. Bukannya tidak bersimpati, namun Marshal belum bisa menerima kehadirannya setelah selama ini hanya perasaan tidak suka yang ia rasakan.
Demi menjaga jarak agar tidak memperburuk hubungan diantara mereka maka Marshal selalu menghabiskan waktu lebih banyak di kantor daripada di rumah yang tentu saja berakibat omelan dari Oma Rita dan Mamanya. Kedua wanita yang dicintainya itu tidak pernah bosan untuk mengingatkannya tentang keberadaan seorang wanita yang kini telah berstatus sebagai isterinya. Isteri yang tidak pernah ia harapkan!
Marshal berniat untuk langsung keluar dari kamar setelah berganti baju namun urung ia lakukan karena melihat posisi tidur Lea yang tak biasa. Muka pias yang ia lihat tidak sama dengan muka orang yang sedang tertidur. Lebih terlihat seperti seseorang yang sedang....pingsan??
Dengan langkah terburu Marshal menghampiri tubuh terbujur Lea. Untuk kali pertama Marshal menyentuh lengan Lea untuk membangunkannya.
" Hei... bangun." ucap Marshal sambil menggoyang perlahan lengan Lea.
Tidak ada reaksi. Posisi Lea masih sama.
" Lea... bangun." ucap Marshal lebih keras dari sebelumnya.
Masih sama. Tidak ada balasan dan reaksi apapun.
Ternyata benar, Lea pingsan!
Jantung Marshal jadi berdegup kencang menghadapi situasi yang tidak pernah ia prediksi sebelumnya.
Dengan setengah berlari Marshal berlari keluar kamar untuk mencari bantuan.
" Mama...!" panggilnya begitu melihat Mamanya melintas menuju ruang makan.
" Ada apa?" tanya Rima kaget melihat muka panik anaknya.
" Dia pingsan..."
" Dia? siapa?"
" Lea... dia pingsan." jawab Marshal dengan berat hati. Selalu saja Marshal merasa enggan untuk menyebut nama itu.
Rima langsung melotot mendengar penuturan Marshal," Lea pingsan dan kamu tinggalin dia sendiri?!" tanyanya setengah membentak sambil berlalu menuju kamar anaknya berada.
Marshal mengikuti langkah Mamanya dengan menahan diri mendengar nada menyalahkan tersebut. Bukan salahnya jika wanita itu sampai pingsan.
" Lea... Lea..."
Suara Oma Rita terdengar saat Marshal dan Mamanya masuk kamar. Oma Rita yang melihat Marshal keluar kamar berniat untuk melihat keadaan Lea. Ingin mengajaknya makan bersama setelah sebelumnya selalu ditolak Lea dengan alasan belum lapar dan tidak berselera makan.
" Cepat angkat, kita bawa Lea kerumah sakit!" suruh Rima pada Marshal. Rima tidak mau mengambil resiko buruk setelah melihat muka pucat Lea.
Marshal mengikuti perintah Mamanya dalam diam. Jujur Marshal juga merasa sedikit cemas melihat muka Lea yang semakin memucat.
Beruntung jalanan sudah mulai lengang dan jarak rumah mereka dengan rumah sakit juga tidak terlalu jauh sehingga memperlancar perjalanan menuju rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit Lea langsung mendapat perawatan. Saat menunggu Lea diperiksa, Marshal berlalu menuju kantin untuk mencari segelas kopi. Perutnya lapar karena belum terisi nasi seharian, hanya dua lembar roti tadi pagi saat sarapan. Marshal tidak mau ikut pingsan karena menahan lapar.
Bunyi nada dering ponselnya memaksa Marshal menghentikan langkahnya.
Naomi is calling ...
" Hallo..." sapa Marshal. Ini adalah telpon pertama Naomi setelah Marshal menikah.
" Kamu sibuk ?" tanya Naomi dari seberang.
Marshal ingin menjawab iya. tapi...
" Nggak, kamu ada perlu sesuatu?" tanyanya kemudian.
Suara balasan dari Naomi tidak langsung terdengar. Marshal pikir Naomi masih bimbang untuk mengutarakan maksudnya. Tidak pernah sebelumnya Naomi merasa sungkan padanya.
Apa karena statusnya sekarang yang sudah berbeda?
" Kamu sedang dimana sekarang?"
Marshal menebak kalau Naomi tidak berada di rumahnya karena gadis itu sering pergi dari rumah jika sedang punya masalah.
" Jangan kemana - mana, aku akan segera kesana." sebut Marshal begitu Naomi menyebutkan tempatnya berada.
Marshal urung ke kantin, kakinya ia bawa menuju parkiran tempat mobilnya berada.
Hotel tempat Naomi berada berjarak cukup jauh dari rumah sakit. Lebih dekat dengan lokasi kantor Marshal. Seperti biasa Naomi sering menginap disana agar lebih dekat dengan Marshal. Datang jauh - jauh dari kota yang berbeda tidak membuat Naomi langsung ke rumah tantenya. Naomi sengaja menghindar dari keluarga besarnya karena tidak ingin masalahnya jadi konsumsi umum. Jika orang tua Marshal tahu maka orang tuanya juga akan tahu. Naomi hanya mau membagi masalahnya dengan Marshal. Pria itu tidak mungkin menyulitkannya karena Naomi tahu kalau Marshal sangat menyayanginya.
Sambil berkendara Marshal mengirim pesan pada Mamanya kalau ia harus meninggalkan rumah sakit karena ada urusan mendadak dan ia mengkambinghitamkan pekerjaannya.
Rima ingin mengomel setelah membaca pesan dari Marshal. Tapi tidak jadi saat matanya bersirobok dengan Mamanya. Oma Rita menuntut penjelasan darinya.
" Marshal ada urusan mendesak." kata Rima.
Oma Rita mengerutkan keningnya ," Urusan apa yang lebih mendesak dibandingkan dengan isteri yang sedang pingsan karena stress berat?!" sarkasnya.
Rima menghembuskan nafasnya kasar. Sama seperti mamanya, ia juga tidak habis fikir dengan jalan pikiran anaknya sendiri. Tindakan impulsif Marshal sudah membuatnya jadi serba salah pada gadis malang tersebut. Rima bisa menerima Lea sebagai menantunya tapi kenapa anaknya sendiri yang tidak bisa menerima kehadiran isteri yang ia nikahi secara sukarela? Tidak ada yang memaksanya untuk memilih jalan tersebut tapi kenapa Marshal memilih jalan yang tidak ingin ia tempuh?
" Marshal hanya butuh waktu untuk menerimanya, kita beri dia kesempatan untuk bertanggung jawab seperti ucapannya." kata Rima pada akhirnya.
" Sampai kapan? apa kita harus menunggu sampai Lea semakin terpuruk?"
" Rima yakin Lea wanita yang kuat,Ma." Jawabnya cepat. Rima tidak akan bisa memaafkan dirinya dan juga Marshal kalau sampai Lea tidak kunjung keluar dari kesedihannya.
Lea sudah menjadi menantunya dan itu berarti sudah menjadi anaknya juga. Rima sudah bertekad untuk membawa Marshal keluar dari perasaan sia - sianya selama ini dan besar harapannya agar kehadiran Lea bisa membuat Marshal melupakan perasaan obsesifnya pada Naomi. semoga saja...
bersambung....