Malam panjang mereka lewati dengan kegelisahan masing - masing. Marshal dan Lea nyaris tidak tidur meski mata mereka sama terpejam. Untuk pertama kali dua orang asing berlawanan jenis dengan status suami isteri tidur di ranjang yang sama membuat suasana jadi sangat canggung. Mungkin bisa dipecahkan jika salah satu dari mereka mau mulai bicara tapi keduanya sama bodohnya. Tidak punya inisiatif karena terlalu larut dengan fikiran sendiri. Marshal jelas tahu kalau Lea tidak bisa tidur begitu juga sebaliknya. Keheningan berlangsung sangat lama sampai fajar menjelang dan keduanya terpaksa bangkit dari tempat tidur untuk memulai hari tanpa sempat beristirahat sebelumnya.
Saat turun ke ruang makan, Oma Rita dan yang lainnya memandang heran pada sepasang suami isteri baru yang keluar kamar dengan wajah lesu dan mengantuk. Bukan seperti pasangan yang mengantuk karena aktifitas panas suami isteri yang biasanya mata mengantuk tapi bibir tersenyum.
Marshal dan Lea sudah mandi sebelumnya tapi ternyata tidak bisa menutupi raut kantuk di mukanya.
" Abis begadang suntuk amat? " celoteh Alicia yang memang suka bicara blak - blakan.
Lea tersenyum canggung pada adik kandung Antonio. Suasana di meja makan memang tidak terlalu ramai karena selain Oma Rita dan tante Rima, hanya ada Alicia, Antonio dan Brigitta. Orang tua Antonio sepertinya sudah pulang duluan. Om Bryan, papanya Marshal pasti sudah berangkat ke kantor terlebih dahulu. Dia sangat disiplin dan pekerja keras.
" Aku berangkat duluan." pamit Brigitta yang baru menyelesaikan sarapannya.
" Hati - hati dijalan, jangan pulang malam." nasehat Oma Rita saat Brigitta menyalaminya yang cuma dibalas oleh Brigitta dengan sebuah anggukan. Lagipula semua orang juga tahu kalau Brigitta sama seperti papanya yang suka lupa waktu saat sedang asyik bekerja sehingga tidak jarang para sepupunya menyebut Brigitta sebagai cewek addicted. Dengan konotasi positif tentunya.
" Aku juga berangkat sekarang." kata Marshal setelah meneguk kopi pahit yang memang telah tersedia diatas meja.
" Kamu nggak makan dulu, Shal? " tanya Tante Rima.
" Belum lapar, Ma. Nanti saja di kantor." jawabnya sambil berdiri dan hendak berlalu. Merasa ada yang memperhatikan maka Marshal menoleh pada Lea sebentar. Marshal dan Lea bertatapan sejenak. Tanpa kata, Marshal pun berlalu pergi.
" Ish, dasar anak itu tidak bisa bersikap manis pada isterinya." gumam Tante Rima membuat Lea jadi merasa tidak enak hati. Perasaan bersalah masih kerap menyergapnya tiap kali diingatkan akan sikap penolakan yang ditunjukkan oleh Marshal padanya. Apalagi sering dilakukan didepan orang lain. Rasa rendah diri tidak bisa ia tutupi karena semua orang tahu bagaimana sikap Marshal pada Lea sebelumnya. Perubahan status menjadi isteri Marshal tidak serta merta menaikkan level rasa percaya dirinya.
" Lea, bagaimana kalau kita jalan - jalan hari ini? " tanya Antonio tiba - tiba tanpa diduga oleh Lea," Melihatmu sudah sehat begini ada baiknya kamu ikut aku untuk melihat - lihat wilayah tempat tinggalmu yang baru agar tidak tersesat nantinya."
Lea tertarik dengan ajakan Antonio. Ia memang butuh menghirup udara bebas. Fikirannya harus tenang untuk bisa berfikir tentang masa depannya nanti. Namun, Lea rasa ia perlu meminta izin pada Oma atau mama Marshal. Rasa sungkan dan tata krama yang tinggi memaksanya mengedepankan sopan santun ketimbang keinginan diri semata. Lea sendiri masih menempatkan dirinya sebagai orang lain didalam keluarga Marshal. Hanya Oma Rita yang dianggapnya sebagai orang terdekat.
Oma Rita yang melihat antusiasme Lea pun mengangguk mengiyakan. Baginya memang sudah saatnya Lea keluar dari ruang gelap dan hampa yang didiaminya belakangan ini. Oma Rita ingin melihat Lea yang dulu kembali memulai menapak langkah kakinya sendiri.
" Jangan lupa kasih tahu Marshal dulu ya." ucapnya lembut.
" Tapi Lea nggak punya nomornya, Oma." jawab Lea jujur.
" Nanti Oma kirimkan ." kata Oma Rita sambil tersenyum," Pergilah, banyak tempat yang indah disekitaran sini." suruhnya sambil memberi kode pada Antonio supaya cepat berlalu.
Sepeninggal Lea dan Antonio, Alicia juga berlalu ke taman belakang untuk kembali berenang. Si pencinta air itu tidak akan melewatkan kesempatan untuk berenang saat menginap dirumah mama Rima karena dirumah orangtuanya tidak ada kolam renang. Mamanya sendiri sangat parnoan dengan air.
" Apa yang mama rencanakan?" tanya Rima pada Oma Rita penuh selidik. Tidak mungkin mamanya tidak punya rencana dibalik ajakan Antonio pada Lea.
" Tidak ada rencana apa - apa. Mama hanya ingin Lea bisa melupakan kesedihannya dan memulai hidup yang baru."
" Rima juga maunya begitu, Ma... tapikan seharusnya yang membantu Lea melewati masa berkabungnya adalah suaminya sendiri bukan adik iparnya."
" Kamu benar, tapi kamu tidak lupakan kalau Marshal tidak akan mau melakukannya dengan senang hati? Biarkan saja Antonio yang melakukannya, toh Mama lihat mereka lumayan akrab."
" Tapi,Ma... kondisi Lea yang sedang labil bisa jadi akan membuat hubungan mereka menjadi dekat. Jangan sampai Lea lebih dekat dengan Antonio ketimbang dengan suaminya sendiri. Rima tidak mau anak - anak jadi salah faham dan memicu konflik."
" Apa menurutmu Antonio akan melakukan hal serendah itu pada saudaranya sendiri?"
" Bukan begitu maksudku, Ma. Rasa suka bisa muncul kapan saja. Mulanya biasa saja lama - lama jadi terbiasa dan saling suka."
" Kamu mau menyamakan mereka dengan hubungan Marshal dan Naomi?"
" Mama yang paling tahu apa yang aku takutkan." ucap Rima pasrah.
" Percayakan saja pada mereka. Semuanya akan baik - baik saja karena kamu sudah mendidiknya dengan baik." ujar Oma Rita menenangkan.
Oma Rita tidak akan menyangkal kalau anaknya, Rima sudah mendidik Marshal dan Brigitta dengan baik, terbukti dengan sifat rendah hati dan pekerja keras yang mereka tunjukkan sangat menonjol dibandingkan cucunya yang lain. Namun seolah tak ada gading yang tak retak, Oma Rita juga tahu kalau ketatnya didikan yang Rima berikan pada kedua anaknya membuat anaknya tidak punya pengalaman bergaul dengan orang banyak. Kedua anaknya cenderung anti sosial. Tidak banyak teman yang mereka punya, hanya berputar dalam lingkup keluarga saja. Hal yang sama juga yang membuat Marshal terjebak dalam romansa pada sepupunya sendiri. Memang tidak salah jika Naomi punya perasaan yang sama, jadi berbeda karena Naomi yang sedikit manipulatif memberikan dampak yang kurang baik bagi Marshal. Marshal seperti berada dibawah bayangan Naomi sepanjang usianya. Orang lain mungkin akan menganggap sikap Marshal pada Naomi sweet dan gentle, tapi keluarga terdekat tahu kalau Marshal bagai dicokok hidungnya untuk menuruti semua keinginan sang wanita pujaan. Hubungan tidak sehat tersebut diperparah dengan ketidakberdayaan mereka untuk memutus hubungan keduanya. Tali silahturahmi diantara dua keluarga harus terus terjalin karena bagaimanapun Rima dan Irwan saudara kandung!
Kondisi kesehatan princess Naomi juga menjadi pertimbangan tersendiri untuk bertindak keras padanya.
" Marshal dan Lea.... mereka akan tetap bersamakan?" tanya Rima mencoba meyakinkan diri.
" Kita berdoa saja untuk kebahagiaan mereka." jawab Oma Rita sama ragunya.
bersambung....