Bab 10, Marshal...

1142 Words
aku izin pergi dengan Antonio Lea Sekali lagi Marshal membaca pesan yang masuk ke ponselnya saat baru tiba di kantor. Pesan dari nomor yang sebenarnya sudah ia simpan sejak beberapa hari yang lalu. Marshal meletakkan ponselnya dengan kasar keatas meja. Perasaannya jadi memburuk setelah membaca pesan tadi. Bisa - bisanya Lea mengiriminya pesan seperti itu. Begitu mudahnya dia menerima ajakan Antonio untuk pergi berdua. Mau kemana mereka sebenarnya? Marshal membuang kasar nafasnya. Ia masih yakin kalau perasaan tidak nyaman yang muncul tiba - tiba adalah hal wajar yang dirasakan oleh seorang suami yang menjaga kehormatan isterinya terlepas dari apapun latar belakang pernikahan mereka. Tapi sepertinya Lea tidak punya pemikiran yang sama dengannya. Wanita itu... entah apa yang ada di dalam kepalanya. Marshal : Mau kemana? Setelah menimbang, akhirnya Marshal membalas pesan dari Lea. Sayangnya pesannya tidak kunjung dibaca apalagi dibalas. Sepertinya Lea sudah terlanjur berangkat dan melupakan ponselnya. Marshal tidak bisa mengabaikan perasaan yang mengganggunya akibat diabaikan oleh Lea. Sebenarnya wanita itu niat atau tidak untuk meminta izin padanya. Atau hanya sekedar pemberitahuan semata. Bagaimana caranya mereka bisa menjalani pernikahan tak biasa ini jika tidak ada kerja sama yang baik diantara keduanya. Harusnya Lea turut andil untuk membuat segalanya menjadi lebih mudah dan berjalan natural tapi lihatlah, hanya Marshal yang berusaha menerima kehadirannnya sedangkan Lea tidak menunjukkan sikap yang sama. Tapi benarkah Marshal sudah mulai merubah sikapnya? Meski tidak signifikan tapi Marshal yakin dirinya sudah mulai beradaptasi dengan kehadiran Lea, buktinya tadi malam Marshal sudah mau tidur di kamar yang sama. Meski tidak mudah namun dirinya mau berusaha. Marshal juga merasa kehadiran Antonio membuat jarak baru antara dirinya dengan Lea. Lea seperti menemukan teman yang membuatnya merasa nyaman tanpa harus berusaha untuk mendekatkan diri pada orang yang seharusnya dia dekati. Sepupu laknatnya itu pasti sedang merencanakan sesuatu dengan mendekati Lea. Antonio bukanlah pengangguran yang tidak punya pekerjaan sehingga punya banyak waktu untuk mendekati seorang wanita bersuami. Jika Antonio mau mencari teman wanita dia bisa dapatkan dengan mudah di tempat hiburan yang biasa dia datangi. Jika sampai Marshal mendapatkan bukti niat terselubung dari kedekatan mereka, Marshal tidak akan segan - segan membuat perhitungan dengan Antonio. # " Sepertinya hp mu tadi berbunyi." ucap Antonio memberitahu sekembalinya Lea dari kamar kecil cafe yang mereka kunjungi. " Biarkan saja, palingan pesan dari operator." jawab Lea cuek ," biasanya sih begitu." lanjutnya dengan cengiran kecil yang khas darinya. Antonio jadi akrab dengan bermacam perubahan ekspresi yang ditunjukkan oleh Lea setelah cukup lama saling mengenal. Makanan pesanan mereka sudah datang semuanya. Masih terlalu pagi untuk disebut makan siang. Jika biasanya cafe kebanyakan buka disore menjelang malam berbeda dengan cafe yang mereka datangi sekarang. Cafenya sudah buka sejak pagi karena mengusung konsep brunch time di salah satu menu andalannya. Letak cafe tidak terlalu jauh dari rumah keluarga Marshal. Mereka bahkan hanya mengendarai scooter matic yang ada dirumah Marshal untuk datang kesana. Suasana yang ditawarkan sangat nyaman dan cozy, seperti tampilan cafe - cafe aesthetic dalam drama korea yang ditonton oleh Lea. Lea yang berasal dari kampung tentu saja sangat takjub dengan penampakan cafe yang sangat indah dilihat. Lea sebenarnya menamatkan sekolah menengah dan kuliahnya di ibukota tapi selama menjalani masa pendidikannya ia terlalu fokus belajar agar cepat lulus sehingga tidak punya waktu untuk menikmati hidup ala anak muda lainnya. Bayang - bayang orang tuanya yang bekerja keras untuk membiayai sekolahnya membuatnya tidak bisa berlengah - lengah seperti teman kosannya yang lain yang sebenarnya berasal dari daerah seperti dirinya. Ajakan pacaran dari teman sebaya juga ditolaknya, pun begitu juga saat pria yang lebih tua dan sudah mapan darinya. Lea terlalu asyik dengan dunianya sendiri yang bagi teman sebayanya sangat membosankan. Setelah menjadi wanita dewasa dan mandiri, Lea rencananya akan menjalani hidupnya dengan lebih santai dan berwarna. Akan ia coba untuk merasakan pengalaman baru yang dulu tidak sempat dirasakannya. Harusnya Lea sudah bisa memulainya andai saja musibah itu tidak datang dengan cepat dan merenggut segalanya. Kini Lea tidak tahu harus memulai darimana lagi untuk meraih kebahagiaannya. Langkah kakinya tiba - tiba tertahan oleh ikatan yang bernama pernikahan. Lea harusnya bisa membicarakan tujuan masa depannya dengan Marshal tapi keraguan selalu menyergapnya. Lea tidak punya keberanian untuk berbicara disaat ia sadar kalau tembok yang memisahkan mereka sangat tinggi dan tidak akan pernah terjangkau olehnya. Lea juga takut kalau keinginannya dianggap berlebihan atau justru tidak dianggap oleh Marshal. Mungkin rumah tangga yang baru terjalin akan menjadi taruhannya. Lea tidak sanggup membayangkan kemungkinan yang akan terjadi nanti. " Bisa jadi pesan dari seseorang yang penting." ingat Antonio menimbulkan raut geli diwajah Lea. " Seseorang yang penting...?" Antonio mengangguk sambil tersenyum. " Bagaimana mungkin seseorang yang penting mengirimi orang yang tidak penting ini sebuah pesan? aku sendirian sekarang... kamu pasti tidak lupa itukan?." Tanpa sadar Lea menunjukkan sisi pesimisnya pada Antonio. Lea tidak bermaksud menarik simpati dari Antonio tapi nyatanya Antonio jadi canggung sendiri," ayo makan..." ujarnya kemudian. Lea mengangguk sambil tersenyum. Penampilan makanan - makanan cantik didepannya mampu membuat moodnya menjadi lebih baik. Lea biasanya melihat makanan cantik lewat aplikasi masak saja. Punya keinginan untuk mencoba membuatnya sendiri tapi belum pernah kesampaian. Lea bahkan sampai belajar teknik food fhotograpy lewat youtube demi bisa mengabadikan hasil masakannya nanti. Tapi nyatanya tekadnya tidak sekuat itu. Lea seringkali punya keinginan melakukan hal - hal baru tanpa berusaha untuk menggelutinya secara serius. Jadilah semuanya serba nanggung. " Enak ...?" tanya Antonio melihat antusiasme diwajah Lea saat memakan kuenya. " Banget!" jawab Lea cepat. Antonio tersenyum," Kamu suka membuat kue?" Lea menggeleng," Aku suka memakannya." jawab Lea dengan cengiran kembali menghiasi wajah polosnya. " Mungkin akan lebih enak kalau kamu bisa bikin sendiri. Bisa ditambahkan bahan sesuai selera." " Begini saja sudah enak. Kalau aku kreasikan takutnya rasa kuenya malah jadi aneh." Antonio tergelak," Selama yang kamu masukkan masih bahan makanan tidak akan aneh kok." " Bagaimana kalau yang aku masukkan adalah kecap ikan?" Kembali Antonio tertawa mendengarnya," Tidak mungkinkan kamu sampai melakukan itu..?" Lea menggeleng sambil ikut tertawa. " Sebelumnya apa yang suka kamu lakukan saat sedang sendiri?" tanya Antonio berubah serius. Lea tampak berfikir sejenak," Membaca novel." jawabnya tidak yakin. Sudah lama sekali sejak terakhir kali ia membeli novel kesukaannya. " Nonton drama..." ucapnya pelan. Antonio menunggu Lea mengungkapkan kegemarannya. " Aku tidak punya aktivitas yang rutin, semuanya aku lakukan berdasarkan mood saja." Lea seakan menyadari sesuatu diujung kalimatnya. Selama ini sepertinya Lea belum menemukan sesuatu yang ingin selalu dilakukan setiap hari olehnya. Setamat sekolah tidak ada lagi rutinitas yang ia lakukan yang akan berdampak positif untuk masa depannya. Mulai sekarang Lea tidak bisa lagi hidup dengan pola fikirnya yang lama. Ia akan bertekad untuk lebih serius menjalani hidupnya, tentunya dengan menentukan tujuan masa depannya. Seakan kembali berputar ke posisi semula, Lea tetap harus memulai rencana masa depannya dengan melibatkan Marshal didalamnya. Pria itu memiliki andil saat Lea ingin menentukan langkah yang harus ia ambil nantinya. Tapi, Akankah Marshal bersedia menjadi bagian dalam rencana masa depannya?? bersambung....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD