Bab 6, Leanita...

1090 Words
Saat kesadaran menghampiri, Lea sontak menoleh ke samping kiri dan kanan tempatnya berbaring. Ada Oma Rita, tante Rima dan ... Antonio terlihat sedang menjaganya. Lea tidak perlu berfikir keras tentang apa yang terjadi padanya. Lea yakin kalau kini ia berada di ruang rawat inap sebuah klinik atau Rumah sakit. Kondisi tubuhnya pasti memburuk makanya ia sampai berakhir disini sekarang. Yang membuatnya heran karena melihat keberadaan Antonio bukannya Marshal. Harusnya Marshal sebagai suami yang menunggui dirinya. Apa mungkin Marshal tidak bersedia menjaganya. Kenapa Lea jadi sedih memikirkannya padahal ia sendiri tahu dengan jelas seperti apa sikap Marshal padanya selama ini. Sepertinya Lea mulai merasa penting dengan status barunya. Lea harus cepat sadar diri agar perasaannya tidak melambung tinggi. " Kamu sudah siuman, nak? " tanya Rima menghampiri menantunya. Lea mengangguk sambil tersenyum tipis. Lea merasa bersalah telah membuat orang lain terpaksa mengurusi dirinya, apalagi dimalam hari seperti ini disaat mereka harusnya bisa beristirahat dengan nyaman di rumah. Berbeda dengan Oma Rita yang sudah dianggapnya sebagai nenek sendiri perasaannya masih terasa asing saat berdekatan dengan tante Rima. Meski sering bertemu sebelumnya namun hubungan mereka juga tidak terlalu dekat. Bukan karena tante Rima yang menunjukkan sikap tidak suka padanya hanya saja Lea sendiri yang sengaja menjaga jarak agar tante Rima punya banyak waktu saat mengunjungi Oma Rita. Lea tahu kalau anak -anak Oma Rita tidak punya waktu sebanyak dirinya untuk menemani sang mama. " Oma, maafin Lea sudah ngerepotin..." ucapnya perlahan pada Oma Rita yang juga mendekat bersama dengan Tante Rima. " Jangan bicara seperti itu, kami tidak ngerasa direpotin sama sekali." kata Oma Rita yang dianggukin oleh tante Rima dan Antonio. " Kami sangat memaklumi perasaanmu tapi kami tidak bisa membantu untuk membuat perasaanmu menjadi lebih baik." lanjut Oma Rita sambil menatap iba pada Lea," Tapi Oma mohon tolong fikirkan juga kesehatanmu. Tubuhmu butuh asupan makanan dan istirahat." " Orang tuamu disana pasti tidak akan suka melihatmu terpuruk begini." Lea menatap Oma Rita sayu. Susah payah ia bernafas saat kembali diingatkan dengan kedua orangtuanya. Lea juga tidak ingin berlarut dalam kesedihan namun hatinya tidak sekuat itu untuk segera bangkit. Lea butuh lebih banyak waktu lagi untuk mengikhlaskan takdirnya. " Kamu memang kehilangan mereka tapi kamu juga harus ingat kalau kamu masih punya kami tempatmu berbagi. Meskipun tidak akan bisa menggantikan peran Ibumu tapi Mama janji akan selalu ada untukmu. Kamu anak Mama juga..." Air mata Lea luruh bersama ucapan Mama mertuanya. Suara tante Rima sangat meneduhkan baginya. Andaikan Marshal menikahinya karena cinta tentulah sempurna kebahagiaan yang Lea rasakan saat ini. Semua menantu perempuan pasti sangat mendambakan mendapatkan ibu mertua yang menerima dan menyayangi menantunya dengan sepenuh hati. Lea bisa merasakan ketulusan dari tante Rima sama seperti perasaan yang ia rasakan saat bersama Oma Rita. Ternyata Oma Rita sukses menurunkan suri tauladannya pada tante Rima. # Saat kesadaran kembali menghampirinya, Lea tidak lagi menemukan keberadaan Oma Rita, tante Rima dan Antonio di kamar perawatannya. Matanya malah menangkap keberadaan Marshal yang sedang tertidur disampingnya. Pria yang berstatus sebagai suaminya itu terlelap duduk dengan menjadikan tangannya sebagai bantal. Lea bisa melihat dengan jelas wajah Marshal. Meski sudah berstatus suami isteri, Lea tidak pernah punya kesempatan untuk melihat Marshal sedekat ini sebelumnya. Pernah saat ijab kabul raga mereka begitu dekat tapi Lea tidak bisa melihatnya dengan jelas karena matanya yang sering berkabut air mata. Dan juga Lea tidak pernah kefikiran untuk meneliti garis wajah Marshal dengan seksama. Kali ini, entah karena perasaannya yang mulai membaik membuat Lea mengikuti nalurinya untuk menatap Marshal dengan leluasa. Seperti angannya, Marshal selalu penuh pesona. Dalam kondisi rambut acak - acakan saja tidak membuat kadar ketampanannya jadi berkurang bahkan membuatnya terlihat seksi dan menggairahkan! Menggairahkan? Lea malu dengan fikirannya sendiri. Sudah sekotor inikah otaknya sampai - sampai berimajinasi liar pada seorang pria? Tapi... bukankah pria itu memang boleh ia imajinasikan? Lea menggeleng. Mencoba mengusir fantasinya. " Kamu kenapa? ada yang sakit?". tanya Marshal dengan suara berat khas orang bangun tidur membuat Lea kaget setengah mati. Untuk sejenak Lea diam terpaku. Bingung untuk berkata apa. Marshal juga diam menunggu jawaban Lea. Keduanya saling mengunci pandangan. Lea yang kalah terlebih dahulu. Ia memutuskan pandangan dengan mencoba duduk. Lea tidak mungkin melawan pesona Marshal meski Marshal tidak sedang tebar pesona padanya. " Kamu mau kemana?" tanya Marshal buru - buru duduk guna meluruskan pinggangnya. " Aku mau ke kamar mandi." jawab Lea cepat. Marshal ikut berdiri bersama Lea. Saat Lea mulai melangkah dengan perlahan Marshal juga melakukan hal yang sama. " Kamu mau ngapain?" tanya Lea gugup. Kalau ia tidak salah kira sepertinya Marshal mau menemaninya ke kamar mandi. Marshal menatap Lea heran. " Aku bisa sendiri." ucap Lea teramat pelan namun masih bisa didengar dengan baik oleh Marshal. Tanpa sadar Marshal berdecak. Merasa kesal dengan penolakan dari Lea. Niatnya murni ingin membantu wanita itu tapi kenapa kesannya ia yang ngotot? Marshal cuma tidak mau terjadi hal buruk yang lainnya pada Lea sehingga ia semakin disalahkan oleh keluarganya. Cukup Oma dan Mamanya yang sering memasang tampang memusuhinya ditambah lagi dengan sepupu kurang ajarnya, Antonio. " Kondisiku sudah membaik sekarang." ucap Lea sebelum berlalu dari hadapan Marshal. Berbeda dengan apa yang Lea ucapkan, Marshal melihat muka Lea masih sama pucatnya dengan kemarin. Atau justru sebaliknya? Sebenarnya Marshal tidak bisa mengingat dengan jelas kondisi pastinya. Mungkin Antonio benar dengan meragukan kredibilitasnya sebagai seorang suami yang baik. Tapi siapa juga yang peduli dengan status itu disaat kondisinya jauh dari apa yang diharapkan oleh banyak orang. Setelah menuntaskan hajatnya di kamar mandi, Lea kembali ke tempat tidurnya. Masih ada beberapa jam lagi sebelum subuh datang. Lea akan mencoba untuk tidur lagi walau besar kemungkinan matanya tidak mau terpejam lagi. Marshal masih berada diposisi yang sama sebelum Lea ke kamar mandi. " Kamu bisa tidur disana ." ucap Lea sebelum membaringkan tubuhnya. Akan lebih baik buatnya kalau Marshal menjauh darinya. Jantungnya tidak mudah dikendalikan saat berada begitu dekat dengan Marshal. " Kamu benaran sudah membaik?" tanya Marshal meyakinkan. Lea mengangguk," Aku mau tidur lagi jadi kamu sebaiknya tidur juga." balas Lea. Melihat Lea sudah memejamkan matanya Marshalpun melangkah kearah ranjang tempat keluarga pasien beristirahat. Tubuhnya terasa lelah tapi ia sudah tidak mengantuk lagi. Yang lelah hati dan fikirannya. Wanita yang sedang meringkuk dihadapannya kini tidak seharusnya ia abaikan namun untuk memulai hubungan yang seharusnya juga tidak bisa ia lakukan. Dari tempatnya berbaring, Lea bisa melihat dengan jelas keadaan Marshal yang tampak bingung dan serba salah. Lelaki itu seperti menyimpan beban berat dalam hidupnya dan tidak bisa Lea pungkiri kalau Lea termasuk dalam beban tersebut. Lea sendiripun masih gamang dengan langkah yang harus ia ambil. Semuanya terlihat sama buruknya. bersambung....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD