Part 3

2023 Words
Seperti yang dikatakan Bian waktu itu, hari ini pernikahan antara Bian dan Olivia dilaksanakan. Tidak ada tamu undangan, tidak ada pesta, semuanya sesuai dengan permintaan Bian. Hanya ada penghulu, Adrian, serta Reno yang merupakan orang kepercayaan Bian. Olivia memperhatikan dirinya di depan cermin. Diperhatikannya kebaya putih yang tengah melekat di badannya yang ramping. Olivia yakin kebaya ini memiliki harga yang sangat fantastik, lihatlah beberapa Swarovski yang tampak berkilau menghiasi bagian leher kebaya yang bermodel terbuka memperlihatkan bagian leher dan pundak Olivia terjadi ter-expose. Beberapa saat yang lalu ia resmi menjadi istri seorang Sabian Cavano, pengusaha muda yang namanya begitu besar di negri ini. Olivia menghembuskan nafasnya kasar, ia benar-benar tidak tahu akan seperti apa hidupnya nanti dengan status baru yang ia sandang, apa mungkin seperti yang dikatakan Bian sebelumnya, bahwa tidak akan ada yang berubah? Ya, mungkin saja Bian benar, bahkan kini Olivia sudah merasakannya. Baru saja ia menikah, ia sudah ditinggalkan di ruangan besar di sebuah mansion yang ia yakini milik Bian itu sendirian. Entah kemana perginya Bian, Adrian dan Reno tadi, mungkin sedang membicarakan hal yang penting dan pastinya tidak akan melibatkan Olivia yang sudah pasti tidak penting ini. Olivia bangkit dari duduknya merasa sudah puas memperhatikan dirinya sendiri di depan cermin. Ia berjalan kearah jendela yang berada di ruangan ini untuk melihat keluar. Pemandangan pertama yang ia dapati adalah halaman belakang mansion yang terlihat luas dengan rumput hijau dan beberapa pepohonan. Tadi saat ia baru saja sampai di mansion ini, ia merasa sangat takjub. Ia pikir hunian bak istana seperti ini tidak benar-benar ada, ternyata ia bisa melihat sendiri. Namun ia tidak heran, Bian bahkan mungkin bisa memiliki berpuluh-puluh rumah seperti ini jika ia mau. Awalnya Olivia hanya mengetahuan nama Sabian Cavano sekelibat saja. Tapi malam itu ia memutuskan untuk mencari tahu lebih dengan mencari tahunya di internet. Di zaman canggih seperti ini, tidak akan begitu sulit untuk menemukan seseorang apalagi yang namanya sudah besar seperti Sabian Cavano. Olivia mendapat cukup banyak informasi, namun sebagian besar adalah tentang pencapaiannya di dunia bisnis dan kabar bahwa ia akan menggantikan ayahnya sebagai pemegang tunggal Cavano Corp. Untuk masalah pribadinya, Olivia hampir tidak menemukan, sepertinya Bian sangat tertutup tentang kehidupan pribadinya. Informasi yang Olivia dapat hanyalah Sabian merupakan anak sulung dari pasangan Adrian Cavano dan Alina Putri. Awalnya Olivia cukup kaget, ia pikir Bian adalah anak satunya-satunya di kelurah Cavano, ternyata ia masih memiliki seorang adik perempuan. Sebuah artikel yang ia baca mengatakan bahwa adik perempuan Sabian sedang menempuh pendidikan di luar negri. Informasi lain yang Olivia dapat adalah ibu kandung Bian meninggal 5 tahun yang lalu karena sebuah kecelakaan. Hanya itulah informasi yang Olivia dapatkan.  “Nona Olivia.” Olivia tersentak kaget saat mendengar suara seseorang memanggilnya. Olivia langsung menoleh ke asal suara. Terlihat di ambang pintu seorang wanita yang sama dengan wanita yang tadi memberikan baju kebaya ini padanya. Wanita itu kini tampak membawa sebuah gaun lagi. “Apa Nona suka suka dengan gaun ini? Jika tidak, saya bisa mencarikan yang lain.” Wanita itu memperlihatkan sebuah gaun panjang berwarna pink pastel dengan busty look. Olivia mendekat untuk lebih bisa melihat jelas gaun itu. Gaun itu terlihat indah, namun Olivia ragu apakah akan terlihat tetap indah apalagi jika melekat ditubuhnya. Lagi pula bagian depan baju itu terlalu terbuka. “Sepertinya akan kurang nyaman memaikanya. Apakah ada yang lebih tertutup? Aku hanya tidak terbiasa,” jujur Olivia. Wanita itu Nampak tersenyum mengerti. “Baiklah, tunggu sebentar Nona.” Ia kembali pergi. Olivia kembali duduk ditempatnya tadi. Sebenarnya Olivia tidak tahu ia akan dibawa kemana, yang ia tahu tadi Adrian hanya menyuruhnya untuk bersiap. Mulai hari ini Olivia harus siaga kapanpun jika dibutuhkan. Ia sudah berhutang banyak pada Adrian, bahkan kemarin Adrian baru saja mengirimkannya lagi uang meskipun Olivia sudah menolak. Namun ia pikir kembali, tidak ada salahnya ia menyimpan uang itu. Apalagi mengingat ucapan dokter bahwa melihat kondisi Reyhan, ia akan menjalani operasi untuk kedua kalinya. Mungkin akan lebih baik jika Olivia menyiapkan lebih banyak uang. Olivia menganggap bahwa dirinya kini sedang bekerja sama dengan keluarga Cavano dan semua yang ia lakukan saat ini adalah bagian dari pekerjaannya. “Bagaimana dengan yang ini Nona?” wanita berambut pirang itu tampak kembali lagi. Kini ia membawa sebuah gaun panjang berwarna hitam dengan model backless. Tetap saja terbuka, namun sepertinya ini lebih baik. Lagi pula Olivia harus terbiasa dengan gaun-gaun seperti ini mengingat siapa dirinya kini. “Itu lebih baik,” ucap Olivia seraya tersenyum. “Baiklah, anda bisa mengganti pakaian anda sekarang Nona. Setelah itu saya akan memperbaiki sedikit riasannya. Tuan Bian sudah menunggu anda.” Olivia mengangguk patuh kemudian langsung bergegas untuk mengganti pakaiannya. *** Suasana di dalam Rolls-Royce Sweptail milik Bian terasa begitu dingin. Sepanjang perjalanan tidak ada terdengar sedikitpun suara. Bahkan Olivia sama sekali tidak berani melirik Bian meskipun dengan ekor matanya. Olivia hanya menunduk melihat tas Lana Marks Cleopatra yang tadi diberikan wanita yang belakangan diketahui Olivia bernama Fara itu. Fara berkata bahwa tas ini akan menambah kesan glamor dan elegan untuk Olivia dan sangat pas digunakan malam ini. Olivia merasa sedikit aneh merasakan barang-barang mahal yang melekat ditubuhnya kini. Ia masih merasa tidak terbiasa. Namun mau bagaimanapun ia harus siap, ia akan berdampingan dengan Sabian Cavano, oleh karena itu ia harus menaikan level dirinya meskipun ini semua hanya sebuah pertunjukan belaka. “Bersikaplah seolah-olah kau istriku yang sesungguhnya. Kau dibayar mahal untuk ini.” Suara baritone milik Bian mengagetkan Olivia dari lamunannya. Sepertinya Olivia harus sudah terbiasa mendengar suara itu dan menghentikan aksi kagetan yang selalu terjadi padanya setiap kali Bian bersuara. Olivia mengangguk kecil mengerti. Bian keluar terlebih dahulu setelah dibukakan pintu oleh sopirnya. Setelah itu ia mengulurkan tangannya pada Olivia. Olivia menatap tangan besar itu untuk beberapa saat, tiba-tiba jantungnya merasa bergemuruh, ia tidak pernah berkontak fisik dengan Bian sebelumnya. Namun mengingat ucapan Bian tadi, ia harus bertingkah sebagaimana seorang istri sebenarnya, Olivia langsung menyambut uluran tangan Bian. Untuk seketika Olivia terkejut merasakan tangan Bian yang hangat, ia pikir tangan itu akan sedingin sikapnya. Bian mengarahkan tangan Olivia agar melingkar di lengannya kemudian menggandengnya memasuki sebuah gedung. Olivia masih tidak tahu mereka akan kemana. Yang ia tahu sepertinya akan ada acara yang formal yang akan mereka hadiri mengingat bagaimana pakaian yang dikenakan dirinya maupun Bian. “Angkat kepalamu, kau adalah istri Sabian,” bisikan Bian itu membuat Olivia yang tadinya menundukkan pandangannya langsung mengangkat kepalannya. Sunggu Olivia masih harus banyak belajar bagaimana harus bersikap saat dirinya sedang berada diantara orang-orang dari kalangan atas. Bian dan Olivia duduk disebuah kursi. Di ballroom sebuah hotel mewah ini terdapat beberapa meja bulat yang dikelilingi kursi-kursi. Di atas meja sudah terdapat nama-nama orang-orang yang akan duduk disana. Sesekali Bian dan Olivia harus berdiri untuk menyapa beberapa tamu juga yang datang dan menyapa mereka. Kali ini Olivia hanya mengandalkan Bian dan mengikuti apa yang ia lakukan. Didalam hati Olivia merutuki Bian yang bahkan tidak memberitahunya terlebih dahulu bahwa mereka akan bertemu banyak orang-orang penting dan bagaimana harus bersikap di depan orang-orang itu. Tidak lama seorang pria tampak berdiri diatas panggung, tepatnya di belakang podium yang sudah disediakan. Ia terdengar memberi kata sambutan dan menyebutkan hal-hal yang tidak dipahami oleh Olivia. Yang bisa Olivia tangkap hanya sepertinya acara ini adalah perkumpulan para CEO dari perusahaan-perusahaan besar di Indonesia yang diadakan oleh perusahaan Cavano Corp yang tidak lain adalah perusahaan keluar Bian. Tidak beberapa lama berbicara, pembawa acara itu tampak mempersilahkan Adrian untuk menaiki panggung. Dari tempat duduknya, Olivia bisa melihat pria paruh baya yang kini sudah menjadi mertuanya itu menaiki podium dengan gagahnya. Meskipun sudah cukup berumur, namun Adrian tidak kalah tampannya dengan Bian. Tentu saja, sepertinya ia yang mewariskan ketampanan serta charisma yang begitu kuat pada Bian. Terdengar Adrian menyampaikan kata sambutan. “Dikesempatan ini, saya akan menyampaikan sesuatu yang penting. Namun sebelum itu, saya ingin memanggil putra saya Sabian Cavano, serta menantu saya Olivia Cavano untuk naik ke atas panggung.” Terdengar suara tepuk tangan. Merasa namanya disebutkan, Olivia langsung menoleh pada Bian seolah bertanya selanjutnya apa yang harus ia lakukan. Bian tampak bangkit dari duduknya kemudian mengulurkan tangannya pada Olivia. Olivia yang paham langsung menerima uluran tangan Bian kemudian mereka berdua berjalan menghampiri Adrian. Selama berjalan Bian terus merangkul pinggang Olivia. Olivia bisa merasakan tangan hangat Bian langsung menyentuh kulitnya karena model gaun yang ia pakai memang terbuka dibagian belakangnya hingga memperlihatkan punggung putih milik Olivia. Dari atas panggung ini Olivia bisa melihat para tamu yang hadir. Semuanya tampak sangat berkelas, apalagi para istri atau pasangan CEO lainnya yang tampak sangat elegan dengan gaya masing-masing. Jika bukan karena pakaian dan perhiasan yang ia pakai kini, Olivia pasti tidak akan ada apa-apanya dibandingkan dengan mereka semua. “Wanita cantik disamping putra saya ini adalah menantu saya. Mereka menikah sebulan yang lalu saat saya dan Bian sedang berada di Belgia. Putra saya sengaja ingin melangsungkan pernikahan disana karena ia ingin suasana lebih sakral.” Adrian tampak menjelaskan dengan senyuman yang tak lepas dari bibirnya. Olivia tidak heran jika Adrian tidak mengatakan yang sejujurnya, pasti nama baik lebih penting. “Olivia adalah sosok yang membuat Bian semakin dewasa dengan kesederhanaannya. Oleh karena itu Bian tidak ingin menghabiskan banyak waktu dan langsung memutuskan untuk menikahi Olivia. Bukan begitu Bian?” mendengar pertanyaan Adrian, Bian hanya mengangguk kecil tak berekspresi. Para tamu tampak mengangguk dan tersenyum kecil, jika dilihat-lihat, Bian dan wanita bernama Olivia itu terlihat sangat serasi. Apalagi Olivia sangat cantik, jadi terlihat berada di level yang sama dengan Bian yang sudah jelas tampan. “Dikesempatan kali ini saya ingin mengumumkan bahwa putra saya, Sabian Cavano, akan menggantikan saya sebagai pemegang penuh perusahaan Cavano Corp mulai hari ini.” Mendengar pengumuman itu kembali terdengar suara tepuk tangan. Mereka sudah tidak kaget lagi jika Cavano Corp akan berpindah tangan karena sejak awal Bian memang sudah diprediksi akan memegang alih kekuasaan ayahnya. Bagi beberapa pemegang perusahaan, pergantian ini akan menjadi cukup sulit bagi perusahaan mereka mengingat Bian lebih keras dari pada ayahnya di dunia bisnis ini. Akan cukup sulit untuk mengajak Bian bekerja sama karena Bian orang yang sangat teliti dan ingin semuanya sempurna. Andra memberi kesempatan kepada Bian untuk berbicara. Bian tampak begitu percaya diri dan berwibawa, aura sebagai pemimpin benar-benar mendarah daging pada dirinya. “Selamat malam. Seperti yang sudah dikatakan ayah saya tadi, mulai hari ini saya akan mengambil alih Cavano Corp secara keseluruhan. Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik,” ucapnya terdengar sangat tenang dan seperti biasa tidak berekspresi. “Saya yakin istri saya akan memberi dukungan penuh kepada saya. Setelah ini saya yakin kinerja saya akan lebih baik karena sudah punya penyemangat baru.” Bian menatap Olivia yang berada di sampingnya seraya tersenyum. Darah Olivia serasa berdesir untuk pertama kalinya melihat wajah tampan itu dihiasa senyuman, apalagi senyuman itu diberikan untuk dirinya. Bian menarik lembut pinggang Olivia agar mendekat kepadanya. Mata Olivia membulat sempurna saat tiba-tiba Bian mendaratkan ciuman dibibirnya. Suara riuh tepuk tangan yang dimulai dari Adrian dan diikuti para tamu itu seolah mengiringi ciuman mereka. Olivia bisa merasakan bibir merah penuh milik Bian melumat bibirnya. Otak Olivia rasanya berhenti bekerja untuk beberapa saat, ia tidak menyangka bahwa ciuman menjadi salah satu daftar dari menjadi istri seorang Sabian. Bian melepaskan ciumannya kemudian kembali memasang wajah datarnya. Setelah pengumuman penting yang menjadi inti acara itu selesai disampaikan, Bian dan Olivia kembali ke tempatnya. Olivia masih terlihat terkejut dengan kejadian yang baru menimpanya. Namun secepatnya ia bersikap biasa saja apalagi setelah melihat tatapan Bian seolah menginstruksikan dirinya agar mersikap normal. Acara dilanjutkan dengan makan malam bersama. *** “Antarkan dia pulang.” Reno mengangguk. Setelah mengucapkan kalimat itu Bian langsung berlalu memasuki mansionnya tanpa menatap kearah Olivia sedikitpun. “Mari Nona.” Reno membukakan pintu mobil untuk Olivia. Olivia tersenyum kecil kemudian memasuki mobil yang akan mengantarkannya pulang. Di perjalanan, Olivia hanya diam memandangi keluar jendela. Akhirnya ia bisa bernafas lega karena tugasnya hari ini sudah selesai. Olivia memang tidak tinggal bersama dengan Bian, seperti yang pernah dikatakan Bian bahwa ia hanya perlu datang saat Bian memintanya. Kalau dipikir-pikir, jika hanya untuk menemani Bian ke acara-acara besar, mengapa ia harus menikah? Kenapa tidak dengan berpura-pura menikah? Entahlah, Olivia tidak pernah mengerti pemikiran orang kaya. “Apa Nona yakin ini tempatnya?” tanya Reno saat mereka tiba dialamat yang diberikan Olivia. Olivia mengangguk. “Kenapa? Apakah kontrakanku tidak layak disebut tempat tinggal?” tanya Olivia menebak isi kepala Reno. Reno langsung menggeleng merasa tidak enak. “Terima kasih sudah mengantarkanku pulang.” Olivia keluar dari mobil itu kemudian bergegas memasuki rumah kontrakannya. Reno memperhatikan Olivia hingga ia benar-benar masuk ke dalam rumahnya. Bagaimana bisa istri seorang Sabian Cavano tinggal ditempat seperti ini. Reno harus membicarakan hal ini dengan tuannya itu secepatnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD