Prolog

1472 Words
"Hmmm.. Terus, terus hisap aku seperti itu." "Aaaah.. benar, seperti itu. Sedikit lebih lembut, tak usah terburu-buru." "Ummm.. sedikit lagi." "Aaa.. aah... hmmm.." Ren merasakan napas dari wanita itu yang semakin berat, ia pun semakin bersemangat dan memejamkan matanya. Mencoba menikmati setiap hisapan. "Ahhh... Hmmmm... Aaargh... Cukup!!" Ren yang baru saja memejamkan matanya itu kemudian menatap sinis, ekspresinya seketika berubah total. "Aku muak. Aku benar-benar tidak menyukainya!" Mata Ren seketika terbelalak memandang Arisa yang menatapnya dengan tatapan dingin. Ren sekali lagi menatap wajah Arisa dengan lekat, memastikan pandangan mata mereka saling bertemu. Ren merasa bersalah pada Arisa setelah Arisa susah payah membawa mangsa itu untuknya. Dengan mata yang berkaca-kaca Ren pun mengeluh pada Arisa. "Aku tidak sanggup menghisap darahnya lebih dari ini. Rasanya aku ... Hmmm.. aku ...." Ren pun memegang mulutnya dengan kedua tangannya. Menahan rasa mual yang hendak membuncah dari mulutnya itu. Menahan gejolak yang luar biasa dari perutnya yang nyaris mencapai pangkal tenggorokannya. "A-aku mau muntah ... ..." ucap Ren lagi dengan putus asa. Arisa memperlihatkan wajah kecewanya dengan pandangan semu yang pasrah dan hanya bisa menghela napasnya kasar. Sementara Ren sudah tak sanggup lagi menahan dirinya, ia pun muntah seketika dan mengotori pakaian Arisa. "Ma-maaf!" ucapnya dengan mulut yang sudah berlumuran darah termuntahkan bersama isi perutnya yang lain. "Kamu---" decak Arisa sambil menarik kerah Ren. Ren kembali menatap Arisa dengan matanya yang bersinar, berharap pengampunan dari Arisa yang tentu saja tak akan mungkin terjadi. "Aaaarhht..." Arisa mengerang gemas. "Apa benar kamu ini seorang vampir? Menghisap darah manusia saja kamu tidak bisa!" cecar Arisa lagi sambil menunjuk-nunjuk seorang wanita yang sudah terkapar lemas tak berdaya. Ren hanya bisa tertunduk sambil terus menerus menyeka darah yang tersisa di bibirnya. Ia pasrah akan amukan Arisa yang tak henti mencercanya. Ren masih bersyukur jika Arisa tidak menghajarnya saat itu juga. Jadi, jika hanya mendengar omelannya, Ren tentu tidak masalah. "Ma-mau bagaimana lagi, rasanya benar-benar tidak enak!" ucapan itu tak sengaja keluar dari mulutnya. Ternyata, diomeli jauh lebih berat daripada Arisa yang langsung menendangnya. Slaaash... Baru saja Ren bersyukur tidak dihajar oleh Arisa, sebuah bantal pun melayang ke wajah Ren, untung saja Ren mampu menangkapnya dengan benar sehingga ia tidak terjungkit akibat hantaman keras bantal tersebut. "Kamu berani menangkap bantalnya?" Mendengar teriakan itu, Ren pun kembali menatap bantal yang ada di tangannya. Ia bangkit dan menyerahkan bantal tersebut pada Arisa dan kembali ke posisinya semula. "Lempar lagi, kali ini aku janji tidak akan menangkapnya!" tutur Ren dengan polosnya. Amarah Arisa pun mencapai puncaknya, ia geram dengan pria yang ada di hadapannya ini. Bagaimana bisa pria seperti ini justru menjadi vampir baru yang harus ia urus setiap hari. Tingkah konyolnya saja sudah membuat Arisa kehilangan helaian rambutnya, rontok akibat kekesalan yang mencapai ubun-ubun kepalanya. Pada akhirnya Ren sungguh tidak punya pilihan lain selain mendengar segala ocehan dan menjadi pelampiasan amarah Arisa. Sebab sejak awal dia lah yang meminta untuk dijadiikan seorang vampir dan Arisa mengabulkan keinginannya itu, namun dia juga yang kini menyusahkan Arisa karena tidak bisa menghisap darah manusia dengan benar. Akan tetapi, siapa pula sangka menghisap darah manusia tidak sanggup Ren lakukan. Aroma anyir darah itu memang tidak terlalu mengganggu bagi Ren, hanya saja begitu ia mulai menghisapnya dan darah tersebut mengenai lidahnya mengalir ke tenggorokannya, saat itu pula gejolak luar biasa memenuhi dirinya. Mual, sesak dan tentu saja semua itu tidak tertahankan, seberapa besar pun Ren mencoba menelan darah segar tersebut. Semua sia-sia, sejak Ren resmi menjadi vampir tak ada darah yang berhasil masuk ke dalam tubuhnya. Meski vampire memiliki tubuh yang kuat, tapi itu tentu tak akan berlangsung lama. Apa lagi bagi vampir baru, para vampir baru biasanya akan mudah haus dan membutuhkan banyak darah. Sedangkan Ren, ia sama sekali tak sanggup menelan darah segar manusia dan itu merupakan masalah besar bagi seorang vampir. "Mau bagaimana lagi, aku benar-benar tidak sanggup menelannya. Aku merasa jijik dan mual. Aku juga tidak suka dengan aromanya, rasanya juga sangat pahit. Pokoknya aku tidak suka!" jelas Ren panjang lebar agar Arisa mengerti apa yang ia rasakan. Menjelaskan betapa menjijikkannya bagi Ren untuk menelan darah segar manusia tersebut. "Mana mungkin darah manusia pahit bagi para vampir. Telan saja, biasakan dirimu. Buang semua sisi kemanusiaanmu itu, sekarang kamu bukan lagi manusia!" sentak Arisa dengan tegas yang merasa konyol dengan alasan tak masuk akal Ren tersebut. Ren yang sudah terlihat lemas itu membuat Arisa kembali geram. Sedikit kasar Arisa menarik lengan Ren dan mendorongnya ke tubuh wanita yang sudah terkapar tak sadarkan diri. "Hisap, cepat hisap darahnya lagi," titah Arisa sambil mendorong paksa tubuh Ren. Sama seperti sebelum-sebelumnya, Ren sama sekali tak bisa menelan darah tersebut. Menyerah menghadapi Ren yang masih terus muntah saat menghisap darah manusia. "Terserah! jangan cari aku jika kamu kelaparan!" Arisa pun meninggalkan Ren begitu saja di kamar tersebut dengan desahan napasnya yang kasar. Ren memaklumi Arisa yang terus menerus menekannya untuk bisa menghisap darah manusia dengan benar. Ada perbedaan yang besar antara vampir biasa dengan seorang yang baru saja menjadi vampir, seperti halnya Ren. Seorang yang baru saja menjadi vampir harus meminum darah segar dari leher manusia yang masih hidup. Mereka harus benar-benar bisa berburu dan merasakan bagaimana menghisap dan menggigit nadi manusia. Akibat hal itu, ini Ren terkapar lemas di kamar tersebut bersama dengan wanita asing yang masih tak sadarkan diri. Rasa lapar juga terus menerjangnya. "Aduh.. aku lapar!" Tubuh Ren bahkan terasa begitu panas, ia juga gemetar karena kelaparan, pandangan matanya samar dan pudar. Ren tak sanggup lagi menahan laparnya. Ia pun mengikuti instingnya menggerakkan tubuhnya sesuai kehendak yang tubuhnya inginkan. Mengikuti kemanapun kakinya hendak untuk melangkah. "Lapar, aku lapar!!" ucap Ren di setiap kakinya melangkah. Bukan menuju wanita yang memang sudah di sajikan sebagai mangsanya, Ren malah bergerak menuju kamar Arisa. Mengikuti arah penciumannya yang seolah mencium sebuah aroma manis yang menggoda, lezat dan menggugah selera. "Enak, aku mau itu!" gumam Ren setengah sadar dengan tubuhnya yang memang sudah sangat kelaparan. Instingnya sebagai vampir sudah bangkit dan membutuhkan darah segar secepat mungkin jika tidak ingin merasakan kelaparan yang parah hingga sakit yang benar-benar menyiksa bagi para vampir. Di sisi lain, Arisa yang pusing memikirkan Ren tidak mau makan itu tengah memutar otaknya. Ia memikirkan apa yang sekiranya bisa membuat Ren mau menelan darah manusia itu pada akhirnya tertidur pulas, ia sama sekali tak bisa menemukan ide yang lebih baik dari pada membiarkan Ren menggigit nadi manusia. Karena, hanya cara itu saja yang memang selalu di ajarkan sejak awal pada vampir manapun dan umumnya tak ada yang mengalami hambatan. Mereka malah kadang terlalu di luar kontrol dalam berburu dan kerap menimbulkan banyak masalah akibat perbuatan para vampir baru yang selalu kelaparan dan kalap mata dalam berburu darah manusia. "Huft, entahlah. Aku pikirkan nanti saja," menyerah dengan keadaan, Arisa pun memutuskan untuk memejamkan matanya saja. Arisa bisanya cukup peka pada sekitarnya, ia pasti bisa merasakan jika seseorang mendekatinya bahkan saat ia tengah tertidur. Hanya saja kali ini Arisa tak mampu merasakan kehadiran Ren. Ren secara ajaib tiba-tiba sudah ada di atas tubuh Arisa, menjilat lehernya dan mengendus-endusnya untuk beberapa saat. Arisa yang terbangun itu sedikit terkejut. Namun, aroma tubuh Ren yang ia cium membuat Arisa tidak melawan apapun saat Ren melakukan hal itu pada tubuhnya. Merasa, jika hanya Ren saja ia tidak perlu terlalu waspada. "Apa yang akan dia lakukan!" Arisa membiarkan Ren yang berada di atas tubuhnya itu, mencoba mencari tahu apa yang akan Ren lakukan selanjutnya. "Ini tak seperti yang aku pikirkan, kan?" Sempat curiga jika tujuan Ren yang menjilat lehernya itu, sebab karena Ren ingin menggigit nadinya dan kini semuanya terbukti. Ren benar-benar menggigit leher Arisa. "Hmmmm... aaah.. Ren.." Arisa sedikit mengerang. Ini pertama kalinya baginya digigit oleh seorang vampir. Padahal dia sendiri adalah seorang vampir. Sungguh sesuatu yang tak pernah Arisa pikirkan sebelumnya. "A-apa yang kamu lakukan?" Ren tak bisa dihentikan, Ren terus menghisap kuat darah dari leher Arisa. Membuat Arisa berkali-kali mengerang dan berusaha untuk mendorong tubuh Ren. Leher Arisa terasa sedikit panas dengan rasa perih yang menusuk, hisapan Ren di lehernya seakan menyedot seluruh energi yang ada di tubuh Arisa. Tubuhnya gemetar dan sedikit kehilangan tenaga, ia bahkan tak sanggup untuk menghentikan Ren. Ren yang kehausan dan kelaparan itu sekuat tenaga menghisap darah Arisa. Menyesapnya terus menerus hingga dahaganya terpenuhi dan rasa laparnya lenyap. "Ren, ah.. hentikan!" Arisa mengumpulkan seluruh tenaganya, ia seorang vampir tentu memiliki tubuh fisik yang seharunya cukup untuk sekedar mendorong tubuh Ren yang hanya fokus untuk menghisap darahnya saja. Arisa mencoba kembali melawan namun hasilnya tak sesuai dengan dugaannya. Ren sama sekali tak bergeming dan terus saja menghisap darahnya. Tak ada cara lain, Arisa pun pada akhirnya memukul kepala Ren dengan sangat keras sehingga Ren pingsan di atas tubuhnya. "Huft... ada-ada saja!" desah Arisa seraya menatap ke arah cermin. Memandang luka bekas gigitan yang Ren tinggalkan di lehernya, berupa dua buah titik bekas taring dengan darah yang masih sedikit menetes di lehernya. "Kenapa dia malah menghisap darah vampir dan bukannya manusia?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD