8. Kamu Vampir?

1330 Words
"Arisa aku mohon.... .... " Tak terhitung berapa kali Ren putus asa dengan keinginannya. Baru saja hubungan mereka terjalin, namun terus saja di hiasi oleh pertengkaran yang tak ada habisnya. Ren yang tidak menyerah dan Arisa yang juga tidak mau mengalah. Tapi meski demikian untungnya baik Ren maupun Arisa tak ada yang mengucapkan kata perpisahan. "Arisa kita baru saja jadian, tapi jangankan berkencan dan bermain bersama seperti kebanyakan pasangan. Kita malah terus bertengkar seperti ini." Kesal Ren mengacak rambutnya, sementara Arisa hanya menatap kosong ke arah Ren dan tak bisa berkata apa-apa. Arisa terus pada kebiasannya yang kerap menggigit ujung bibirnya itu. Saat ini Arisa juga melakukannya dan itu membuat Ren kembali memiliki kesmpatan emasnya. "Sudah, jangan di gigit!" Ren menyentuh bibir Arisa dengan ibu jarinya. Tatapan mata Ren terlihat sedih. "Jangan menyakiti dirimu, Arisa!" sambung Ren lagi. "Aku tak ingin kamu seperti ini. Jangan terluka, Arisa." "Baiklah, aku mengalah. Aku tidak akan memaksamu untuk mengatakannya. Tapi, aku mohon.. kamu pikirkan kembali penawaranku." Ada hal lain yang Ren pahami tentang memenangkan sebuah hati. Ia harus tahu kapan berjuang dan kapan waktu untuk mengalah. Ada kalanya seseorang akan tersentuh hanya karena mengalah dan ada pula seseorang yang luluh hanya dengan sebuah tindakan kecil berupa pengertian. Pengertian itu lah yang saat ini tengah Ren lakukan. Ia berlagak untuk tidak memaksa Arisa. Padahal Ren tak peduli sedikit pun tentang apa yang mungkin Arisa lakukan di belakangnya. "Semua ini aku lakukan demi Jimmy. Aku berhutang budi padanya dan aku pasti akan menemukannya dan membantu apapun keadaan Jimmy." Setia kawan, mungkin orang akan menganggap Ren dan Jimmy seperti itu. Tapi, hubungan Ren dan Jimmy tidak seperti itu. Sebab, bagi Ren yang selama ini terus berjuang hidup sendiri. Maka sebuah hutang budi selamanya belum tentu akan bisa terbalaskan. Tapi, setidaknya Ren tak ingin meninggalkan sang sahabat saat dalam kesulitan. Sembari memikul hutang budinya itu, Ren pun tidak akan menyerah sampai ia tahu apa yang sedang terjadi pada sang sahabat. Seandainya saja Jimmy mau bercerita, mungkin Ren akan sedikit tenang. Jika memang Jimmy tak mau di bantu olehnya, setidaknya Ren ingin tahu apa yang sedang di hadapi oleh sahabatnya itu. "Tapi, kamu pergi begitu saja dan menghilang tanpa kabar juga tak bisa di hubungi. Lalu, kamu malah terlihat bersama dengan Arisa." Tak ada petunjuk lain yang bisa membawa Ren pada Jimmy. Satu-satunya petunjuk adalah Arisa dan oleh sebab itu, Ren tidak akan pernah menyerah tentang Arisa. "Aku akan membuatmu menjadi milikku hingga kamu bisa membawaku pada kebenaran yang kamu sembunyikan." Ren pun meraih dagu Arisa, ia mendekatkan wajahnya pada Arisa dan berbisik padanya, "Arisa, kamu cukup tahu jika aku mencintaimu dan aku akan melakukan apapun agar kamu bisa menjadi milikku seutuhnya!" Arisa tampak tersentuh dengan perbuatan Ren. Ia langsung mendekatkan tubuhnya pada Ren dan memeluk pinggang pria itu. Tangan Arisa penuh dengan tubuh kekar dari Ren. Ia sedikit terisak menahan tangis haru tentang sosok pria baik hati yang ada di hadapan Arisa. Baru kali ini Arisa merasakan jika ada seorang yang begitu peduli padanya. Sudah sangat lama Arisa tidak mendapatkan kehangatan yang seperti itu. "Kebanyakan dari mereka mencemoohku, atau mereka hanya menginginkan tubuhku saja. Tapi, Ren tak pernah memaksaku. Ia tidak memintanya untuk melakukannya dengannya. Ren pria yang baik." Arisa semakin memeluk erat Ren dan Ren yang masih terlihat putus asa itu tak punya pilihan selain ikut mendekap Arisa dan menghela napasnya yang kasar tepat di telinga Arisa. Sungguh hati Arisa terusik dengan apa yang Ren lakukan untuknya. Meski hubungan mereka termasuk baru. Tapi, para p****************g yang kerap menginginkan tubuh Arisa juga sudah tak terhitung jumlahnya dan hal itu membuat Arisa bisa dengan mudah membedakan p****************g atau tidak. Hal yang membuat Arisa percaya jika Ren memesan seorang wanita penghibur hanya untuk menemaninya selama ulang tahun. Jujur saja, selama Arisa menjadi wanita panggilan seperti itu. Arisa juga pernah bertemu dengan berbagai orang aneh. Ada orang kesepian yang seperti Ren, meminta untuk menemaninya sampai pagi menjelang. Ada pula orang yang hendak membunuh dirinya sendiri dan memanggil wanita penghibur untuk bisa menemani malam terakhirnya di dunia dengan kesedihan yang terus ia ceritakan dan masih banyak orang aneh lainnya. Tapi, dari semua itu Arisa sangat mengetahui gelagat mereka yang hanya mengincar tubuh Arisa saja dan Arisa sangat yakin jika Ren juga termasuk dari orang yang tidak mengincar tubuhnya. "Ren terima kasih karena kamu sudah mencoba untuk mengerti aku." "Aku mengerti kekhwatiranmu Ren. Tapi, aku bisa pastikan kamu tidak akan kecewa padaku!" kata Arisa lagi yang kini meremas kaos tipis Ren dengan kedua genggaman tangannya. "Aku akan menunggu sampai kamu mau menceritakan alasan yang sebenarnya!" Ren kembali mengingatkan. Arisa menganggukkan kepalanya. Ren benar-benar terlihat menghargai dirinya dan Arisa pun kembali membuka suaranya. "Terima kasih karena kamu tidak mencemoohku, Ren. Terima kasih karena kamu tidak memandang rendah aku." Kali ini Ren meregangkan perlukannya, ia mendorong bahu Arisa dan menatap lekat ke arah Arisa sambil menggelengkan kepalanya. "Tidak Arisa. Aku sama seperti yang lain." "Aku membenci apa yang kamu lakukan, aku tidak suka itu, aku tak sanggup membayangkannya sedikit pun. Tapi, apa yang aku benci adalah apa yang kamu lakukan itu tidak kamu jelaskan padaku. Itu membuat aku merasa tidak berdaya sebagai kekasihmu. Jadi, aku tidak membencimu Arisa. Sama sekali aku tidak membencimu." Napas dalam pun Ren hela. "Aku mohon, jika saatnya tiba. Tolong jelaskan padaku!" Untuk yang terakhir kalinya Ren memohon pada Arisa dan kini tiba pula saat di mana Ren harus melepas Arisa. Arisa sudah cukup bernapas lega dengan apa yang Ren lakukan, perhatiannya sudah cukup membuat Arisa bahagia. Namun, siapa sangka jika tiba-tiba saja Arisa bertemu dengan Ren. Kali ini Ren tengah bekerja sebagai kurir. Ia masih menjalankan pekerjaanya di jalanan itu. Ia mengantarkan sebuah paket yang seperti biasa kerap ia antar. Siapa pula yang menyangka jika di saat Ren mengantar paket tersebut, ia bertemu dengan Arisa. Bermula dari pengantaran paket yang tak kunjung di buka pintunya. Ren pun memutuskan masuk ke apartemen tersebut. "Ah, kebiasaan. Pasti dia lagi-lagi sibuk sendiri!" Ren mengeluh dan ia pun tak segan meletakkan paket tersebut di meja ruang tamu. Sama seperti apa yang biasa Ren lakukan. Karena sudah sering mengantar ke rumah tersebut Ren bahkan sudah cukup dekat dengan yang punya rumah. Sangking dekatnya, pria itu juga sering mengeluh karena merasa terganggu akibat Ren yang muncul tiba-tiba dan entah sejak kapan bila Ren tidak di bukakan pintu maka Ren akan masuk sendiri ke dalam untuk meletakkan paket. Sebagai catatan tambahan, pria itu tak suka paket yang ia terima di letakkan di depan pintu. Sebagai gantinya ia malah mengizinkan Ren masuk ke rumahnya. Aneh memang, tapi Ren juga tak pernah berniat buruk untuk mencuri sesuatu. Semua aman terkendali karena kata yang punya rumah. Ada CCTV yang selalu menyala di rumah tersebut. Begitu pula dengan Ren yang sama sekali tidak punya niat untuk menyusup. Tapi, tanpa Ren duga jika saat dimana ia mengikuti kata hatinya ikut muncul. Ren cukup penasaran saat ia mendengar suara berisik yang mencurigakan. Bahkan ada suara pecahan kaca namun tak ada sedikitpun suara jeritan. "Bukannya kalau ada yang pecah atau kaget orang akan terkejut?" Membawa rasa penasaran dan waspada itu, Ren pun melangkah lebih jauh mendekati sumber suara yang tadi mencurigakan. Siapa sangka apa yang Ren lihat sungguh berada di luar batas normal. Ia menyaksikan Arisa yang sedang menyantap darah dari pria tersebut. Pria yang sudah tergeletak di lantai dengan tangannya yang terluka. "Arisa!" kata Ren yang membuat Arisa tercengang saat melihat sosok Ren berdiri tepat di hadapannya. "Jadi ini alasan kamu tidak bisa berhenti?" Ren pun sadar jika apa yang ia lihat tak bisa di jelaskan dengan beragam teori. Faktanya jika di bandingkan dengan kasus pembunuhan apa yang Ren saksikan jauh terasa lebih misterius. "Kamu Vampir?" "Arisa, kamu benar-benar vampir seperti yang ada di buku-buku itu?" Setengah tidak percaya dengan apa yang ia saksikan, Ren menanyakan hal itu langsung pada Arisa. Ia yakin jika apa yang ia saksikan ini benar-benar di luar logika dan segala ciri dari perbuatan Arisa tadi hanya menunjukkan satu hal, yaitu Arisa adalah seroang vampir. "Benar, ini alasannya. Jadi apa kamu masih mau bersamaku?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD