19. Ah, aku benci ini.

1654 Words
Kepala Ren masih terasa berat, ia sesekali tertidur dan kembali terbangun. Posisinya masih sama. Berada di atas kasur yang empuk dengan tubuh yang sudah terikat. Ren tidak bisa lari dan juga tidak mengerti akan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Akan tetapi, satu hal yang pasti dari apa yang ia lakukan. Ren saat ini masih hidup. Ia tidak dibunuh oleh para pria kekar yang membawa paksa dirinya. Meski begitu, justru itu yang membuat Ren semakin bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi. "Yah, mungkin saja pada akhirnya hidupku juga akan berakhir!" Pikiran Ren begitu sederhana. Bila ia tidak langsung di bunuh maka bisa saja kelak ia juga akan mati dan dengan pemikiran sederhananya itu. Ren sama sekali tidak peduli dengan apa yang terjadi pada dirinya. "Aku hidup atau mati juga tidak ada bedanya. Mereka membunuhku nanti atau sekarang juga sama saja!" Isi hati Ren yang juga tak jauh berbeda dengan apa yang ada di dalam pikirannya. Ren sudah berhenti berdoa, ia berhenti memikirkan segala kenangan indahnya. Ren juga berhenti memikirkan sahabatnya yang tak tahu di mana dan tentu saja Ren juga menyerah akan kekasih misteriusnya itu. Ren hanya ingin matanya terpejam dan tidur dengan tenang dan nyenyak. Tak lagi bermimpi buruk yang kerap membuat suasana hatinya berantakan atau tak lagi memikirkan sulitnya hidup yang harus ia hadapi. Ren benar-benar ingin istirahat dan terlelap dengan tenang. Lucunya, dulu Ren selalu berapi-api dan begitu semangat dalam menjalani hidupnya. Ia tidak menyerah dengan segala pemikiran realistisnya, Ren yang bersikap idealis dalam hidupnya dan memegang teguh pada pendiriannya. Ren yang selalu berjuang apapun yang terjadi. "Hhhuuuft.. Hehe.. Tapi, sekarang aku menyerah dengan mudah." Ren terkekeh sendiri dengan keputusannya. Ia menertawai dirinya sendiri. Rasa lelah di jiwanya jauh lebih sulit ia hadapi dibandingkan tubuhnya yang sudah terasa remuk dan tak berbentuk. Jiwanya yang hancur tak lagi bisa di rakit meski memungut kepingan demi kepingannya. Sama seperti alasan Ren yang tidak ingin menyerah. Saat Ren melepaskan kehdiupannya Ren juga memiliki alasan yang sama. Bila dulu ia berjuang karena tak ada yang bisa di andalkan selain dirinya sendiri maka sekarang ia juga menyerah karena dia hanya sendirian. Ia tidak bisa berbuat apapun. Ia tidak berdaya dengan sahabat yang mungkin menyembunyikan sesuatu dan lagi Ren yang menyerah akan sosok kekasih seorang vampir di jaman modern yang hanya kan membuat sosok vampir bak sebuah dongeng semata. Kesendiriannya itu lah yang membuat Ren pada akhirnya tak bisa apa-apa. Merasa percuma dengan apa yang akan ia hadapi. Dari pada melawan dan berontak. Ren lebih ingin hidupnya lebih cepat berakhir. "Aku sungguh lelah ..." Bersama dengan pikirannya yang kacau dan kesadaran Ren yang kembali terlalap. "Anda tidak akan kecewa dengan tangkapan kali ini. Dia benar-benar kualitas terbaik." Samar Ren mendengar suara seorang pria dari kejauhan bersama dengan suara langkah kaki yang juga semakin lama semakin mendekat. Ren hendak membuka matanya, namun masih terasa begitu berat. Ren tidak sanggup membuka mata. Ia benar-benar menggantuk. Entah karena cairan yang pernah di suntikkan di tubuhnya atau karena Ren memang sudah tidak peduli akan hidupnya lagi. Hingga suara langkah itu terdengar berhenti dan sebuah pintu terbuka dengan sedikit kasar. "Oh, ya.. aku jadi penasaran!" Kali ini terdengar suara seorang wanita yang menggebu-gebu penuh semangat saat membuka pintu tersebut. "Wowww.. luar biasa. Wajahnya bukan main!" Seorang wanita masuk ke dalam ruangan tersebut dengan girang. Ia berteriak begitu melihat wajah rupawan dari Ren. Apa lagi di saat iya melihat tubuh kekar Ren yang juga luar biasa. Ia semakin terlihat semangat dan terus memuji pria yang bersama dengannya. "Waaah.. lihat ini otot perutnya juga luar biasa," puji wanita itu sembari meraba otot kekar Ren. "Kamu benar-benar mendapatkan barang bagus." "Ini luar biasa." "Sungguh benar-benar luar biasa!" Pujian tak henti wanita itu ungkapkan untuk pria tersebut dan ia semakin agresif meraba dan meremas kuat jajaran otot di perut Ren. Ren yang semula sudah cukup lemas, mengumpulkan kembali sisa tenaganya untuk membuka mata. Setidaknya Ren ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi saat pada dirinya. Ren penasaran tentang kondisinya itu sesuai dengan segala pemikirannya saat ini atau tidak. Akan tetapi, belum sempat Ren membuka mata tiba-tiba saya bibir wanita itu sudah menyambar bibirnya. Ren tersentak dengan napasnya yang tercekat. "Apa ini?" "UUuuchh.. sepertinya benar aku di jual seperti ini?" Belum sempat Ren mencerna segalanya pikirannya sudah fokus pada satu pemikiran. Ia benar-benar telah di bawa untuk dijual. Sesuatu hal ilegal yang mungkin saja bisa terjadi pada siapa saja. Senyuman terulas dari bibir Ren meski saat ini bibirnya telah di lumat habis oleh wanita asing itu. Ujung bibir Ren naik, ia yang sebenarnya sedang menertawakan nasibnya. Merasa heran dengan kejadian luar biasa yang terus terjadi dalam hidupnya. "Ah, setidaknya ini semua mengartikan jika Jimmy maupun Arisa tidak ada kaitannya dengan apa yang terjadi padaku!" Setidaknya Ren merasa perasaan yang lega dari apa yang terjadi saat ini. Ia cukup senang jika apa yang ia alami tidak berhubungan dengan Jimmy atau pun Arisa. Cukup dengan mengetahui hal tersebut Ren jadi merasa jika ia tidak perlu mencurigai Jimmy atau Arisa. Bisa dibilang Ren tak ingin ada kebencian yang tersirat di akhir hidupnya kelak. Rasa lega karena apa yang ia alami tidak membuatnya mencurigai sahabat dan juga kekasihnya. Akan tetapi, seulas senyuman kecil dari Ren itu dapat di rasakan oleh wanita itu. Ia menyadari jika Ren tersenyum dan itu malah membuat wanita itu semakin bersemangat hingga akhirnya bersikap jauh lebih liar dari sebelumnya. "Sial, dia keren sekali. Aku menyukainya!" kata wanita itu. Sang pria yang mengantar wanita itu ke ruangan ikut terlihat senang. Ia pun pamit dan mulai meninggalkan Ren berdua dengan wanita itu saja. "Syukurlah jika Nona menyukainya. Saya undur pamit dan selamat menikmati waktunya!" "Iya, iya.. cepat pergi sana. Nanti aku beri bonus." Wanita itu jelas mengusir sang pria dengan segera. Pria itu tersenyum puas meski mendapatkan tindakan yang kasar. Sudah jelas, jika itu menandakan sang wanita tadi yang merasa senang. Apa lagi, mendengar kata bonus sebagai tambahan kebahagiaannya. Ren saat mendengar itu sudah bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya dan benar saja. Bak bianatang buas, wanita itu menyerbu tubuh Reh. Tangan Ren masih terikat kencang, ke dua kaki Ren juga terikat, dengan kesadarannya yang masih samar serta tubuh yang tak bisa bergerak. Ren tak berdaya dengan wanita yang kini dudu di atas pangkuannya. "Ah.. apa yang akan dia lakukan sekarang setelah mencium bibirku dan membuatnya penuh dengan salivanya yang menjijikkan." Ren yang tak sanggup untuk melakukan apapun itu hanya bisa bergumam di dalam hatinya saja. Ren tidak berdaya dan tak bisa melawan. Meski ia ingin menendang wanita itu tapi tubuhnya tak bisa bergerak. Sedetik pun Ren tak bisa menyibukkan dirinya dengan pikirannya. Wanita asing yang kini berada di atas pangkuannya itu tak berhenti bergerak. Ia terlihat resah dan menarik-narik dagu Ren. Ren yang tidak punya tenaga itu tentu saja tak mampu mengangkat kepalanya dengan posisinya yang setengah terduduk dan tangan yang terikat. Tentu kepala Ren jadi tertunduk. Ren telalu lemas untuk mempertahankan posisinya. Bahkan untuk membuka matanya saja Ren tidak sanggup. Meski di dalam hatinya Ren sungguh penasaran akan sosok wanita yang saat ini berada dalam pangkuannya. "UUchhh... Biasanya aku tidak sangat menyukai obat sialan itu. Tapi kali ini gara-gara obat itu aku jadi tidak bisa melihat wajahmu dengan benar!" Wanita itu mengumpat tiada henti. Ia terlihat kesal dengan obat yang telah di suntikkan pada tubuh Ren beberapa waktu lalu. "Sungguh jika ia sedikit berontak dan memperlihatkan dirinya yang ganas. Semua akan benar-benar sempurna!" kata wanita itu lagi. Ren mulai mengerti alasan dari amukan wanita tadi. Ia tidak suka Ren yang tidak sadarkan diri seperti sekarang dan itu membuat Ren semakin tidak ingin sadar. Ia tak lagi penasaran dengan sosok wanita itu. Ren terus mempertahankan kondisinya. Berpura-pura tak menyadari apapun, tidak sadarkan diri, dan terus bertubuh lemas. Ia menekan seluruh hasrat yang ada pada dirinya. Adalah hal yang manusiawi jika seorang pria di sodorkan dengan tubuh wanita. Secara alami maka itu akan bangkit begitu saja. Apa lagi Ren merasakan kelembutan yang mendarat di atas tubuhnya. Kedua kaki yang menjepit tubuhnya, serta gundukan empuk yang melekat pada jajaran otot Ren. Wanita yang kini berada di pangkuan Ren bak sang koala yang tak melepas pohon apa pun kondisinya. "Ah, aku benci ini." Wanita itu tampak resah dengan niatnya yang tak kunjung berhasil. Ren sepenuhnya tidak merespon apapun. Meski dengan tubuh wanita itu yang sudah meliuk dan terus mencecar tubuh Ren dengan sentuhannya. Ren sama sekali tidak tegang ia sama sekali tidak merespon. Ren berhasil menekan hasratnya. Jujur, meski semula Ren tak peduli dengan apa yang terjadi pada dirinya tapi Ren tidak siap dengan kenyataan yang ia hadapi kali ini. Ren mungkin tidak masalah di pukul sampai tubuhnya berdarah, Ren tak masalah di sekap sampai ia kehabisan napas, Ren bahkan tidak peduli jika tubuhnya di lempar ke lautan dan tenggelam. Namun, Ren sama sekali tidak pernah bisa rela begitu saja bila harga dirinya yang di renggut. Ren sungguh tak ingin melakukan hal hina itu. Apa lagi tidak dengan wanita yang ia cintai, terlebih lagi dengan wanita tidak di kenal. "Ah, aku bersyukur berkar berburu untuk Arisa aku bisa bertahan dari sentuhan wanita!" Bak sebuah latihan, ada untungnya pula apa yang selama ini ia lakukan demi sang kekasih. Ren jadi sudah terbiasa akan tubuh wanita. Ia bisa menekan hasratnya dengan baik selama ia berkonsetrasi. Untungnya ada obat yang telah di suntikkan ke tubuhnya. Sehingga Ren bisa lebih fokus saat ia berpura-pura tidak sadarkan diri. Jujur, sesekali Ren sudah mampu menggerakkan ujung jarinya. Namun, itu tidak serta merta membuat Ren bisa melawan wanita itu. Fakta jika ia terikat memperjelas ketidak berdayaan dirinya dan untung saja Ren tidak tegang. Bila itu tegang maka semua bisa saja berakhir begitu saja. Akan tetapi, sama seperti Ren yang tidak menyerah. Wanita itu tampaknya juga tidak menyerah. Ia melepas pakaiannya, tak menyisakan sehelai benang pun. Lalu kembali duduk di atas pangkuan Ren. Celana yang bahkan sudah ia sobek menggunakan sebuah belati kecil. Membuat Ren juga kini benar-benar sudah tak lagi berbusana. "Kali ini kamu pasti tidak akan menolak tubuhku!" bisik wanita itu tak peduli Ren mampu mendengarnya atau tidak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD