18. Kenapa aku malah terjebak di sini?

1214 Words
"Apakah ini akhir dari hidupku?" Ren kehilangan harapannya, sekujur tubuh Ren terasa lemas dan nyeri. Kepalanya berat dengan mata yang bahkan sudah terpejam. Ren nyaris tak lagi memiliki kesadarannya. Ia sudah merasakan akhir dari kehidupannya. Ren pasrah dan tak sanggup lagi melawan. Sudah terlalu banyak hal yang terjadi pada Ren. Tubuh, hati dan logikanya sudah tak lagi sanggup menampung segalanya. Ren menyerah. "Aku sangat lelah. Aku lelah dengan semuanya." Tubuh yang sudah tak lagi bertenaga itu terasa kaku, mati rasa dengan keputus asaan yang terbenam. Ren sudah cukup putus asa dengan apa yang terjadi. Hidupnya tidak pernah berjalan dengan mulus. Harapannya nyaris tak terwujud serta mimpinya kerap hilang tak berebntuk. Ren yang sudah menyerah itu pun mulai menghela napasnya dengan lembut dengan debaran jantungnya yang mulai melemah. "Tak apa, sungguh tak mengapa jika semua berakhir seperti ini." Bersamaan dengan semakin lelapnya Ren terpejam, Ren merelakan segala halnya. Ia sudah terlalu lelah menghadapi dunia. Hidup Ren yang hancur sudah tak lagi ia hiraukan. Ren benar-benar tidak peduli apapun yang akan terjadi pada dirinya. Akan tetapi, di sisa harapannya yang hanya tinggal setitik itu. Sebuah kenangan mendadak menghujani Ren. Kenangan kebahagiaan dirinya bersama kedua orang tuanya. "Hiks... Hikks..." Napas Ren yang tersekat kini berganti dengan sesaknya air mata yang membuncah. Ren tak peduli dengan orang-orang yang saat ini terus berusaha mendekap mulut Ren di dalam mobil. Ia tak memikirkan apapun yang akan terjadi pada tubuhnya, entah dibuang, atau dibunuh. Ren hanya mengenang kenangan manis. "Ini memalukan.. Kenapa di saat terpuruk dan ketika akan merasa bahaya baru teringat akan orang tua?" Ren terkekeh di dalam hatinya. Ia sungguh tidak menyangka dengan pikirannya yang dangkal. Namun, mungkin itu lah hal yang wajar di kala seseorang mendekati akhir hayatnya barulah mereka mengingat segala hal manis bersama baktinya yang kurang untuk orang tuanya. Miris, namun begitulah sifat dasar manusia. Meski begitu Ren tidak memungkiri jika ia merasakan hal yang sama. Mengingat kenangan yang tidak banyak itu. Sebab, Ren memang sejak kecil sudah ditinggalkan oleh orang tuanya. Jujur, Ren tidak bisa mengingat dengan benar alasan dari kematian orang tuanya. Ia hanya tahu jika dahulu rumahnya mengalami pencurian dan orang tua Ren menjadi korban dalam tragedi tersebut. "Ah, aku tidak pernah berbuat apapun untuk mereka!" "Aku bahkan tidak berani sering datang ke makam mereka!" "Aku bahkan tidak mencari pelaku dari tragedi itu." Di setengah kesadarannya Ren merasakan sesal yang lebih besar lagi. Ia tidak pernah mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada kematian orangtuanya. Ia tidak mencoba mengungkap kematian orang tuanya. Padahal untuk pelaku dari kasus pembunuhan itu saja sampai saat ini belum terungkap. "Hmmm.. kenapa sih, aku tidak penasaran dengan kasus itu?" Sesak di hati Ren dengan sisa hembusan napask Ren. Ia memang lelah mengharapkan semuanya berakhir. Ren sangat lelah dengan kehidupannya yang tak pernah ada kemajuan. Hidup yang tidak berarti dan juga berkesan. Hanya menjalani kehidupan, bernapas, makan dan bekerja banting tulang. Sungguh, tidak ada yang istimewa dari kehidupan Ren. Sehingga Ren juga merasa tak ada bedanya ia hidup atau tidak. Namun, saat di sisa kehidupannya saat ini. Ren sedikit berharap jika ia bisa memiliki sedikit waktu. Ia sungguh ingin mengungkap kebenaran dari kematian orang tuanya. "Yah, semua sudah terlambat. Apa lagi yang bisa aku lakukan. Takdir memang tidak pernah berpihak padaku!" benak Ren di sisa kesadarannya itu. Benar saja, Ren tidak punya harapan. Begitu mobil itu berhenti melaju. Ia kembali di seret dan ditendang keluar dengan kasar. Tubuh Ren yang sejatinya sudah tak lagi melawan itu tetap saja di tendang dengan paksa, di tarik dan di jambak beberapa kali. Tidak sanggup melawan. Ren pasrah dengan apapun yang akan terjadi pada dirinya. Tidak hanya karena rasa putus asa Ren akan kehidupannya yang begitu-begitu saja. Ren juga mulai memahami jika apa yang ia lakukan demi sahabatnya Jimmy juga semakin di luar kendalinya. Ren tidak sanggup menanggung segalanya, kekasih yang ternyata seorang vampir, sahabat yang terlibat dengan hal yang tidak bisa Ren pahami dan lagi segala impian Ren yang sirna karena tak bisa lepas dari seluruh masalah yang muncul tiba-tiba. Apa lagi kali ini Ren diculik begitu saja tepat saat ia baru keluar dari rumah Arisa. Sesuatu yang tidak bisa ia bayangkan keterlibatan apa yang ia lakukan hingga ia harus mengalami hal tersebut dan terjebak bersama orang tak dikenal. "Baguslah dia tidak melawan. Cepat kurung dia!" Salah satu dari orang-orang bertubuh besar itu memerintahkan untuk mengurung Ren di sebuah ruangan yang cukup sempit dan kotor. Tak heran, karena saat ini Ren berada di sebuah pabrik yang tidak lagi berfungsi. Pabrik terbengkalai yang Ren sendiri tidak tahu di mana lokasi pabrik ini. Perjalanan mereka selama di mobil cukup jauh dan tak Ren saat itu hanya tersungkur dengan mulut yang tersekap dan matanya yang terpejam. Ren kini hanya terbaring lemas di dalam ruangan kotor itu. Dia yang tak tahu apa kesalahannya dan apa penyebab ia di culik. Ren pun sama sekali tak ingin lagi mempertanyakan alasannya. Faktanya, Ren memang ingin menyerah saja. "Hei, bisa-bisanya kamu tertidur di sini?" Ren tidak menjawab ia memang sudah masa bodo dengan hal itu. Lalu, sebuah suntikan pun mendarat di tubuh Ren. Menusuk kulitnya dan seketika itu membuat kesadaran Ren hilang total. Saat terbangun, langit pun sudah menggelap, matahari sudah membenamkan dirinya berganti dengan sang rembulan yang terlihat samar di balik kaca jendela ruangan tersebut. Beberapa kali Ren mengedipkan matanya. Mencoba mencerna di mana kini ia berada, sebab saat Ren terbangun ruangan itu adalah ruangan lain yang begitu asing. "Ini di mana?" gumam Ren dalam hati saat melihat Ren yang sudah berada di sebuah kamar mewah dengan tubuhnya yang terikat di atas tempat tidur. "A-apa-apaan ini?" Gugup dan bertanya-tanya kenapa Ren malah berada dalam kondisi yang jauh lebih membingungkan dari apa yang ia bayangkan. Ren sudah mengira saat ia diculik dan tak bisa lagi melawan menganggap jika ini adalah akhir dari hidupnya. Merasa bila Ren tak lagi punya harapan untuk hidup dan bertahan. Tak ada yang akan menyelamatkan dirinya. Jimmy yang tak tahu di mana rimbanya dan Arisa yang juga belum tentu akan mencemaskan dirinya sampai rela mencari keberadaannya. Malah bagi Ren saat ini Arisa sendiri tidak menyadari dirinya yang telah menghilang, mengingat kejadian mereka yang sebelumnya tengah bertengkar. "Ah.. kenapa aku malah terjebak di sini?" Ren mendesah di dalam hatinya. Kedua tangannya terikat dengan tali pada tiang di ranjang mewah yang terbuat dari kayu. Ren sudah tidak memakai pakaiannya ia hanya mengenakan celananya saja. Namun, kaki Ren juga terikat namun dengan sebuah rantai yang menghubungkan kaki kiri dan kanannya. Ia terjebak seperti itu di atas kasur yang empuk. Lalu, kakinya yang terluka juga terlihat sudah di bersihkan. Ren sungguh tidak mengerti kenapa dia malah berada di sana. "Apa aku terlibat dengan kasus seperti itu, yang membawa orang-orang dan membuatnya menjadi b***k pemuas para orang yang haus akan kenikmatan duniawi?" Tentu tidak ada hal lain yang bisa Ren jabarkan dari situasi yang saat ini tengah Ren hadapi. Jika memang benar itu yang terjadi, maka Ren cukup merasa lega sebab itu tidak ada hubungannya dengan Arisa maupun Jimmy. Ia membersihkan segala pikiran buruk tentang Arisa maupun Jimmy. Ia bisa merasa lega jika keduanya tidak terlibat apapun akan apa yang saat ini menimpa dirinya. Tetapi, Ren sama sekali tidak bisa menutupi banyak tanya yang memenuhi isi kepalanya. Ia sangat ingin tahu hal apa yang membuat Ren saat ini mengalami hal tersebut. Penuh tanda tanya Ren kali ini benar-benar sudah tidak berdaya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD