Bab 5

1459 Words
Menaiki motor sport, Ania membelah jalanan ibukota dengan cepat. Dia tidak mempermasalahkan beberapa orang yang protes akibat kelakuannya, dia aman selama kecepatannya tidak melebihi batas yang ditentukan. Sekarang dia sedang menuju tempat di mana black ring berada, tempat yang tersembunyi dari padatnya aktivitas Ibukota. Malam ini tepat seminggu setelah perjanjian mereka, walaupun Ania telah mengatakan untuk tidak melatih Daniel tekhnik yang dia gunakan, dia tetap datang. Setelah memakirkan motor, Ania masuk ke dalam tempat itu. Tidak ada lagi suara riuh seperti minggu lalu, hanya keheningan yang diisi sebuah pukulan seseorang yang sedang berada di atas ring. “Kau sendiri?” tanya Ania begitu melihat Daniel sibuk memukul samsak. Daniel terkejut, dia tidak menyangka Ania benar-benar datang. “Ya, kau mengharapkan siapa lagi? Ini tempatku!” jawabnya ketus. Ania melangkah mendekati ring, “Kupikir kau sedang berlatih dengan pelatihmu, mungkin.” “Dia belum datang, mungkin tiga puluh menit lagi. Kenapa kau datang? Bukannya tadi kau membatalkannya?” tanya Daniel heran. “Aku berjanji untuk latih tanding bersamamu, kupikir itu cukup untuk bayaran karena aku membatalkan janjiku.” Daniel masih memukul samsak, suaranya menggema di tempat itu. “Tidak perlu, aku tidak butuh. Itu tugas pelatihku.”  “Sikapmu kembali lagi!” Ania menaiki ring. Daniel menatapnya sebentar lalu kembali fokus memukul samsak, “Maksudmu?” “Sikap dan kata-katamu kembali dingin. Apa karena kata-kataku waktu itu?” “Kau terlalu percaya diri, aku tidak akan terpengaruh hanya karena kata-kata seperti itu.” jawab Daniel ketus. Dia memperhatikan tempo dan kecepatan Daniel saat memukul samsak, baju kaosnya juga tidak basah akibat keringat. “Kau tidak pemanasan!” ucap Ania sedikit membentak ketika menyadari ada sesuatu yang salah. “Apa pedulimu!” Dia menangkap samsak yang di pukul Daniel ke arahnya, “Otot-ototmu bisa cedera!”   “Itu juga selalu kukatakan kepadanya, tetapi anak itu tidak memperdulikan kata-kataku sama sekali.” Tubuh Ania membeku, dia mengenali suara itu. Tanpa ia sadari, air matanya menetes. Rasa rindu itu meluap entah kemana tetapi, dia masih tidak bergerak. Dia ingin memastikan lebih jauh, apa benar, seseorang yang baru saja berbicara itu memang yang selama ini di rindukannya “Ren! Ternyata kau benar-benar terlambat,” Ania merasakan jika Daniel turun dari ring. Sial! Tubuhnya tidak bisa di gerakkan, bahkan dia bisa lebih lama lagi memegang samsak yang beratnya puluhan kilo ini. Ania tidak ingin kecewa, dia telah sangat lama menunggu saat-saat ini dan dia tidak ingin jika harapannya kali ini membuatnya menunggu kembali. “Ingat gadis yang ku ceritakan kemarin? Dia ada di sana,” Daniel menoleh ke arah ring lalu tersenyum. Pemandangan itu menjadi hal menarik bagi Werren karena Daniel jarang menujukkan ekspresi wajahnya, “Aku penasaran siapa gadis yang bisa membuat kau tersenyum, apakah dia cantik?” Ren melangkah pelan menuju ring namun, langkahnya terhenti ketika merasakan Daniel menahannya. “Dia milikku,” ucap Daniel penuh penekanan. Ren terkekeh, “Aku hanya ingin melihatnya, tidak merebutnya.” Jawabnya lalu kembali melanjutkan langkah. Sebenarnya Ren ragu untuk kalimat terakhirnya, entah kenapa dia mengenali sosok gadis yang sejak tadi menyembunyikan wajahnya di balik samsak. Bayangan seorang gadis kecil yang dirindukannya berputar di kepalanya dan itu membuatnya semakin berharap kalau itu benar dia. Firasatnya semakin kuat begitu posisinya semakin dekat, bahkan Ren menahan kedipan matanya karena dia takut jika dia berkedip maka gadis itu akan hilang. Dia memegang samsak yang menghalangi wajah gadis itu. Dia mencium wangi lemon yang dirindukannya, Ren menyentak samsak dan melihat siapa sebenarnya yang berada di baliknya. Ren tercekat, “Merindukanku?” tanya Ren dengan suara serak sembari menatap lekat ke arah Ania. Ania mengangkat wajahnya, seketika dia bertemu pandang dengan Ren. Tubuhnya hampir terjatuh ke lantai jika Ren tidak menangkapnya,  “Werren!” ucap Ania lirih. Setelah mendengar Ania mengucapkan namanya, Ren mengeratkan cengkraman di pinggangnya. Dia begitu merindukan sosok gadis kecil yang selalu menjadi penyemangatnya untuk tetap hidup. Ren menarik Ania ke pelukannya, memeluk gadis itu sangat erat. Sementara Daniel yang melihat kejadian itu sangat terkejut diikuti rasa panas yang membakar hatinya. Dia memandang tajam dua orang itu hingga pelukan mereka terlepas. Ania mengusap air matanya kasar, dia tidak terbiasa menangis. Dia mendongak menatap Ren, dia menangkap perasaan menyesal di mata lelaki itu. Ren memandangnya ragu, seolah tidak percaya bahwa Ania berdiri di hadapannya. Ania tersenyum menenangkan dan dengan tatapannya dia meyakinkan Ren bahwa ini benar-benar kenyataan. Werren Thomson, lelaki yang selama ini di cari Ania. Dia tidak menyangka bahwa dunia ini benar-benar sempit, jika saja dia lebih cepat datang ke tempat ini tiga bulan yang lalu. Mereka akan lebih cepat bertemu. "Akhirnya kita bertemu, kak." ucap Ren serak lalu kembali membawa Ania masuk ke dalam pelukannya. Ren telah menganggap Ania sebagai kakaknya, itu karena keputusan pribadi Ren. Awalnya Ania menolak keras keputusan itu tetapi Ren tetap pada pendiriannya, dia mengatakan persaudaraan bukan hanya dapat dilihat dari umur tetapi, kedewasaan dalam mengambil keputusan itulah yang Ren katakan kepada Ania sebagai alasannya memanggil gadis itu kakak. Walaupun mereka tidak memiliki darah yang sama tapi memiliki persaudaraan yang tinggi. “Selama ini kau kemana saja?” Ania melepaskan pelukannya dan memandang Ren lama, lelaki itu telah banyak berubah. Ren membalas tatapan Ania namun, kali ini dengan senyum di wajahnya. “Aku pergi ke banyak tempat dan dengan keyakinan untuk bertemu dengamu aku bertahan hingga saat ini.” “Maafkan aku karena membiarkanmu sendiri. Maaf karena aku, kau telah berkorban banyak untuk mengeluarkanku dari tempat itu.” ucap Ren dengan rasa bersalah. Ania menepuk pundak Ren, “Lupakan kejadian itu, sekarang kita telah bertemu.”  Benar, mereka telah aman di Negara ini. Tidak ada yang perlu di khawatirkan lagi. “Hei! Bisa kalian jelaskan apa yang terjadi sekarang?!” protes Daniel kesal. Daniel menahan emosinya, dia tadi sudah memperingatkan Ren tetapi lelaki itu malah memeluk gadis yang ingin di milikinya itu. Bahkan, dia tidak pernah seakrab itu dengan Ania, dia hanya pernah bersalaman, saling memukul dan melemparkan kata-k********r. Ania menyipitkan matanya lalu terkekeh, “Kau masih ingat, seseorang yang kuceritakan di rooptop kemarin?” “Jadi seseorang laki-laki yang kau sayangi itu?” tebak Daniel, rasa panas kian menjalar di tubuhnya. Ania mengangguk pelan, dia memandang Ren dengan tatapan hangat. Padahal dia pernah merasa pesimis untuk menemukan Ren tetapi, takdir berkata lain karena sekarang mereka bertemu.  “Aku bersyukur bisa bertemu dengannya sekarang.” ucap Ania lalu mengalihkan tatapannya ke arah Daniel. Ren tersenyum lalu merangkul Ania, “Bisakah aku ijin hari ini? Aku ingin menghabiskan waktu dengannya?” tanya Ren kepada Daniel. Mata Daniel menyipit dia ingin menjawab tidak tetapi, sekarang bukan waktunya untuk egois. Akhirnya, dia mengangguk dan mengijinkan mereka untuk pergi. Dia dapat melihat wajah Ania yang berubah cerah begitu dia menyetujui permintaan Ren dan itu sedikit membuat amarahnya berkurang. Daniel meliaht mereka berdua pergi dengan senyum di wajah keduanya, seberat apa cobaan yang telah mereka lalui? tanya Daniel dalam hati. Sebelumnya tatapan Daniel bertemu dengan Ren dan dia menyampaikan pesan tersirat kepada Daniel untuk percaya padanya. Daniel hanya menjawabnya dengan anggukan, Ren tidak akan mengkhianatinya dia cukup mengenal lelaki itu. …. Ania dan Ren duduk di bangku taman, mereka telah berada di sana dalam waktu yang cukup lama. Mereka menceritakan apa yang terjadi setelah berhasil keluar dari tempat itu. Tidak ada rasa bahagia, semuanya mereka lalui dengan sangat keras. "Aku benar-benar minta maaf meninggalkanmu sendiri,” "Stop, Werren! Kau tidak perlu mengingat tentang masa lalu lagi, semua itu telah menjadi masa lalu. Sekarang saatnya kita membuka lembar kehidupan baru dan melupakan apa yang terjadi, dulu.” ucap Ania cepat sebelum Ren menyelesaikan perkataannya.   Ren menghela napas panjang, dia menatap Ania lama. Dia masih tidak percaya setelah berpisah bertahun-tahun, mereka kembali bertemu. …. Ania mengajak Ren untuk tinggal di depan apartement miliknya, sebenarnya dia ingin mengajaknya untuk tinggal bersama tetapi, dia tahu ini bukan Negara yang memperbolehkan dua orang berbeda gender tinggal bersama apalagi mereka tidak terikat hubungan darah. Dia membantu Ren berkemas dari tempat yang selama ini di tempatinya untuk pindah ke depan apartemennya. “Beruntung, aku mengingat apartement ini masih kosong dan letakknya pas di depan milikku.” ucapnya setelah mereka masuk di tempat baru Ren. Fasilitas lengkap telah tersedia di dalamnya, Ren hanya memindahkan baju dan barang pribadi miliknya. Ren melihat Ania yang sedang berbaring di sofa, gadis itu terlihat sangat lelah. “Kembalilah, kak. Kau terlihat sangat lelah.” Ania membuka matanya pelan, “Baiklah, jika kau perlu sesuatu datang saja ke apartementku.” Ren mengantar Ania menuju pintu, lalu mereka dikejutkan dengan sebuah paket yang cukup besar berada di depan pintu apartement Ania. “Sebuah paket? Sepertinya tadi tidak ada di sana.” ucap Ren dengan kening berkerut. Ania melangkah memeriksa paket itu, apa ini? tanya Ania dalam hati. “Pasti ini barang yang ku pesan kemarin.” ucapnya berbohong lalu mengangkat paket tersebut dan cepat-cepat menekan password apartement. Ren yang berada di ambang pintu menatap Ania dan benda itu penasaran, dia ingin tahu apa isi paket itu tetapi, dia menundanya dan memutuskan akan bertanya keesokan harinya. “Night Ren.” Ucap Ania lalu masuk ke dalam tanpa menunggu balasan dari Ren. Dia tidak langsung membuka paket itu, melainkan segera membersihkan diri dan mengisi perutnya sedikit. Ania berbaring di tempat tidur, dia melirik jam yang telah menunjukkan pukul dua pagi namun dia tidak merasa mengantuk. Dia berjalan menuju ruang tamu, tempat dia meletakkan paket tadi. Perlahan dia membuka membuka plastik yang melindungi paket itu, matanya melebar begitu melihat isi paket yang ternyata adalah benda yang dimilikinya, dulu. Ania mengeraskan rahangnya lalu menjauhkan benda itu darinya. “Siapa yang berani mengirimiku ini!” ucapnya menahan amarah. ….  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD