BAB 27

1001 Words
Seperti yang diberitahukan oleh Teddy, gerbang depan memang sudah cukup mengkhawatirkan. Mereka berkumpul dn saling menumpuk dip agar kawat hingga membentuk gunung kerucut. Zombie yang paling teratas berusaha untuk masuk meski ia harus jatuh lagi karena ditarik atau jatuh setelah tersengat aliran listrik.   Meski belum ada satupun yang berhasil masuk, keadaan seperti ini bisa berbahaya. Satu waktu mereka akan kebal dengan listrik atau mereka yang terus menumpukkan diri akan memberi beban pada pagar. Dan kemungkinan untuk roboh juga bisa terjadi.   “Mereka terus berdatangan.”   Ko Ji bisa saja keluar dan mengurangi jumlah mereka yang menumpuk dip agar. Tapi..jika ia melakukan hal itu, tentu saja identitas aslinya akan terbongkar.   “Padahal sudah diserang sedemikian rupa dari dalam, tapi mereka tetap tidak mati.”   “Mereka hanya mati saat kita menebas kepalanya,” tukas Ko Ji yang masih memikirkan cara bagaimana menumbangkan mereka.   Ketakutan mereka nyaris terjadi. Tembok yang mengikat kawat-kawat tersebut mulai mengalami keretakan. Beberapa orang dengan cepat menahannya sambil memperbaikinya. Sebagian yang lain menyerang zombie tersebut dengan menusukkan tombak, menembak kepala-kepala mereka atau melakukan hal lainnya yang dapat membuat mereka terjatuh.   Tapi gelombang kedatangan zombie tersebut semakin bertambah. Jika terus seperti itu, mau tak mau pagar akan jebol juga.   “Harus ada yang menghentikan mereka menuju kemari –“   “Mereka semua berkumpul ke sini bukan karena tahu ada manusia di sini, tapi karena mencium bau kaum mereka sendiri. Semakin banyak jumlahnya, maka semakin tercium sampai ke seluruh tempat. Untuk itu kita harus memusnahkan mereka semua atau sebagian,” ungkap Ko Ji yang bergegas ke sebuah gudang untuk melakukan sesuatu.   Teddy yang diam mengamati, akhirnya mengerti apa yang rekannya itu maksud. Dengan alat seadanya, Ko Ji mengumpulkan barang-barang yang dapat ia gunakan sebagai bom rakitan. Yah..dengan mengebom mereka, sedikit demi sedikit dapat mengurangi jumlah mereka. Maka yang terpikirkan oleh Ko Ji untuk cepat mengatasi hal ini sebelum akhirnya gelombang yang lebih banyak berdatangan nantinya, Ko Ji menyiapkan tabung gas untuk ia jadikan peledak rakitan.   Teddy menyiapkan bom lainnya dengan bahan-bahan yang ia ketahui. Dibantu oleh perangkat desa lainnya, mereka akhirnya berhasil menyiapkan bom dadakan. Benda-benda tersebut mereka bawa di deka para zombie berkumpul. Ada pula yang berinisiatif melemparkannya ke kerumunan dan bahkan mulut-mulut mereka. Ko Ji yang menggunakan tabung gas sebagai alat pun mulai melancarkan rencananya dengan melemparkan tabung gas yang terbuka. Bukan mudah untuk naik dan melemparkan gas tersebut satu persatu menyebrangi pagar. Mereka bahkan nyaris diterkam oleh zombie tersebut sebelum akhirnya bisa menyelamatkan diri. Setelah melumpuhkan beberapa zombie yang bertekad untuk naik dan menyerang, Ko Ji menyiapkan api untuk dilemparkan pada tabung gas yang sudah disiapkan menyala. Dan saat Ko Ji melihat semburan api itulah, ia melihat bayangan sesuatu di matanya.   Sekelebat seperti ingatan yang pernah atau mungkin akan terjadi. Ko Ji melihat akan lebih banyak lagi pertumpahan darah. Dan orang-orang yang menyerangnya seperti yang dikatakan rock Lee terakhir kali pun juga terwujud.   Bom rakitan meledak sesuai rencana mereka. Banyak juga serpihan tubuh zombie yang tercecer ke mana-mana. Tapi ada pula yang masih hidup meski badan mereka telah terbelah. Semua orang begitu shock melihat betapa tangguhnya mayat-mayat hidup tersebut. Berbagai cara dilakukan ternyata tetap tak mengurangi jumlah mereka yang semakin lama semakin bertambah. Apalagi kabarnya, sebagian kota di negeri ini telah di lockdown alias sama sekali sudah tak berpenghuni manusia murni. Tentara memutuskan jalan masuk dan keluar kota-kota yang telah di lockdown demi melindungi populasi manusia yang mulai menipis.   Usaha pemerintah itu juga dilalui dengan jalan buntu. Seluruh negeri bahkan Negara mulai kehabisan tenaga untuk menghadapi mereka. Padahal belum ada sepekan terserang virus, namun sudah dipastikan manusia akan segera musnah jika virus tersebut tak dapat dikendalikan. Karena hal itulah,kabarnya barak Timur benar-benar dijaga ketat oleh Negara.   “Masih belum cukup –“ keluh Teddy. “Sepertinya cara seperti ini tidak akan berhasil jika kita tak menyerang mereka dengan dekat,” tambahnya lagi yang memicu beragam pendapat dari warga yang mendengarnya.   “Menyerang mereka secara langsung? Itu sama saja bunuh diri.”   “Tentu harus dengan persiapan yang matang. Ini mengantisipasi kedatangan gelombang zombie yang lainnya.”   Semua terdiam. Ada beberapa yang setuju dengan saran dan pendapat Teddy tersebut. Namun tak sedikit pula yang menolaknya. Menurut Ko Ji sendiri, hal itu adalah satu-satunya jalan. Apalagi jika bisa menggiring mereka semua menjauhi pagar lalu mengecohnya ke suatu tempat. Semua itu bisa berjalan dengan lancar jika dibantu oleh banyak orang. Melihat jumlah orang yang berani menjalankan saran yang Teddy katakan tadi, tentu masih jauh dari kata cukup.   Suara angin kembali datang. Kali ini Ko Ji bisa merasakan bahwa angin itu tidak datang dengan kebetulan. Terakhir kali ia merasakan angin berbisik padanya adalah ketika bertarung dengan Rock Lee. Lalu sekarang suara angin itu datang kembali entah dengan siapa ia menyertainya.    “Jadi sekarang, apa rencana kita selanjutnya?”   Ko Ji memandang jauh sebuah jalan tanah merah di hadapannya. Angin yang kencang cukup membuat debu berterbangan di jalan. Seperti ada sesuatu yang mengusiknya. Ia merasa ada yang mengawasi dari kejauhan. Dari rumah kaca yang tak jauh dari gerbang utama, suara teriakan minta tolong terdengar. Lalu tak lama, muncul seseorang yang berjalan secara tertatih sembari memegang leher sebelah kirinya yang dibanjiri oleh darah.   Keadaan semakin panic saat pria tersebut jatuh tersungkur tanpa sempat mendapatkan pertolongan. Dan ketika itulah, Ko Ji bisa merasakan kehadiran manusia yang berbeda di sekitarnya.   “Cara yang terlalu ketinggalan jaman. Bukankah lebih cepat jika menebas mereka langsung dipertempuran?”   Suara itu berasal dari dalam  rumah kaca. Seorang gadis yang sedang mengunyak sesuatu itu melirik Ko Ji dengan senyuman sinisnya. Ko Ji sadar, apa yang dia bicarakan itu adalah menyindir dirinya yang tengah menyembunyikan kemampuannya dengan melakukan penyerangan dengan teknik ketinggalan jaman. Padahal, ia bisa saja menghadapi ratusan zombie itu dengan pedangnya seperti yang gadis itu katakan.   “Siapa kau? Apa kau zombie?” tanya Teddy yang mendekati musuh tanpa takut. Dengan cepat Ko Ji mencegahnya untuk mendekati gadis tersebut sembari berbisik, “Dia..bukan manusia biasa –“   Teddy merlirik bingung, “Apa maksudmu? Memangnya siapa mereka?”   “Mereka..bukan manusia –“ Teddy semakin bingung, "Apa maksudmu?"   .   . bersambung    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD