BAB 26

1190 Words
“Ini pick up paman Tao, kan?” tanya So Ji pada dirinya sendiri.   Karena terhalangi jalannya, So Ji memutuskan untuk turun memeriksa apa yang terjadi pada pick up tersebut. Kondisinya cukup rapid an seperti tak terjadi apapun pada mobil tersebut. Tapi kotak-kotak strawberry yang ada dimuatannya berhamburan sampai ke jalan.   So Ji mencoba menyingkirkan kotak tersebut ke tepi jalan sampai ia mendengar suara eraman dari arah ladang. Suara itu lebih mirip dengan suara binatang yang tengah menerkam mangsanya. So Ji kembali teringat dengan babi hutan yang pernah menyerangnya dengan sang kakak.   Perlahan tapi pasti So Ji masuk ke dalam ladang strawberry yang ditanam di rumah kaca. Ladang yang diisi tanaman sebangsa berry ini ditanam di atas tanah seluas lima hektar. Cukup sulit bagi So Ji untuk memeriksa ke dalam. Pasalnya tanaman yang dibuat bertingkat ini menyulitkan So Ji melihat sekitar. Berbeda dengan ladang strawberry miliknya dan paman So Man, yang memanfaatkan menanam di tanah saja untuk memudahkan proses perawatan dan penyiraman.   Semakin So Ji masuk ke dalam, semakin terdengar suara-suara tersebut. So Ji sempat ingin berbalik namun ia juga ingin menyingkirkan rasa takutnya itu. Untuk berjaga-jaga, untunglah ia membawa tongkat bisballnya. Dan ketika dia yakin sesuatu yang bergerak di salah satu gang tanaman, So Ji menyiapkan kuda-kudanya untuk memukul apa saja yang ada di hadapannya.   “Kamu pernah menghajar satu zombie So Ji. Kali ini kamu pasti bisa menyingkirkan apapun!” monolog So Ji sambil bergerak mendekati objek.   Lalu ketika ia mulai bersiap, objek tersebut kemudian menyadari kehadiran So Ji. Objek tersebut lantas kabur setelah menghidu sesuatu. So Ji berteriak histeris saat objek yang ternyata seekor babi hutan ukuran kecil itu berlari tunggang langgang menghindari So Ji.   “Sialan!”   So Ji kesal meski beberapa saat kemudian ia menertawakan dirinya sendiri yang begitu ketakutan hanya karena seekor babi hutan kecil. Agar tak membuang waktunya lagi, So Ji pun bangun kemudian beranjak kembali ke mobilnya. Namun baru saja So Ji hendak keluar dari rumah kaca tersebut, gadis itu dikejutkan dengan penemuan bercak darah di tanah.   So Ji ingat bahwa babi tadi tengah memakan sesuatu. Maka ia mendekati tempat terakhir babi itu bersembunyi sebelum akhirnya babi tersebut pergi ketakutan. So Ji memeriksa dan betapa terkejutnya ia saat melihat potongan jari yang ada di tempat tersebut. So Ji kembali terjengkang ke tanah karena melihat sesuatu yang tak ingin dia lihat.   So Ji tahu bahwa di luar sana pun banyak potongan tubuh manusia yang berserakan akibat serangan zombie. Tapi entah kenapa, melihat potongan-potongan jari tersebut masih membuat So Ji ketakutan dan terkejut. Tak mau berlama-lama di sana, So Ji pun mengurungkan niatnya untuk mengikuti bercak darah yang tercecer di tanah itu. Namun lagi-lagi sepertinya takdir ingin membuat So Ji mengetahuinya.   Suara eraman kembali ia dengar setelah keluar dari rumah kaca. Dan tanpa terduga, ia malah melihat seseorang tengah memangsa paman Tao yang sudah tak berdaya. Lehernya terus digigit hingga nyaris putus. Seorang pria yang menyerang paman Tao itu baru menghentikan aksinya setelah merasakan keberadaan So Ji yang kini tengah bersembunyi. Sambil menangis dan gemetaran, So Ji menutup mulutnya sendiri agar menahan diri untuk tidak berteriak ataupun menangis.   Pria menyeramkan itu lantas menyapukan mulutnya seperti benar-benar telah selesai menyantap makan siangnya. Ia berjalan mengitari sekitar sebelum akhirnya menyembunyikan gigi taring runcingnya dan berwujud layaknya manusia normal. So Ji mengira bahwa pria tersebut adalah zombie yang berhasil masuk ke dalam desa. Tapi ternyata, ia makhluk lain yang So Ji tak ketahui siapa.   “Manusia. Aku bisa menghidu baumu dari sini,” gelaknya dan ucapannya langsung membuat So Ji gemetaran hebat.   “Di..dia..mengetahui keberadaanku,” ucap So Ji dalam hati sambil perlahan mundur untuk mencari tempat berlindung sejauh mungkin. Tapi sepertinya, usaha So Ji itu sia-sia. Pasalnya pria tersebut langsung dengan cepat menangkap So Ji yang hendak kabur itu. So Ji terbelalak dan membeku. Tak bisa melakukan apapun karena telah terjebak. Pria tersebut bahkan tidak sendirian. Tepat tak jauh dari  tempat So Ji mengendap-endap, ternyata ada dua orang wanita yang sudah memergokinya sejak tadi.   “Manusia memang bodoh sekali. Apa mereka pikir bisa bersembunyi dari jangkauan vampire?” celoteh Irene yang dengan angkuhnya berjalan mendekati So Ji yang diam membatu.   “Vampire? Mereka semua vampire?” monoloh So Ji lagi. Dan semuanya menjadi masuk akal, mengapa mereka berbeda dengan para zombie yang tak bisa berbicara ataupun berpenampilan rapi layaknya manusia normal.   “Humm..wangi darahmu boleh juga. Apa aku boleh memangsanya?” tanya Irene pada Minerva yang sedari tadi diam mengamati So Ji dari ujung kaki hingga ujung kepala.   “Jangan. Dia akan sangat berguna bagi kita nanti.”   “Si..siapa kalian?” tanya So Ji akhirnya, setelah ia susah payah untuk membuka mulut. Meski ia tahu, siapa mereka setelah gadis kecil itu berceloteh, So Ji tetap masih bertanya-tanya kehadiran mereka ke desa ini.   Minerva menghampiri dengan senyumnya yang misterius. Menyentuh setiap inci wajah So Ji yang menurutnya menarik. Tentu saja Minerva tertarik dengan gadis tersebut. Sebab terakhir kali ia membaca pikiran, gadis itu muncul di kepala perompak itu.   Yah..Minerva dan yang lainnya memang telah menargetkan So Ji sebagai umpan. Agar orang yang mereka cari, muncul nantinya.   “Kau gadis yang pemberani. Apa kau pikir kedatanganmu ke sini dapat membantu bapak tua itu?”   So Ji terdiam. Ia sendiri tahu betul bahwa tentu saja ia ketakutan setengah mati. Tapi demi mengalahkan ketakutannya, iapun nekat masuk ke rumah kaca dan malah bertemu dengan mereka bertiga.   “Mau apa kalian kemari?”   “Mencari seseorang,” jawab Minerva santai. “Seseorang yang sangat berarti bagimu,” sambungnya lagi yang langsung membuat So Ji berpikir bahwa mereka tengah mencari kakaknya.   “Kak Ko Ji?!”   “Oh..jadi itu namanya?”   “Jangan lukai kakakku! Aku yakin kalian berniat buruk!”   Minerva tertawa melihat gertakan So Ji yang sama sekali tak berarti buatnya itu. Tapi karena ia ingin bermain-main sejenak sebelum melancarkan aksinya, iapun mau meladeni So Ji sembari mengorek informasi dari adiknya itu.   “Ohw..apa yang membuatmu begitu yakin ingin melindungi kakakmu? Apa kau tahu kalau kakakmu itu mungkin bisa melindungi dirinya lebih baik daripada keadaanmu sekarang?”   Tentu saja So Ji sadar bahwa kakaknya bisa lebih aman karena dapat melindungi dirinya sendiri dari ilmu bela diri yang ia pelajari itu. Tapi sebagai adik, tentu So JI ingin sesekali berguna agar bisa saling melindungi satu sama lain. Walaupun ia tahu bahwa dirinya malah lebih banyak dilindungi daripada melindungi.   “Aku tahu. Tapi aku juga tidak akan tinggal diam jika kalian berani menyerang kakakku!” ancam So Ji lagi tanpa kenal takut. Mereka semua lagi-lagi tertawa sinis. Menganggap omongan So Ji hanyalah lelucon belaka.   Melihat dirinya diremehkan, So Ji pun berinisiatif untuk menyerang Minerva dengan tongka baseball itu. Tapi belum sempat So Ji melakukan itu, Baron telah lebih dulu menangkap pergerakan tangan So Ji lalu mematahkan tongkat tersebut dengan mudahnya. Lalu dengan ringannya, ia menampar So Ji hingga membuat gadis itu terjatuh tak sadarkan diri.   “Untuk apa berlebihan seperti itu!” hardik Minerva sambil mengeluarkan mata merahnya yang menyeramkan. Jika Minerva melakukan itu, sudah pasti ia tengah kesal dan marah.   “A..aku pikir tadi –“   “Sudahlah. Bawa dia ke hadapan kakaknya. Aku yakin pria itu tidak akan menahan diri lagi setelah melihat adiknya terluka.”   .   . bersambung 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD