Ana tidak bisa membayangkan hari ini akan menjadi hari dimana dia akan melihat sang adik dilarikan ke rumah sakit. Andre memenangkan pertandingan, namun saat pertandingan final akan dimulai, kaki Andre tiba tiba kram, dan membuat Andre gagal menjadi juara pertama di dalam pertandingan tersebut.
Ana menggenggam tangan Andre erat, Andre tampak terpuruk saat ini.
"Andre, " panggil Ana sendu,
"Maaf Kak, aku tidak bisa membuat Kakak bangga kepada ku, " sesal Andre tanpa menatap lawan bicaranya,
"Tsk, apa yang kamu katakan?" tanya Ana yang merasa Andre akan mengatakan hal yang berlebihan.
"Aku melewatkan kesempatan menjadi pemenang, aku tidak bisa mendapatkan sponsor utama, Kak. Aku tidak berguna, " jawab Andre yang menghakimi dirinya sendiri,
Ana menghela nafas. Ana tahu benar, jika saat ini Andre sedang tidak baik baik saja.
"Apa yang kamu katakan? Kamu bisa mendapatkan sponsor, Andre, " kata Ana menyakinkan Andre,
"Dengan kekalahan yang aku tunjukkan di depan Kakak? Aku tidak akan pernah bisa mendapatkan sponsor tunggal, Kak. "
"Andre, percaya sama Kakak. Bintang akan tetap bersinar terang benderang di langit yang gelap. Kamu seperti bintang, kamu pasti bisa menjadi pelita di dalam gelap, " hibur Ana kepada sang adik.
Andre tersenyum getir, mendengar apa yang dikatakan oleh sang Kakak.
Ana memilih untuk diam, dan membiarkan Andre untuk memiliki waktu sendiri.
Tiba tiba saja, terbersit tawaran Alea. Ana tampak ragu, namun hanya kesempatan itu yang mampu membuat Andre tersenyum dan meraih mimpinya.
Ana bergegas keluar dari ruang rawat inap Andre, dan menghubungi Alea. Ana ingin bertemu dengan Alea sesegera mungkin.
**
"Keputusan yang tepat, Ana. Aku pikir, kamu akan bertahan dengan keputusan kamu. "
"Kamu, sedang mengejekku? "
Alea menggelengkan kepala, "mana berani, " kata Alea sembari menggelengkan kepala.
"Aku akan mengatur waktu, agar kalian bertemu, "
Ana mengernyitkan kening, "bertemu? "
"Bagaimana bisa kamu hamil anak Vito, jika kalian tidak bercocok tanam?"
"Apa? "
"Kenapa? Kamu seperti sedang terkejut dengan apa yang aku katakan, "
Ana menatap Alea tak percaya, "aku memang sangat terkejut, Alea. Kamu mau aku dan suami kamu tidur bersama? "
"Iya, "
"Tapi, mana mungkin? "
"Kamu bisa menikah dengan dia,"
"Alea!"
"Ana, please..., jangan berpikir dua kali. Aku tidak ingin menggunakan metode yang disarankan oleh dokter. Aku ingin semua terjadi secara alami, aku juga tidak ingin kamu dan Vito melakukan kesalahan karena keinginan kami berdua yang memiliki seorang anak, "
"Tapi, aku nggak mau jadi istri kedua dan menjadi pihak ketiga di dalam pernikahan kamu, Al. Aku ini, sahabat kamu. Kenapa kamu bisa melakukan hal gila ini? "
"Justru karena kamu sahabat aku. Aku percaya sama kamu. "
Ana kehabisan kata-kata untuk berdebat dengan Alea. Ana menyerah dan pasrah dengan apa yang terjadi kepada dirinya.
Sementara itu, berbeda dengan Ana yang gelisah menunggu nasibnya, Vito tampak tersenyum bahagia dengan apa yang dia baca di ponselnya,
"Akhirnya, aku bisa memiliki kamu, An. " gumam Vito kepada dirinya sendiri.
*
Sesuai perjanjian Ana dan Alea, perusahaan Vito menjadi sponsor tunggal Andre. Andre yang mendapatkan kabar bahagia itu, nak tertimpa durian runtuh. Andre tak henti hentinya berceloteh dan mengungkapkan rasa bahagia yang telah dia rasakan. Ana hanya bisa menatap sang adik dengan binar bahagia, seakan tak ada beban yang dia tanggung.
Tanpa curiga, Andre menerima pinangan Vito yang berdalih sebagai keluarga Alea. Andre yang polos, percaya akan hal itu dan menikahkan Ana, tepat sehari sebelum keberangkatan Andre ke luar negeri.
Andre berpikir, jika Ana menikah, dia akan lebih tenang meninggalkan sang Kakak di tanah air.
Andre memeluk sang Kakak untuk terakhir kalinya, suasana mengharu biru di bandara. Andre seakan berat melepas Ana, namun mimpinya sudah semakin dekat.
*
Setelah menikah dengan Vito, Ana tinggal di sebuah hunian unit apartemen mewah yang berada tidak jauh dari kantor tempat dia bekerja. Tentu saja, Ana akan tinggal bersama Vito di hari yang telah disepakati dengan Alea.
Hari ini, hari dimana Vito akan datang dan menghabiskan waktu bersama Ana. Ana merasa tegang.
Ana bukan seorang wanita polos, dia pernah memiliki seorang kekasih, tapi dia mampu menjaga mahkotanya hingga saat ini.
Suara bel pintu apartement berbunyi, Ana segera menghampiri sumber bunyi yang membuat hatinya berdetak tak karuan.
Vito menatap Ana sejenak, kemudian dia melangkahkan kakinya ke dalam unit apartementnya.
"Kamu, pasti lelah. A-aku sudah menyiapkan air hangat untuk kamu berendam, dan aku memasak menu makan malam sederhana untuk kita. Aku tidak tahu apa makan malam ini sesuai selera kamu, aku akan menggantinya, jika kamu tidak suka, " jelas Ana yang membuat Vito menatap netra Ana sejenak.
"Terima kasih, " sahut Vito sebelum akhirnya dia memberikan tas yang dia bawa ke pada Ana.
Ana tersenyum.
Ana menyiapkan pakaian Vito di atas ranjang, tepat ketika Ana akan membalikkan tubuhnya, Vito berada di hadapan Ana.
"Ah, maaf, aku tidak bermaksud untuk lancang, " sesal Ana,
Vito menatap Ana penuh tanya, kemudian mengulurkan tangannya untuk menyentuh wajah Ana untuk pertama kalinya.
Ana merasakan tubuhnya kaku sejenak.
Vito tersenyum melihat tingkah Ana yang terasa menggemaskan di matanya.
"Ana, Terima kasih, " kata Vito yang membuat Ana menganggukkan kepalanya dengan kikuk.
"Lebih baik, aku segera keluar, " kata Ana yang menghindar dari Vito, "aku akan menyiapkan makan malam untuk kita, " lanjut Ana sembari meninggalkan Vito yang tersenyum menggemaskan.
Ana ingin memaki dirinya sendiri yang tampak kikuk di depan Vito.
Vito segera menyusul Ana ke ruang makan, Ana tampak duduk dengan manis di kursi yang bersebrangan dengan Vito.
"Ini, kamu masak sendiri? " tanya Vito sembari menunjuk beberapa menu yang terhidang di meja.
Ana menganggukkan kepala, "sejak aku memutuskan untuk tinggal bersama Andre, aku sudah terbiasa masak sendiri. Aku kurang suka beli makanan di luar, tapi aku tidak keberatan jika kamu suka makan di luar. Seperti kebanyakan orang, " jawab Ana yang membuat Vito tersenyum mendengar jawaban Ana.
"Aku hanya terkejut, karena aku tidak pernah diperlakukan seperti ini, " aku Vito yang membuat Ana menatap Vito penuh tanya,
"Aku tidak bermaksud-, "
"Ana, kamu sekarang sudah menjadi isteriku. Jadi, jangan takut untuk mengungkapkan pendapat atau bertukar pikiran dengan aku, " potong Vito,
"Aku hanya tidak ingin melebihi batasan yang telah aku buat, "
Vito mengernyitkan kening, mendengar apa yang Ana katakan, "maksud, kamu? "
"Aku hanya seorang wanita pengganti. Aku harus sadar batasan yang tidak tertulis di dalam pernikahan ini. "