Permohonan Konyol Alea

1026 Words
"An, cuma kamu yang bisa bantu aku, " rengek Alea, "Nggak, Lea. Aku nggak bisa." tolak Anasthasya alias Ana. Alea tak gentar, dia mengekori langkah Ana yang saat ini menjauh darinya. "Aku butuh rahim kamu, aku ingin kamu menjadi ibu pengganti untuk anak aku. " "Aku nggak mau." "Kamu tahu benar, aku nggak bisa hidup tanpa Vito. Keluarganya mendesak aku untuk memiliki seorang anak, dan aku nggak bisa hamil karena aku nggak punya rahim. " Ana menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "tapi aku nggak bisa menerima semua itu, sekalipun kamu itu sahabat aku, Alea, " "Ana, kamu tahu benar kondisi aku. Aku nggak mau sembarang orang yang menjadi ibu pengganti anak aku dan Vito." "Alea, aku takut sama resikonya. Kamu nggak pernah mikir perasaan Vito? " "Dia setuju, " "APA!" Alea menganggukkan kepala dengan cepat. Alea berharap Ana akan membantu Alea untuk mendapatkan keturunannya, ralat keturunan Vito yang nantinya akan menjadi anak Alea juga. "Hanya kamu harapan aku, Ana. Aku akan bantu kamu buat bujuk Vito menjadi sponsor utama adik kamu sebagai atlet renang, dengan begitu Andre akan mendapatkan pelatihan yang terbaik. Bagaimana? " bujuk Alea tak gentar. Ana menatap Alea, Alea tahu apa yang menjadi kelemahan Ana. Tentu saja Andre, adik semata wayang Ana, sekaligus satu satunya keluarga Ana di dunia ini. "Aku harus segera kembali ke kantor. Kita akan membicarakan ini lagi, nanti. " putus Ana sebelum meninggalkan Alea yang saat ini sedang berharap harap cemas akan keputusan jawaban Ana. "Ana, jangan buang kesempatan emas ini," kata Alea se-akan mengingatkan Ana. Ana hanya bisa mengabaikan peringatan Alea dan masuk ke dalam lift yang akan membawanya ke ruang kerjanya. * Ana menatap layar ponselnya, Ana mengabaikan pesan Alea yang menerornya beberapa hari terakhir. Ana belum juga memutuskan apa yang akan dia lakukan untuk tawaran konyol Alea. "Ana," panggil Justin, teman satu team Ana. "Eh, Justin, ada apa?" tanya Ana yang baru merespon panggil Justin. "Kamu, sedang ada masalah?" tanya Justin khwatir, mengingat Ana yang perlu dipanggil berulang kali, "Hm, tidak." dusta Ana, "Kamu, yakin?" tandas Justin yang membuat Ana menganggukkan kepala. "Iya," "Hari ini, kita ada tugas di luar kantor, Ana. Kit harus bertemu dengan Dean, seorang aktor yang sedang naik daun," jelas Justin. "Oh, jam berapa kita harus berangkat?" tanya Ana yang membuat Justin melihat pergelangan tangannya yang menggunakan jam tangan ber-merk. "Em, satu jam lagi." "Oke, aku akan segera bersiap." Justin menganggukkan kepala, dan meninggalkan Ana. Tanpa sepengetahuan Ana, diam diam Justin memperhatikan gerak gerik Ana dari balik bilik ruangannya. Satu jam berlalu, Justin dan Ana segera bergegas ke sebuah gedung yang berada tidak jauh dari kantor mereka. Ana mengekori Justin. Bruk! Ana yang tidak memperhatikan jalan, menabrak seseorang di lobi. Ana segera mengadahkan wajah, menatap sosok seseorang yang tidak sengaja bertabrakan dengan Ana dan meraih pinggang Ana agar tidak terjatuh, "Ma-maaf," sesal Ana," terima kasih," sahut Ana kemudian, Vito menatap Ana penuh tanya,"kamu, baik baik saja, Ana?" tanya Vito, "Ya, aku baik baik saja," jawab Ana, Justin segera menghampiri Ana,"Ana?" panggil Justin yang membuat kontak mata antara Ana dan Vito terputus. Tentu saja, Vito merasa kesal akan hal itu. Ana yang merasa namanya dipanggil, menatap ke arah lawan bicaranya,"aku baik baik saja, Justin," kata Ana sebelum Justin mengeluarkan kata mutiara dari mulutnya. Ana menganggukkan kepala, seakan menggunakan gerakan tubuh untuk berpamitan dengan Vito. ** Vito menggeram kesal, dia tidak suka dengan apa yang dilihatnya di lobi. Tentu saja hal itu membuat Derik menatap sahabatnya dari kaca kecil di dalam mobil, "Kenapa?" "Apa?" tanya Vito balik, "Lo bad mood, nggak jelas seperti itu. Kenapa lo nggak bilang cemburu sama dia?" "Lo, gila?" Derik menghela nafas panjang,"gue waras. Lo yang gila. Lo kesal dengan apa yang baru saja terjadi. Lo, itu suami orang." kata Derik yang memperingatkan sahabat sekaligus bos-nya. "Gue tahu." "Nah, itu lo tahu," "Gue suami diatas kertas. Gue ingatkan lo," "Terus, isteri lo, lo anggurin begitu saja? Pernikahan lo sama Alea udah berjalan dua tahun. Dan lo, nggak merasa tertarik dengan bini lo?" "Tsk, jangan mulai, lo tahu Alea seperti apa." jawab Vito yang membuat Derik menganggukkan kepala, "Bener juga, dia nggak doyan sama lo, emang lo nggak bisa buat dia puas?" tanya Derik polos dan membuat Vito menatap tajam ke arahnya, Derik mengacungkan dua jarinya, menandakan perdamaian kepada sang bos yang kini tampak tak bersahabat,"oke, gue diam." ralat Derik sembari mengubah posisi duduknya. ** Sementara itu, Ana dan Justin harus kembali dengan tangan kosong, mengingat target buruan mereka yang memiliki jadwal yang sangat padat. Justin memberikan satu botol air dingin untuk Ana, "Thanks," kata Ana sembari menerima botol yang diberikan Derik. "Aku antar kamu pulang sekarang, Ana?" Ana menggelengkan kepala,"nggak usah, aku bisa pulang sendiri. Sebentar lagi, Andre jemput aku,"tolak Ana yang membuat Justin kehilangan kesempatan hari ini untuk mendekatkan diri kepada Ana. "Ah, begitu, Andre sangat perhatian kepada kakaknya," "Ya," "Kalau begitu, aku akan menemani kamu di sini, sampai Andre datang," putus Justin yang membuat Ana tidak bisa menolak dan membiarkan Justin duduk di sebelahnya. Tak lama, Andre datang dengan sepeda motor matic kesayangannya, membuat Ana beranjak dari sisi Justin dan menghampiri Andre yang tersenyum lebar menyambut kedatangan sang Kakak. "Aku duluan, Justin," pamit Ana sembari tersenyum meninggalkan Justin. * Ana meletakkan tas jinjing yang dia bawa di sofa, Andre menatap sang kakak yang tampak kelelahan. "Kak, besok aku ada jadwal tournament," kata Andre yang membuat Ana menatap sang adik, "Di mana?" "Em, di sekolah. Aku dengar ada beberapa pihak sponsor yang akan datang untuk menyaksikan pertandingan kami." jawab Andre, "Sponsor?" "Iya Kak, aku ingin menjadi seorang atlet renang yang bisa Kakak banggakan. Selama ini, kakak sudah bekerja keras untuk aku. Tinggal selangkah lagi, kita bisa keluar dari rumah susun ini, Kak." jawab Andre antusias. Hati Ana mencelos, jika saja Ana menerima tawaran Alea dengan mudah, mungkin Andre tidak perlu bersusah payah untuk hal itu. "Andre, apa sponsor itu sangat penting?" tanya Ana, "Iya, Kak. Aku bisa mendapatkan fasilitas pelatihan terbaik di luar negeri, aku ingin membanggakan Kakak dan kembali ke tanah air menjadi seorang atlet ternama dan layak diperhitungkan," jelas Andre, "Ah, begitu..., kalau begitu, Kakak akan datang untuk memberikan semangat untuk kamu," "Terima kasih, Kak," Andre memeluk Ana, meluapkan rasa yang tak bisa diungkapkan dengan kata kata.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD