Hutang Yang Dibayar

1120 Words
Nelson POV "Kita akan kembali ke kota." Ujarku pada Satria. Urusan ku di sini memang udah selesai. Aku harus kembali berada di kantor ku yang berada di Ibu kota lama. aku juga akan pastikan membawa gadis itu. Meski dia masih belum menjawab pertanyaan ku tentang aku yang akan memilikinya maka aku akan tetap membawanya. Dia sudah masuk ke dalam kandang ku. Maka aku tidak akan pernah melepaskannya. "Baik, tuan. Bagaimana dengan Nurani?" "Kita bawa lah!" Aku memasukan semua baju bajuku yang ingin aku bawa ke dalam koper ku. Ku lihat Satria tertegun. Mungkin laki laki itu masih merasa ragu dengan apa yang aku katakan. "kenapa?" tanyaku, seraya memasukan baju terakhir ke dalam koper ku. "Begini, tuan. Apakah itu benar, kita membawa Nurani pulang ke ibu kota? sementara kita masih belum tahu tentang siapa gadis itu?" "Dan kenapa kamu masih belum mencari tahu? apakah harus aku menyuruhmu? bukan kah itu tugasmu? setiap kali aku menemukan seorang gadis dan aku menginginkannya, bukan kah sudah menjadi tugasmu untuk mencari tahu?" Ku tutup Koper ku dan di geser ke arah pintu. "Kamu memiliki waktu dua jam, cari tahu tentang gadis itu mumpung kita masih di sini. Kamu cari tahu di mana orang tuanya, siapa namanya, dan apa masalah yang sedang mereka hadapi saat ini. Aku enggak mau harus tanya tanya sama dia, tentang ini, aku enggak mau jadi lelaki bego." Gemas juga pada laki laki itu, ini tidak seperti biasanya. Karena biasanya dia akan mencari tahu dan melaporkan semuanya padaku tanpa aku minta dikasih tahu. Namun saat ini sepertinya otaknya sedang tidak beres, sehingga dia membuatku sakit kepala. Coba apa salahnya dia mencari tahu secara lengkap semuanya padaku, kan tidak ada ruginya karena aku pun akan membayar semua jerih payahnya itu. "Baik tuan, saya akan segera pergi." Aku abaikan saja laki laki itu, karena memang sangat menyebalkan. Aku bahkan menunggunya dari semalam, bahwa ia akan melaporkan apapun yang ingin aku ketahui, namun semakin aku menunggu, dia malah diam terus seolah sedang sibuk dengan sesuatu. Sialnya aku kesal seolah aku ini tidak pernah memberikannya uang. Ku putuskan untuk menemui gadis itu di kamarnya. Terpaksa aku memesan dua kamar karena dia menolak satu kamar dengan ku. Padahal aku juga enggak akan berani menyentuhnya, ya ... kecuali kalau dia memang memnintanya. Sepertinya aku sudah gila! Maksudku, aku memang biasanya tidak perlu susah untuk menyentuh gadis gadis cantik itu. Mereka akan menekatiku dan mengatakan bahwa dirinya siap. Aku juga tidak peranh menuntut mereka untuk masih gadis. Asalkan gadis gadis itu sehat dan cantik, lalu aku tertarik padanya, maka terjadilah semua itu. Namun ... Nurani cahya ini memang berbeda. Aku juga tidak tahu apa yang membuatnya berbeda, mungkin karena dia masih murni seperti yang terlihat. Pintu kamar ku ketuka, dan dia membukanya dalam waktu beberapa detik saja. Aku melihat dia menunduk dan tersenyum kaku. Wajahnya jelita dan aku suka dia memakai baju yang aku belikan. Sebuah dress selutut warna pink pucat yang aku belikan. Mengurung tubuhnya yang langsing itu membuatku ingin sekali memeluknya. "Aku boleh masuk?" "MM ... iya." jawaban yang kurang ikhlas. Tapi ya sudah lah, aku enggak peduli. Aku pun masuk, begitu dia bergeser ke samping dan menutup pintu. Aku duduk di sofa dan dia mengikutiku. "Kita akan pergi ke ibukota." ujarku. "Anda mau pulang ke Ibu kota?" "Bersama kamu." Dan melebarkan kedua mata indahnya. Mungkin dia terkejut, namun aku memang ingin melihatnya dia seperti itu. Kenapa? aku merasa senang saja melihatnya. "Ta-tapi ---" "Di sini, kamu akan dikejar oleh para lelaki itu, atau kamu memang sedang menunggu mereka akan menjemputmu, dan kamu mau menjadi istri kedua dari kepala desa itu?" Dia menggeleng cepat, namun kemudian ia menunduk bingung. Aku mendekat dan menaikan dagunya, supaya ia bisa melihat kedua mataku. "Apa yang kamu pikirkan? selama kamu bersama ku, maka kamu enggak boleh memikirkan apapun selain aku." Dia kembali melebarkan kedua matanya. Dan aku suka ekspresi seperti itu. "Aku harus manggil kamu apa? nur, nurani, atau cahya?" Dia menjauhkan dagunya dari jangkauan ku membuat ku merasa kehilangan tentu saja. "Mmm ...." "atau sayang saja?" Dia kembali menggeleng cepat, aku terkekeh karena sangat lucu melihatnya. segera ku raih wajahnya dan ku bubuhi ciuman di sekitar kening dan pipinya, membuat gadis itu menepak keningku dan aku terkekeh jadinya. Ayolah seumur umur baru kali ini ada seorang gadis yang berani menepak keningku hanya karena aku menciumnya. Dia segera mengambil tisu basah dan mengusap seluruh wajah jelitanya itu. Ia kira aku ini rabies atau apa ya. "Tuan tidak boleh mencium ku sembarangan! aku bahkan belum pernah mengenal seorang lelaki dengan dekat." Alamaaak, aku senang sekali mendengarnya. Itu artinya aku benar benar telah beruntung mendapatkannya. Baiklah mungkin ini memang terkesan b******k, karena aku menginginkan wanita yang masih suci seperti gadis ini, sedangkan aku memang pernah celup sana sini se suka ku. Tapi percayalah aku ini masih terbebas dari penyakit kelamin. Meski aku suka hal yang seperti itu, namun aku juga tahu bahwa perempuan seperti apa yang harus aku dekati. aku tidak pernah mendekati perempuan yang sudah terlihat tidak layak untuk aku sentuh. "Baiklah, baiklah. Aku minata maaf." Dia memalingkan wajahnya begitu terlihat lucu dan manis. wajah judesnya itu justru membuatku amat menyukainya. Ah, Nurani ... Nurani ... kamu benar benar seperti sebuah Nurani. "Tuan keluar!" Oh, dia berani mengusirku. Tapi tidak apa apa, karena aku pasti akan mendapatkannya. Aku yakin seratus persen, aku pasti akan menedapatkannya! "Aku akan keluar, tapi nanti Satria akan ke sini dan kita akan pergi ke ibu kota. Kamu jangan pernah keluar dari kamar ini, karena di luar ada banyak orang yang berbahaya!" Orang orang sepertiku tentu saja. Lelaki beruang dengan tingkat kepercayaan diri yang tinggi, karena bisa mendapatkan gadis seperti dia. Bukan aku meremehkannya, namun setiap gadis yang aku temui biasanya memang agak agak jaim, namun tentu saja tidak sampai se kejam Nurani. Ah, gadis itu memang membuatku putus asa. "Saya sudah mendapatkan semua informasinya." Satria berada di depan pintu kamarku, dan aku mengajaknya masuk. Lumayan juga, hanya tiga puluh menitan dia sudah menemukan informasi itu. Aku tidak peduli dari siapa ia mendapatkannya. Aku masuk diikuti oleh laki laki itu. "Jadi apa?" Aku duduk di sofa dan dia berdiri di depan ku. "Jadi mereka tinggal di desa kenangan. Kedua orang tuanya memiliki hutang pada seorang kepala desa. Mereka tidak bisa melunasinya sehingga Nurani harus menikah dengan laki laki itu. Sekarang kedua orang tuanya tidak ada di desa karena pergi ke kota untuk mencari nurani." Ah, sayang sekali. Aku tidak menemukan kedua orang tuanya. Jadi bagaimana bisa aku menolongnya kalau begini. "Untuk Kepala desa itu, temui dia dan berikan uang sebanyak hutangnya, dan katakan pada dia untuk tidak mengganggu nurani lagi!" "Baik tuan." satria kembali meninggalkan ruangan ku. AKu rasa saat ini urusan ku telah selesai. Aku tidak akan memiliki masalah lagi! Dan Nurani tentu saja akan menjadi milikku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD