Sena menatap putranya yang menangis sedari tadi. Selesai melakukan imunisasi anaknya akan menangis terus dan badannya demam. Kejadian ini selalu membuat Sena tak tega dengan kedua putranya. Alhasil Sena akan skip kuliah dan menjaga putranya.
Mbak Nila ARTnya sendiri sedang membantunya menjaga salah satu putranya yang masih menangis keras. Sena menatap putra di pelukannya yang menangis. Sebenarnya Sena ingin tidur. Jika di pikir kembali, ia hanya bisa tidur selama 2 jam perhari. Apalagi kalau bukan karna putranya yang menangis setiap malam dan tugas yang selalu berdatangan. Aldric sendiri kadang-kadang membantunya jika ia tidak bekerja. Aldric sering mengeluh capek jika pulang kerja. Apalagi kalau bukan karna ia harus olahraga naik turun tangga sampe lantai 3 nonstop.
Melihat putranya yang mulai tertidur Sena langsung mengambil bantal dan tempat tidur. Ia menata di atas tempat tidurnya lalu meletakan anaknya selembut mungkin. Sena berbaring di sebelahnya dan mulai memejamkan matanya.
Aldric pulang dengan keadaan kesal. Apalagi kalau bukan karna Dosen killer di kampusnya. Bukannya menghargai tugasnya, Dosen itu malah memarahinya.
“Sumpah ... Pingin gue santet itu Dosen!” maki Reza yang naik lift bersama dengan Aldric.
Yah, tak hanya Aldric. Tapi seluruh kelas dimarahi. Oleh karna itu teman-teman sekelasnya beramai-ramai menyumpah serapahi Dosen itu.
“Al, ke tempat pijet yuk. Sumpah, kaki gue sakit banget tiap hari naik turun tangga. Sekalian ntar kita bareng ke Kafe.” ajak Reza kini.
“Nggak.” tolak Aldric.
“Kenapa? Biasanya lo mau tuh kesana?”
“Lo nggak lihat gue punya banyak tanggungan?” omel Aldric.
“Gue bayarin dah.” ajak Reza.
“Nggak ah. Daripada lo bayar orang buat pijetin lo, kan ada si Caca tuh. Minta tolong sana ke dia.” balas Aldric.
“Gue berantem sama dia.”
“Kenapa lagi?”
“Abisnya dia gatel banget sih.”
“Gatel gimana?”
“Masa mantannya ngechat masih dia bales. Coba aja gue di chat mantan gue. Terus gue bales. Pasti tuh bocah ngambek. Mana dia ngambekan banget Al. Sumpah kesel gue lama-lama.” curhat Reza.
“Yaelah Za.. Perasaan lo pacaran sama dia dari semester 2. Udah lama banget tuh. Brapa tahun?? Masa sampe sekarang lo marah gara-gara mantannya dia.” ejek Aldric.
“Masalahnya kalau gue balesin chat mantan gue dia marah Bro .... Giliran dia yang chtingan sama mantannya, gue nggak boleh marah. Aneh nggak sih?” Aldric mendengus. Ia ngantuk. “Lu sih enak, si Sena bodoamat gitu lo mau ngapain sama cewek lain. Iri gue sama lo! Coba aja si Caca kek si Sena ngebebasin gue gitu.” adu Reza.
Aldric tertawa mendengarnya. “Sena malah lebih nakutin Za. Dia sih nggak marah-marah gitu. Tapi diem. Kalo sekalinya diem buset dah. Lama banget. Gue kayak manusia yang nggak dianggap”
“Jadi Sena nggak pernah marah Al?”
“Baru aja tadi marah karna gue nggak bisa bedain Eli sama Ias.”
“Lo juga keterlaluan Al, masa anak sendiri nggak bisa bedain.”
“Ya gimana Za.. Orang mirip banget. Emang lo bisa bedain?” Tanya Aldric tak terima.
“Ya wajar dong gue nggak bisa bedain. Orang gue bukan bonyoknya.” bantah Reza tak trima. “Btw, Anak lo rewel gitu Al?? Nangis terus?” Tanya Reza.
“Banget. Gue sampe nggak bisa tidur atau ngerjain tugas. Duluan ya Za.” jawab Aldric yang langsung keluar. Reza melihatnya terkejut. Ia lalu melihat ke arah tombol lift. Sialan gara-gara sibuk bicara dengan Aldric lantai lift-nya terlewat. Kini ia menekan lantai lift-nya. Aldric membuka pintu rumahnya. Baru 2 langkah ia mendengar suara anaknya yang menangis. Aldric menghela napas kasar. “Sena mana mbak?” Tanya Aldric ke mbak Nila.
“Di kamar pak.”
Aldric lalu meminta putranya yang menangis.
“Habis imunisasi pak. Mangkanya nangis terus.”
Aldric menganguk paham. “Oh ya mbak, au nanya dong.”
“Kenapa pak?”
“Gimana cara mbak Nila bedain si kembar?”
“Oh itu ya pak, bulu matanya den Elias kan lebih panjang pak daripada den Elios.”
Aldric menggeleng. “Yang lain? Pokoknya kalau dilihat langsung tau itu Elias. Ini Elios.”
“Den Elias banyak gerak. Suka nangis. Den Elios lebih tenang, dan lebih putih. Oh ya, biasanya nangis kalau lapar.”
“Ini Elias?” Tanya Aldric.
Nila menganguk. Aldric mengucapkan terimakasih lalu masuk kedalam kamarnya. Ia menemukan Sena dan putranya yang telah tertidur. Aldric membangunkan Sena. Sena memegangi kepalanya, Aldric lalu menyuruh Sena bangun dan menenangkan Elias. Karna sedari tadi Nila tak bisa menenangkan Elias.
Sena menerima putranya, lalu mulai menyusui Elias. Aldric langsung berbaring tidur.
“Bangunin ya ntar.” kata Aldric ke Sena.
Sena menatap Aldric kesal. Aldric lalu berbaring dan menatap putranya yang tertidur. Anaknya terlihat sangat lucu. Aldric lalu menyentuh wajah putranya, memainkan pipinya. Elios mengerutkan wajahnya. Aldric tertawa kecil melihatnya. Entah kenapa rasa lelah dan jengkelnya tadi hilang dan di gantikan perasaan senang.
“Aaa ...”
Aldric tertawa pelan. Kini ini ia memainkan bibir mungil itu. Melihat anaknya yang tertanggu, bukan malah berhenti. Aldric malah menggoda anaknya.
“Aldric! Jangan digangguin.” omel Sena ketika melihat Aldric yang tidak tidur tapi malah meganggu putranya.
“Sini Sen.. Lihat. Lucu banget.” kata Aldric senang. Ia tetap melanjutkan aksinya.
“Terusin Al ... Terusin ... Kalau nanti Eli bangun aku lempar kamu.” ancam Sena kesal.
Aldric tak memperdulikan Sena. Sampai terdengar suara tangis anaknya yang pecah. Sontak Aldric terkejut. Lain halnya dengan Sena yang menatap suami kesal. Kini Elias yang berada di gendongannya terlonjak terkejut mendengar suara tangis yang keras.
Sena mendekati Aldric lalu mencubit kakinya keras. Aldric menahan teriakannya. “Kalau nggak bisa bantu, jangan bikin kacau.”
“Abisnya lucu sih”
“Lucu pantatmu itu!” balas Sena yang mencubit Aldric semakin keras.
“Argh,”
“Kamu pikir nggak susah apa nidurin dia. Kamu malah ganggu, dan buat nangis!” ucap Sena gregetan.
“Iya ... Iya ... Aku tidurin lagi.” kata Aldric.
“Kalau sampe Eli nggak tidur. Aku cubitin kamu!”
“Iya.. Iya..” balas Aldric takut. Cubitan Sena sangat terasa sakit.
Aldric kini menepuk-nepuk pelan anaknya lalu menyuruhnya tenang dan tidur. Elios tetap menangis dan tak mau diam. Aldric menatap Sena yang menahan amarahnya. Aldric kini menimangnya, tak lama Elios diam dan tidur kembali. Aldric bernapas lega. Kini ia menaruh putranya di box bayi. Sena juga mengikuti apa yang dilakukan Aldric ketika Elias sudah tidur.
“Kamu udah makan?” Tanya Sena akhirnya. Aldric menggeleng. “Mau aku siapin?” Tanyanya lagi.
Aldric menarik Sena hingga perempuan itu jatuh menindihnya lalu memeluknya erat. Ia menyandarkan kepalanya dan mulai menutup matanya dan tidur.
“Lepasin Al.” pinta Sena.
Tapi Aldric tak memperdulikannya. “Bentar doang.”