My Psycho Boss

2632 Words
" Ibuu!!" Brak Noah terbangun dari tidurnya. Keringat dingin membanjiri kening dan tubuhnya yang dibalut selimut sampai pinggang. Dia tidak akan pernah lepas dari mimpi buruk itu. Sejak ibunya meninggal, Noah tidak bisa lagi tidur dengan tenang. " Kau sudah bangun?" Tanya seorang gadis memasuki kamarnya dengan segelas s**u di tangan. " Clara." Noah menarik napas panjang. Entah bagaimana jadinya dirinya tanpa Clara. Gadis yang begitu sempurna baginya. Selalu ada saat Noah lemah dan menjadi penguat dalam hidupnya. Clara menyodorkan segelas s**u ke tangan Noah lalu duduk di sisinya " Tidurlah! Aku akan berada di sini." Ujarnya begitu lembut membelai keringat dari kening Noah yang langsung mencium telapak tangannya hangat " I love you." Guman Noah menatap gadis di depannya sendu Clara mengulas senyum tipis " Tidurlah." Pintanya merapikan selimut Noah yang kemudian kembali terlentang di atas tempat tidur. Pemuda itu mengulas senyum menatap wajah cantik gadis idamannya sebelum akhirnya terpejam kembali dalam lelap. Noah akan tenang setelah Clara menemaninya. Gadis itu akan selalu datang saat Noah mengalami mimpi buruk kemudian menyodorkan segelas s**u. Setelah itu, Noah akan bisa tidur dengan tenang. Setelah Noah terpejam, Clara berdiri perlahan, menatap wajah Noah dingin. Ia kemudian menarik napas lelah " Jika tidak karna hartamu. Aku tidak akan menjadi pengasuhmu begini." Celetuknya beranjak ke luar dari ruangan megah bernuansa abu abu itu. " Apa tuan sudah tertidur?" Tanya Juan yang menyambutnya di depan pintu. Clara langsung memasang senyum manis " Tentu." " Tuan beruntung memilikimu. Terimakasih Clara." Ujar Juan kagum " Apa aku boleh pulang sekarang? Besok aku masih harus ke kantor kan." " Tentu saja, aku akan mengantarmu." " Ah tidak perlu, aku membawa mobil sendiri. Temani saja Noah, jangan sampai terjadi apapun padanya." Clara mengulas senyum kemudian menunduk hormat dan menyerahkan gelas s**u kosong di tangannya kepada Juan sebelum akhirnya melangkah pergi. " Gadis yang sempurna." Gumam Juan menatap kepergian Clara. Tentu saja, Clara terlihat begitu mengagumkan. Cantik, pintar, begitu lembut. Siapa yang tidak akan tertarik padanya? Namun, tanpa Juan ketahui... Di luar sana, Clara mengeluarkan sesuatu dari balik saku jaketnya. " Sampai kapan aku harus terus membawa ini bersamaku huft?" Gerutunya melihat botol obat tidur di tangannya. Pantas saja, Noah selalu tertidur setiap meminum s**u darinya. Apa sebenarnya yang Clara inginkan? *** Pagi hari menjelang Ghea menggelung rambutnya rapi, kemudian bergegas ke luar dari kamar dengan tas kerja di tangan. " Hey sayang, selamat pagi! Mama sudah siapkan makanan favoritemu. Yuk sarapan dulu!" Ajak Nina dari meja makan yang tentu saja membuat Ghea mengerjab beberapa kali. Kesurupan apa Nina sampai bisa sebaik itu padanya? " Ayo sini! Anak mama harus sarapan agar terlihat segar dan cantik. Supaya kerjanya lancar." Nina memainkan mata semakin membuat Ghea bergidik ngeri dan terpaksa menurut mencicipi makanan ibu tirinya yang sama sekali tidak pernah masak seumur hidup. " Makan yang banyak ya. Tapi jangan terlalu banyak, nanti badannya gendut. Masa calon istri tuan muda Noah gak bisa merawat badan." Senyum Nina Mendengar itu, Ghea meletakkan sendok di tangannya. " Ma, aku harus berangkat kerja." Ujarnya tak enak hati " Kenapa? Apa mama salah bicara nak?" Tanya Nina mengernyit. Clara hanya mengulas senyum kecut " Aku buru buru ma. Selamat makan." Ujarnya mencium tangan Nina Gadis itu segera beranjak pergi sebelum ibu tirinya yang mata duitan itu semakin halu. " Dasar anak jaman now! Gak ada sopan sopannya sama orang tua. Main pergi saja. Kalau bukan karna aset berharga, sudah aku kubur hidup hidup dia di belakang rumah." Gerutu Nina kesal *** Ghea berkali kali menatap arlojinya sembari menunggu taxi di sisi jalan. Sialnya, hari itu ia mendapat kabar dari teman bahwa banyak taxi yang melakukan mogok kerja. Akibatnya, sejak 15 menit berdiri, tak ada satupun taxi yang lewat. Hingga... " Ojek!!!" Teriaknya pada sebuah motor tua yang tampak bertengger manis tak jauh dari tempatnya berdiri. Orang yang dia panggil ojek itu justru terlihat bingung dan memberi isyarat dengan cara menunjuk dirinya sendiri. Meyakinkan apakah Ghea benar benar memanggilnya. Dan benar saja, Ghea kembali melambaikan tangan. Motor itupun mendekat ke arahnya. Ketika menghentikan laju di hadapan Ghea dan membuka helm, Ghea lumayan terkejut. Pascanya wajah pemuda di depannya sama sekali tidak menampakkan aura tukang ojek. Dia justru terlihat berasal dari kelas atas, bajunya terlihat rapi dan mahal, kulitnya putih bersih tak terlihat menderita karna kepanasan selama ini. Motor yang ia pakaipun sepertinya bukan motor usang tukang ojek melainkan motor antik koleksi pribadi. Ghea menyembunyikan gurat malu di wajahnya " Maaf sepertinya saya salah panggil." Ujarnya kikuk " Ke mana?" Tanya pemuda itu " Hah?" " Mau diantarkan ke mana? Sepertinya kamu buru buru. Ayo aku antar." Senyumnya ramah " Beneran gak apa apa?" Tanya Ghea bingung. " Nih!" Sosok itu menyerahkan helm ke tangan Ghea. " Naik!" Ujarnya spontan " T-tapi." " Tenang saja, aku bukan orang jahat. Namaku Bian, kalau perlu nanti aku tunjukkan KTP." " Tidak perlu. Terimakasih." Ujar Ghea grogie kemudian mengenakan helm dan menaiki boncengan motor pemuda bernama Bian itu Itu hari pertama aku bertemu dengannya Sosok yang benar benar humble dan spontan Mencium wanginya membuat siapapun tahu, ia bukan orang sembarangan. Aku tahu beberapa merek pakaian ternama Dan salah satunya adalah jaket dan sepatu yang ia kenakan Aku kira mengenalnya hanyalah sebatas basa basi saja Ternyata, takdir membawa langkahku sangat jauh Dan sepanjang takdir itu, aku harus berurusan dengannya " Mau diantar ke mana?" Tanya Bian sedikit melirik ke belakang, menunjukkan hidung mancungnya yang jelas terlihat " Alexsander Company." Jawab Ghea " Hmm bekerja di sana?" Tanya pemuda itu basa basi " Iya." " Saudaraku juga bekerja di sana." " Benarkah?" Tanya Ghea penasaran Pemuda itu hanya mengangguk, selebihnya hening. Tak ada percakapan lainnya lagi hingga motor itu mendarat tepat di halaman kantor megah tempat Ghea bekerja. Anehnya, satpam yang berada di sana terlihat mengangguk hormat seolah mengenali pemuda yang membonceng Ghea. " Bian, tumben anda kemari. Dia...?" Satpam itu menunjuk ke arah Ghea " Aku hanya mengantarnya. Sehat selalu pak, bye." Pemuda itu melambaikan tangannya kemudian melaju kencang bersama motornya. " Eh, aku belum mengucapkan terima kasih." Keluh Ghea mengembungkan pipinya kesal " Pagi mbak." Sapa satpam itu sopan hendak kembali ke tempat ia berdiri tadi. Ghea mengekorinya " Pak, bapak kenal orang tadi kan? Apa dia sering ke tempat ini? Soalnya saya belum mengucapkan terima kasih dan katanya saudaranya kerja di sini?" Tanya Ghea membuat satpam itu tersenyum lebar " Ah mbak mah bercanda saja. Itu kan den Bian." Celetuknya " Bercanda bagaimana?" Ghea mengernyit tak mengerti " Lah beneran gak tahu den Bian? Bian Alexsander mbak. Adeknya tuan Noah." " OMG!!" Ghea menutup mulutnya kaget. " Mana saya tahu pak, saya kira tukang ojek." " Mana ada tukang ojek seganteng den Bian mbak, ada ada saja sampean ini. Yasudah mbak, saya kembali kerja dulu ya." Ghea mematung beberapa detik merenungi kebodohannya tadi. Duh Ghea, bodoh sekali dirimu ini! Bagaimana kalau Bian melaporkan hal ini pada kakaknya? Sial, ni mulut pakai nyeplos memanggil dia tukang ojek lagi- Batin Ghea Ghea memukul mukul kepalanya sendiri dengan wajah penuh sesal sambil berdoa dalam hati, semoga Bian tidak melaporkannya pada Noah. Kenapa takdir harus mempertemukannya dengan saudara Noah dalam waktu yang sangat tidak tepat? Gadis itu melangkah gontai memasuki kantor, menuju ruangannya. Ia mendudukkan bokongnya pada kursi dengan wajah frustasi " Bagaimana ini." Gerutunya " Heh!" " Buju busyet!" Belum habis depresinya, sosok wanita yang kemarin membawakannya banyak berkas tiba tiba datang mengagetkan. " Nih kerjakan! Jangan kebanyakan bengong! Perusahaan ini tidak menggajimu untuk melamun!" Brak Ia meletakkan tumpukan berkas di meja Ghea " Mbak Maya, kok banyak banget sih. Bukannya ini pekerjaan mbak ya?" Tanya Ghea mulai pusing melihat tumpukan berkas di meja. " Sudah kerjakan saja! Gak usah ngeluh deh. Kamu ini masih baru ya di sini. Jadi jangan banyak protes." Celetuk wanita itu kasar kemudian melenggang pergi begitu saja. " Huft." Ghea menidurkan kepalanya di atas meja. Sementara itu di luar sana... " Kau sudah menyerahkan berkas berkasmu?" Tanya seorang gadis yang tak lain adalah... " Sudah Clara. Aku yakin dia bakal kerepotan sekarang." Jawab Maya dengan senyum licik " Baguslah! Sekarang kembali ke ruanganmu. Tugasmu sudah selesai." Clara menyerahkan beberapa lembar uang dengan nominal besar ke tangan Maya yang langsung menerimanya senang " Thanks." " Welcome." Clara melipat tangannya di depan d**a, wajah cantiknya memancarkan kepuasan. Sepertinya ia begitu bahagia melihat Ghea menderita. Benar saja, Ghea kelabakan mengerjakan tugas tugas di mejanya. " Aku baru tahu sekertaris punya tugas sebanyak ini. Kenapa gak habis habis sih." Gerutu Ghea " Sabar Ghea, kamu pasti bisa." Ghea menyemangati dirinya sendiri. Hingga... Kring kring Telepon di sisinya berdering " Halo." " Di mana jadwal saya? Kenapa belum ke ruangan saya?" Tanya suara di seberang yang langsung membuat Ghea kikuk. Kesulitan menelan ludah " Halo?" " I-iya tuan. Maafkan saya, ada banyak tugas yang harus saya kerjakan. Jadi saya lupa." Jawab Ghea dengan nada memelas " Ke ruangan saya sekarang!" Tut tut tut " Huaaa!!" Ghea mengacak rambutnya frustasi Gadis itu langsung merapikan diri lalu bergegas memenuhi panggilan sang CEO. Tapi baru saja ia membuka pintu, tiba tiba... " Kamu mau ke mana?" Tanya Clara yang tampak berdiri di depan pintu ruangannya " Clara, tuan Noah memanggilku ke ruangannya." Jawab Ghea getir " Kamu terlihat sangat kelelahan. Ada yang bisa aku bantu?" Tanya Clara manis " Hmm ada begitu banyak berkas yang harus aku kerjakan. Aku takut tuan Noah memarahiku karna mengira aku lupa memberikan jadwal hari ini." Adu Ghea dengan wajah tertunduk " Jangan khawatir." Clara memegang pundak Ghea lembut " Katakan pada Noah kalau kau membantuku tadi. Dia tidak akan marah." Senyumnya yang seketika mencairkan rasa takut di hati Ghea " Clara kamu baik banget. Makasih ya." " Sama sama. Buruan gih temui Noah, sebelum dia benar benar marah." Ghea mengangguk dan meninggalkan Clara yang tersenyum dingin usai kepergiannya. Benar saja, saat tiba di ruangan Noah... " Dari mana saja kamu?" Tanya pemuda bermata amber itu tampak menunggu " A itu s-saya, anu tuan. T-tadi saya membantu Clara. Maafkan saya." Noah terdengar menghela napas berat " Lain kali kerjakan apa yang menjadi tugasmu. Kemarikan jadwalku hari ini!" Pinta Noah Gheapun mendekat dan memberikan laporan jadwal ke tangan Noah. Membiarkan pemuda itu menatap parasnya lekat dari samping " Jam 9 malam nanti temani saya meeting. Tunggu saya di lantai 5!" Perintah Noah " Baik tuan." Ghea lagi lagi menundukkan wajah. Entah kenapa setiap melihat wajah Noah, jantungnya selalu berdebar " Kamu boleh kembali ke ruanganmu. Siapkan berkas yang harus saya tanda tangani juga beberapa laporan penting lainnya. Ingat! Kerjakan apa yang memang harus kamu kerjakan!" Tutur Noah lembut. " I-iya tuan, saya permisi dulu." Ghea menunduk hormat. Hendak beranjak, sebelum... Deg Gelang yang Ghea kenakan terpaut pada kancing jas lengan Noah, gelang persahabatan yang sebenarnya memang diberikan oleh pemuda itu dulu. Seakan tahu siapa tuannya, entah bagaimana bisa gelang itu tersangkut. " Maafkan saya tuan." Ghea berusaha melepaskan. Tapi, dengan lembut Noah memegang tangannya " Biar saya saja." Ujarnya begitu manis melebihi manisnya coklat swish. Ghea hanya mematung menyaksikan pahatan tuhan yang begitu indah di depannya, memperhatikan Noah yang tampak telaten melepaskan gelang miliknya, entah kenapa hatinya merasa begitu dekat dengan Noah. Seakan ia sangat mengenal pemuda itu sebelumnya. Matanya, suara napasnya, hidungnya, bahkan warna rambut dan aromanya. " Sele..." Noah tak melanjutkan kata katanya. Karna saat ia menoleh, wajah Ghea berada begitu dekat dengannya. Bahkan Noah bisa merasakan hembusan napas gadis yang terpana menatapnya itu " Hai, are you okay?" Senyum Noah mengibas ngibaskan tangan yang spontan membuat Ghea terhenyak kaget bercampur malu " Maaf tuan, saya akan segera pergi. Terimakasih." " Umm." Noah tersenyum melihat Ghea yang langsung berlari pergi salah tingkah. " Kau menyukaiku? Bagus! Itu akan semakin mudah membuatmu menderita nanti." Gumam pemuda itu dengan nada dingin Sementara Ghea, Ia memegang dadanya yang berdegup kencang. Rasanya suara jantungnya bisa didengar oleh warga sekomplek. " Duh malu maluin banget sih aku, kenapa juga tadi melamun gitu." Gumamnya menggigit bibir " Tapi... Sejenak dia mengingatkanku pada sahabat kecilku dulu." Ghea mengusap usap gelang di lengannya " Kamu di mana ya?" Gumamnya menarik napas panjang. Gheapun melangkah gontai menuju ruangannya. Tapi sesampainya di sana... " Ya Tuhan!" Seluruh berkas di mejanya tampak berantakan, tercecer di sana sini. Entah siapa yang tega melakukan semua itu. " Ini gak bisa dibiarkan!" Gerutu Ghea geram kemudian bergegas ke luar ruangan, melangkah emosi menuju salah satu meja, meja Maya. Hanya Maya yang membencinya di perusahaan itu. " Ada apa?" Tanya wanita itu mengulas senyum, melihat penampilan Ghea yang acak acakan " Salahku apa sih mbak? Kenapa mbak Maya tega acak acak berkas di mejaku?" Tekan Ghea membuat semua orang di sekitar mereka berhenti beraktifitas dan memperhatikannya " Maksudmu apa?" Tanya Maya tenang " SUDAHLAH MBAK! NGAKU SAJA!" Teriak Ghea kesal " Jaga bicaramu ya anak baru! Saya dari tadi di sini. Kalau tidak percaya tanyakan pada semua orang di sini!" Maya berdiri dari duduknya Ghea melirik semua orang di sekitarnya yang hanya menahan senyum. Barulah ia mengerti, mereka semua mendukung perbuatan Maya. Ini pembullyan yang nyata. Ghea hanya bisa menghentakkan kakinya kesal lalu beranjak pergi. Benar saja, beberapa detik kemudian terdengar gelak tawa yang riuh di belakangnya. Ingin rasanya Ghea menangis, ia hanya bisa kembali ke ruangannya dan menata kembali semua berkas yang berantakan " Ghea, kau baik baik saja?" Tanya seseorang menghampiri lalu membantunya membereskan semua berkas itu. " Iya, makasih ya..." " Namaku Dewi." Gadis di depannya mengulurkan tangan " Ghea." Ghea menjabatnya " Sabar ya, Maya memang seperti itu. Dia sangat suka menggoda karyawan baru. Tapi itu tidak akan berlangsung lama." Senyum gadis bernama Dewi itu ramah " Iya, aku tidak masalah kok. Terima kasih ya. Oh ya apa yang membawamu kemari?" Tanya Ghea setelah mempersilahkan Dewi duduk " Aku diminta tuan Juan untuk menyerahkan ini. Ini catatan medis tuan Noah yang harus kamu pelajari." Dewi menyerahkan sebuah jurnal " Terima kasih." " Kalau begitu aku permisi ya. Kalau ada keperluan, jangan sungkan memanggilku. Ada nomerku di dalam." Dewi berdiri kemudian beranjak pergi dari ruangan Ghea. " Ada juga yang baik selain Clara, syukurlah." Ghea menarik napas panjang. Hari itu, ia benar benar sibuk. Banyak yang harus dikerjakan hingga makan siangpun terlewatkan. Jam sudah menunjuk angka 20:21 saat Ghea rampung dengan tugas tugasnya. " Aku harus segera ke lantai 5 untuk menunggu tuan Noah dan menemaninya meeting." Gumamnya bergegas menuju lift. Entah kenapa, perasaannya tidak enak malam itu. Langit yang mendung dihiasi suara gemuruh guntur menggelegar juga menambah riuh suasana yang sudah sangat sepi 15 menit kemudian, Ghea tiba di lantai 5. Tak ada siapapun yang ia temui di sana " Apa aku harus menelfon Juan ya?" Gumamnya mengusap tengkuk yang mulai merinding. Tapi, belum sempat Ghea merogoh saku, tiba tiba... " Aarrkkhh!" Terdengar jeritan seorang wanita. Dan.. Klek Seluruh lampu mati " Ya tuhan ada apa ini?" Kaki Ghea gemetar mencoba mencari sumber suara " Tuan tolong lepaskan saya!" Suara itu kembali terdengar. Ghea segera bersembunyi di balik tembok saat melihat bayangan seorang wanita tampak tercekik di sisi jendela. " Dewi?" Kagetnya saat mengenali wajah dibalik remang itu. Ya, itu Dewi, gadis yang ia kenal baru tadi pagi. " Tuan tolong! Jangan sakiti saya!" Isaknya ketakutan " Aku tidak menyakitimu Dewi, aku hanya bermain main denganmu." Jawab sosok yang mencekiknya dingin. Deg Suara itu? Bagai tersambar petir, lutut Ghea rasanya lemas. Ia berusaha mengenali sosok yang tak lain adalah... " Tuan Noah?" Benar, itu Noah Alexsander. Pemuda yang selama ini dikenal sangat ramah dan sopan. Tapi apa yang ia lakukan pada Dewi? Wajah Dewi terlihat babak belur, blouse yang ia kenakan terkontaminasi oleh darah. " Bagaimana kalau mencoba hal yang lebih menarik?" Seringai Noah merogoh sesuatu dari balik sakunya, sebuah pistol. Ghea yang melihat semua itu seakan kehabisan napas. " Tuan hmmp!" Noah mendorong pistol itu masuk ke dalam kerongkongan Dewi yang sudah menggigil ketakutan " Pilihannya hanya dua, Dewi. Kau mau aku meletupkan peluru ini dan kau akan mati seketika? Atau melompatlah dari jendela di sisimu dan mungkin kau masih punya kesempatan untuk hidup?" Senyum Noah dingin Dewi melirik jendela di sisinya. Mereka berada di lantai 5. Apakah ia bisa hidup setelah melompat? " Atau kau mau aku memilihkan salah satu untukmu?" Dewi menggeleng cepat. Gadis malang itu mendekati jendela yang terbuka. Wajahnya benar benar ketakutan. Ia menatap Noah mencoba mencari ampunan. Tapi... " 1, 2, 3..." Brak " Aaarrkhh!!! Teriak Ghea histeris. Bagaimana tidak? Ia menyaksikan dengan kepala matanya sendiri, Dewi melompat dari jendela itu. Noah langsung menoleh ke arah suara Ghea. Gadis itu mencoba berbalik kabur. Sebelum, tiba tiba... Gelap Semuanya gelap saat seseorang menutup hidungnya dengan sapu tangan berbau aneh. Apa yang akan terjadi pada Ghea? Takdir baru akan dimualai Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD