Pesta Naomi

1693 Words
Mobil yang dikendarai Ben berhenti sempurna di depan gerbang utama sebuah kampus. Tampak dari kejauhan seseorang sedang berdiri dengan tangan di lipat di depan dadaa dan wajah ditekuk masam. Ben menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sepertinya ia dalam masalah. Baru ia berniat untuk keluar dari mobil, namun orang itu sudah berlari menghampiri saat ia sadar akan kedatangan Ben. Dengan segera ia masuk ke dalam mobil dan tidak lupa untuk menghempaskan pintu mobil dengan begitu kuat seolah memang berniat untuk merusakinya demi menunjukkan betapa kesalnya ia kini. "Jika tidak bisa menjemput tepat waktu, kenapa masih memaksakan diri untuk menjemput? Akukan sudah bilang aku bisa menyetir sendiri. Aku sudah menunggu begitu lama hingga rasanya aku akan kering. Apakah Kakak tidak lihat di luar sangat panas?" "Kakak tidak memintamu untuk menunggu di luar. Kau bisa berteduhkan." "Lihat, Kakak malah menyalahkanku. Menyebalkan sekali." Gadis cantik itu memakai sabuk pengamannya dengan kasar. "Maaf, tapi tadi kakak benar-benar ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggal. Lagi pula kakak hanya terlambat sebentar." "Sebentar atau lama tetap saja terlambat," selanya cepat. Ben hanya mampu menghela nafas jika sudah mendapat retetan omelan dari adiknya itu. "Mau ice cream?" "Mau." Ben tersenyum seketika. Kalimat ajaibnya itu ternyata masih berguna meskipun Naomi membalasnya dengan ketus. "Aku ingin 3 scoup karena kakak sangat menyebalkan." "Baiklah... baiklah..." "Tapi Kakak tidak boleh ikut makan." "Walaupun hanya satu scoup?" "Ya, tidak sama sekali. Satu lagi, aku ingin pizza." Ben menggeleng dengan senyum yang masih belum pudar kemudian melajukan mobilnya. "Ah Kak sebentar... sebentar..." Ben seketika langsung menginjak rem mendengar ucapan adiknya dan tepukan-tepukan di lengannya. Ada apa? "Kak Nessie..." baru saja Ben ingin bertanya kenapa, adiknya itu sudah membuka jendela mobil dan menyapa seseorang yang tampaknya ia kenal. Orang yang tadinya sedang berjalan itu menghentikan langkahnya saat sadar namanya dipanggil. "Oh Naomi..." gadis bernama Nessie itu tampak tersenyum membalas lambaian tangan Naomi. "Apa Kakak ingin pulang? Butuh tumpangan?" "Ah tidak, aku membawa mobil." "Oh begitukah? Oh iya, terima kasih untuk bantuannya kemarin, aku tidak bercanda soal ingin mengajak Kakak minum kopi bersama." "Baiklah, kabari saja aku." Naomi mengangguk-anggukkan kepalanya antusias. "Oh iya, i.... ishhh Kak sebentar." Naomi menyadari Ben kembali menjalankan mobilnya, padahal ia belum selesai bicara. "Cepatlah, mobilku agak menghalangi," ucap Ben membuat Naomi berdecak kesal. "Baiklah, sampai ketemu lagi," kata Naomi mengakhir percakapannya dengan Nassie kemudian menutup kembali jendela mobilnya. "Kenapa Kakak menyebalkan sekali? Kan aku tadi ingin mengenalkan Kakak dengan kak Nessie. Dia adalah kakak tingkatku." "Oh begitu." "Ckkk... respon yang sangat bagus." Naomi mengerucutkan bibirnya kesal. Disaat ia sudah sangat antusias, Ben malah menanggapi dengan malas-malasan seperti itu. "Apa Kakak dan Kak Justin pacaran?" Ben langsung melirik adiknya itu mendengar pertanyaannya. "Apa maksudmu, Naomi." "Tidak ada, hanya bertanya. Kakak terlihat tidak tertarik dengan wanita. Tidak salah jika aku berpikiran Kakak hanya tertarik pada kak Josh ataupun kak Justin," ucapnya. Ben hanya mampu menggeleng ketika adiknya memiliki pemikiran seperti itu. "Tentu saja kakak masih menyukai wanita." "Tapi kenapa belum punya pacar? Heiiii Kakak sudah 28 tahun. Bukankah harusnya sudah menikah?" "Naomi ingin ice cream rasa apa nanti." "Coklat, vanilla, dan cheesecake. Jadi kenapa Kakak tidak punya pacar?" Ben menghela nafasnya sejenak. Padahal ia ingin mengalihkan pembicaraan, namun adiknya itu malah tetap ingin tahu. "Kau tahu sendirikan betapa sibuknya kakak, jadi tidak ada waktu untuk memiliki pacar." "Ya tetap saja Kakak harus memiliki pacar. Apa ingin ku kenalkan dengan kakak-kakak tingkatku yang lain? Masih banyak yang cantik-cantik." "Tidak terima kasih." Naomi mencibir. Kakaknya selalu saja seperti itu. Naomi tidak mengerti mengapa masih ada pria di New York ini yang bahkan belum pernah berpacaran selama 28 tahun hidupnya. Bukankah itu sangat mustahil? Yang dilakukan kakaknya selama ini hanya belajar, setelah menyelesaikan pendidikan, ia hanya fokus bekerja dan bekerja dengan melanjutkan bisnis ayahnya. Hidupnya benar-benar sangat datar dan membosankan di mata Naomi. *** "Kemana Ibu?" Tanya Naomi saat melihat mansion yang begitu sepi. Biasanya di jam segini ibunya akan berolah raga. Belakangan ini ibunya itu rajin berolah raga. Jadi jangan heran mengapa ia awet muda. Bahkan Naomi merasa bahwa ibunya lebih pantas menjadi kakaknya. "Ibu dan ayah sedang pergi ke London," jawab Ben. "Ke London? Untuk apa?" "Kakek sedang sakit." "Sakit? Kenapa aku tidak diberi tahu?" "Ibu dan ayah bahkan baru tahu, makanya langsung pergi." Naomi mengangguk-anggukkan kepalanya paham. "Kak Ben." Ben yang hendak berlalu ke kamarnya menghentikan langkahnya sejenak. Ia rasanya sudah tidak sabar untuk membaringkan tubuhnya. Tumben sekali ia bisa tidak harus kembali ke kantor usai menjemput Naomi, jadi ia tidak akan menyia-nyiakan waktu ini. "Kapan aku bisa menyetir sendiri? Kita bahkan punya puluhan mobil namun tidak satupun bisa aku bawa." Naomi memasang wajah memelasnya. "Sabarlah Sayang. Sesuai janji kakak, di ulang tahunmu tahun ini, kau akan mendapat izin mengemudi dari kakak," jawab Ben lembut. "Benarkah? Kakak benar-benar akan menepatinya? Ah ulang tahunku tidak sampai sebulan lagi. Aku sangat tidak sabar." Mendadak wajah Naomi menjadi sumringah. Itulah yang ia nantikan selama ini. Ayahnya sebenarnya tidak mempermasalahkan jika Naomi ingin menyetir sendiri. Dean tidak pernah tega menolak setiap kali putrinya itu merengek begitu pula dengan Lily. Namun Ben bersikeras mengatakan bahwa Naomi hanya boleh menyetir jika usianya sudah 19 tahun. Kakaknya itu memang lebih protektif dari pada ayahnya. "Tentu saja kakak akan menepatinya, jadi bersabarlah." Ben sempat mengelus pucuk kepala Naomi penuh sayang sebelum melanjutkan langkahnya menuju kamar. Naomi melompat-lompat kegirangan. Sebentar lagi ia akan bebas kemana saja bersama teman-temannya tanpa harus diawasi oleh Ben. Ia benar-benar merasa tidak sabar. *** Pesta ulang tahun Naomi dirayakan dengan begitu meriah. Pesta seperti ini memang biasa dilakukan setiap tahunnya. Sejak kecil ia memang diperlakukan sebagai seorang putri kerajaan di mansion itu. "Selamat ulang tahun Sayang." Lily memeluk Naomi penuh sayang. Putrinya sudah semakin beranjak dewasa dan itu benar-benar membuat Lily terharu. Rasanya baru kemarin ia menggendong Naomi yang sedang merengek ingin minta susuu. "Terima kasih Ibu. Terima kasih juga untuk hadiahnya, Ibu benar-benar tahu apa yang Naomi mau," ucap Naomi. Ia mendapatkan sebuah tas baru yang harganya sangat fantasis dari Lily. Ia memang sangat menginginkan tas itu. "Selamat ulang tahun putriku." "Terima kasih rajaku," balas Naomi masuk ke dalam pelukan hangat Dean. Ah ia sangat suka pelukan hangat ini. "Apa juga suka kado dari Ayah?" "Tentu saja, Naomi akan menggunakannya dengan baik." Tentu saja ia akan menggunkaannya dengan baik, hadiah berupa sebuah black card tanpa limit itu benar-benar sangat diluar dugaan. Naomi tidak sabar untuk menggunakannya. "Kemana kak Ben?" Tanya Naomi. Ditengah-tengah pestanya ini, ia bahkan belum melihat kakaknya itu. Apakah ia tetap bekerja di hari penting ini? Jika benar Naomi benar-benar akan sangat marah. Tin.... Tin.... Tin.... Sebelum mendapatkan jawaban, tiba-tiba terdengar suara klakson mobil yang menyita perhatian seluruh tamu undangan. Mendengar suara klakson yang tiada henti membuat Naomi menjadi penasaran dan berlalu keluar dari tempat acara diikuti beberapa tamu yang merasa penasaran. Naomi menutup mulutnya tidak percaya ketika melihat sebuah mobil impiannya terparkir disana. Sebagai anak dari seorang pengusaha otomotif dan adik dari pengusaha otomotif juga, tentu saja ia sudah memiliki banyak mobil di mansionnya. Tapi tetap saja Naomi memiliki mobil impiannya. Salah satunya adalah mobil ini. Salah satu supercar keluaran terbaru berwarna merah ini adalah impian Naomi. "Apakah suka hadiah dari kakak?" Tanya Ben yang sedang duduk di atas kap mobil. Tanpa mengatakan apapun Naomi langsung menghampiri Ben dan memeluk kakaknya itu bahagia. Kenapa ia masih menanyakan hal itu? Tentu saja Naomi suka. "Terima kasih Kak." "Berkendaralah dengan hati-hati, mengerti?" Naomi mengangguk cepat. "Aku sangat menyayangi kakak." "Kakak juga sangat menyayangimu, adik kecilku." "Aku sudah dewasa." "Tetap saja kecil di mataku." Naomi tidak lagi membalas karena sampai kapanpun ia akan tetap kecil di mata Ben. Dean dan Lily tersenyum melihat kehangatan anak-anak mereka. Mereka berdua tumbuh dengan sangat baik dan saling menyayangi, meskipun sebenarnya tidak jarang keduanya bertengkar karena kejahilan satu sama lain. Dean tadinya ingin membelikan Naomi hadiah mobil, namun Ben melarang karena ialah yang ingin memberikannya. Keduanya sempat saling berebutan namun akhirnya Dean pun mengalah dan membiarkan Ben memberikannya. Para tamu undangan yang merupakan teman-teman dekat Naomi terlihat menatap iri pada Naomi. Hidup Naomi terlihat begitu sempurna, ia memiliki segalanya termasuk kakak yang luar biasa tampannya. Ah ingin sekali mereka mendaftar sebagai calon kakak ipar Naomi, namun sepertinya kakaknya itu memiliki selera yang cukup tinggi. Pantas saja, ia tampan dan mapan, pasti seleranya bukan gadis-gadis yang masih kuliah. Jadilah mereka hanya bisa mengagumi Ben dari jauh saja. "Kak Ben... sebentar..." Naomi menahan tangan Ben yang tampaknya akan pergi setelah acara selesai. "Ada apa?" "Ah kenalkan, ini kak Nessie, yang waktu itu bertemu denganku di kampus saat kakak menjemput." Ben menatap gadis di samping Naomi yang memang tampak tidak asing. "Ah iya, aku ingat," balasnya. "Hai aku Nessie." "Aku Ben." Naomi tersenyum sumringah melihat kedua orang itu berkenalan. Sesuai dengan rencananya. "Naomi banyak bercerita tentang Kakak." "Begitukah? Ku harap dia tidak menceritakan tentang keburukanku." Nessie terlihat tertawa kecil. "Tidak.. tidak... dia selalu memujimu." Naomi jadi senyum-senyum sendiri melihat keduanya malah mengobrol. Untungnya kakaknya tidak bersikap dingin di depan Nessie. "Kak Ben, bisakah Kakak mengantar kak Nessie pulang? Dia tidak membawa mobil," kata Naomi. Nessie terlihat cukup terkejut. Ia memang mengatakan pada Naomi bahwa ia akan mencari taksi untuk pulang, tapi bukan berarti ia ingin dicarikan tumpangan. "Begitukah? Tapi kakak ada urusan," balas Ben terlihat tidak enak. Naomi membulatkan matanya pada Ben seolah menginstruksikan Ben untuk tidak menolak. "Bukankah tadi kakak sudah membelikanmu mobil? Jadi kenapa tidak digunakan saja. Antarlah Nessie pulang, kakak sudah mengizinkanmu untuk menyetir tapi tetap berhati-hati ya. Baiklah kakak pergi dulu." Setelah rentetan kalimatnya Ben langsung pergi begitu saja membuat Naomi melongo. Ia sama sekali tidak percaya kakaknya benar-benar akan menolak seperti itu. "Ah maafkan kak Ben ya, dia memang sangat sibuk," kata Naomi merasa tidak enak. "Tidak apa Naomi. Lagi pula aku bisa pulang sendiri." "Tidak apa, biar aku antar." "Tidak usah, ini acara ulang tahunmu. Masih ada orang disini. Aku benar-benar bisa sendiri. Baiklah aku pergi dulu ya." Nessie langsung bergegas pergi sebelum Naomi kembali menahannya. Naomi menghentakkan kakinya kesal. Ia benar-benar tidak habis pikir bagaimana kakaknya itu bisa bersikap seperti itu. Nessie padahal sangat cantik. Ia bahkan bak primadona di kampus, ia juga gadis yang sangat baik. Meskipun adiknya, namun Naomi benar-benar tidak mengerti selera Ben yang seperti apa. Ia penasaran akan seperti apa jadinya kisah percintaan kakaknya itu nanti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD