4. KECEMBURUAN NICK

1109 Words
Elora memainkan ponselnya dengan tak bersemangat. Sejak tadi ponselnya tak henti berkedip karena ratusan notifikasi masuk di grup-grup chat yang diikutinya. Netra hazelnya hanya bergerak naik turun mengikuti jemarinya yang sejak tadi hanya men_scroll. Ia rindu Mommy dan Daddy serta kedua adiknya yang saat ini sedang berada di Kediri Jawa Timur. Andai dirinya sedang tidak menghadapi Ujian Akhir Sekolah pastinya tidak perlu tinggal bersama Delon dan Nick. Elora membuang napas kasar lalu beranjak dari ranjang. Kegalauannya semakin bertambah kali lipat saat Kia dan Nafla saudara sepupunya bergantian mengirimkan foto-foto kebersamaan seru mereka di grup chat w******p The Angel. Untuk membasahi kerongkongannya yang mendadak terasa kering Elora beranjak untuk minum. Tapi lagi-lagi Elora harus merasa kesal karena botol minumannya dalam keadaan kosong. Terpaksa Elora harus ke luar dari kamar untuk mengambil air putih di dapur. Dalam keremangan Elora melangkah menuju dapur seraya membawa botol minumannya untuk diisi. Sambil menunggu botol itu penuh Elora menilik ke arah jam dinding yang ternyata sudah menunjukkan pukul 11 malam. Seharusnya ia sudah terlelap sekarang. Tapi karena perasaan rindu kepada keluarganya membuat Elora masih saja terjaga. Pikirannya berkelana membayangkan jika dirinya pun turut bersama mereka. Elora lalu duduk terdiam di kursi pantry seraya meneguk air putih dari botolnya. Sebenarnya tidak sekali ini saja dirinya berpisah dengan Daddy_nya. Berkali-kali, bahkan Daddy_nya sering pergi ke luar kota untuk mengurus bisnisnya. Apalagi jika harus ke Surabaya, tempat kelahiran Daddy_nya. Tak hanya sehari saja Daddy_nya akan menghabiskan waktu di sana bersama kakek dan neneknya. Tapi berhari-hari dan itu tidak pernah menjadi masalah baginya. Kali ini benar-benar terasa berbeda. Biasanya dirinya tidak pernah ditinggalkan sendirian. Di rumah masih ada Mommy, Ivand dan Viero yang akan menemaninya meskipun tak jarang juga Mommy turut bersama Daddy. Tiba-tiba air mata Elora bergulir di pipinya saat menyadari jika dirinya memang sendirian. Memang sih bukan artian yang benar-benar sendiri. Ada Om Delon dan Nick yang sudah seperti keluarganya sendiri. Apalagi Om Delon juga begitu perhatian padanya. Tapi Nick tidak, sejak tadi pagi remaja yang usianya hanya terpaut dua tahun itu terus saja menatapnya dingin seolah mengibarkan bendera peperangan dengannya tanpa sebab yang jelas. Memang selama ini Nick adalah tipikal remaja yang sangat irit bicara dan tertutup. Hanya saat bersama Club PTT Nick bisa tertawa lepas. "Mom Dad, El kangen!" lirih Elora tak mampu lagi menyembunyikan kesedihan yang dirasakannya. Ia geser botol minuman yang baru saja ditutupnya lalu melipat kedua tangan di atas meja pantry. Menenggelamkan wajahnya di sana dengan terisak. Cukup lama Elora dalam posisi itu hingga sebuah tangan menyentuh bahunya. "El kamu kenapa tidur di sini?" ucap Delon merasa heran. Tadi di ruang kerjanya Delon tiba-tiba merasa gelisah. Merasa belum mengunci pintu depan. Delon yang tengah melihat ulang album foto dirinya bersama Gita terpaksa harus menghentikannya. Padahal Delon belum puas memandangi wajah cantik Gita di dalam foto tersebut. Semua kenangan bersama Gita telah Delon simpan dengan baik dan rapi. Gita adalah cinta dan hidupnya. Andai tidak ada Nick entah bagaimana hidupnya saat ini. Hanya Nick yang menjadi tujuan hidupnya. Delon bisa merasakan bagaimana tubuh Elora yang langsung menegang. Gadis itu lantas mengangkat wajahnya seraya mengulas senyuman. "Hehehe... Ngapain Om Delon bangun?" tanya Elora seraya beranjak dari tempatnya. "Di tanya kok balik nanya," kekeh Delon. "Udah malam tidur sana! Besok kamu harus ujian!" titah Delon dengan sisa senyumannya. Namun Delon seketika tertegun saat melihat jejak basah di pipi Elora dalam keremangan lampu dapur. Karena khawatir Delon segera mencari saklar lampu dan menyalakannya. Benar saja, mata Elora tampak basah dan memerah. Bersamaan dengan lampu menyala Elora mengulas senyuman demi menutupi kegalauan hatinya. "El kamu kenapa nangis? Apa ada yang sakit?" cecar Delon sembari memegang kedua bahu Elora dengan khawatir. Bukannya menjawab, sepasang iris berwarna hazel itu justru kembali berkaca-kaca lalu disusul dengan suara isak. Delon semakin khawatir dibuatnya. Selama ini ia hanya hidup bersama Nick yang sama-sama lelaki. Lalu sekarang dirinya tiba-tiba saja dihadapkan pada remaja putri yang tengah bersedih. "El kangen Mommy dan Daddy, Om," aku Elora lalu memeluk Delon dengan erat.. "Ya Allah gitu aja nangis. Baru juga 2 hari ditinggal mereka masak udah mewek aja. Kamu bikin Om kaget aja kirain ada apa," balas Delon dengan tergelak seraya mengusap bahu Elora dengan sayang. Setelah Elora tenang Delon mengantarnya kembali ke kamarnya. Elora menurut lalu segera beranjak ke atas ranjang. Sebelum pergi Delon mengatur suhu kamar yang menurutnya terlalu dingin. Menurunkan suhu hingga 20°c. Mungkin jika berdomisili di kota-kota industri seperti Surabaya atau Jakarta suhu maksimal ruangan akan menjadi hal yang biasa karena mengingat panasnya kota-kota tersebut. Tapi ini di Yogyakarta, semakin malam udaranya juga akan terasa lebih dingin. "Tidurlah! Besok kamu harus sekolah," ucap Delon seraya menyelimuti tubuh Elora. Delon juga mengambil ponsel milik gadis itu untuk diletakkan di nakas. Namun belum sampai Delon beranjak Elora menarik tangannya seraya menatapnya sendu. Delon menghela napas panjang lalu mengulas senyuman. "Ok, beristirahatlah Om akan temani di sini sampai kamu tidur," ujar Delon lalu mengusap lembut kepala Elora dengan sayang seperti yang biasa dilakukannya pada Nick. Senyuman di bibir Elora seketika merekah. Gegas ia memejamkan mata. Mencoba untuk benar-benar tertidur. Menikmati usapan lembut di kepalanya. Tak butuh waktu lama bagi Elora untuk terlelap. Seperti inilah setiap kali Elora akan menjelang tidur. Mendapatkan belaian, ucapan, dan kecupan sebelum tidur dari kedua orang tuanya. Untuk kecupan tentu saat Elora tidak bisa memintanya kepada Delon karena bagaimana pun juga Delon bukanlah keluarganya. Setelah memastikan Elora benar-benar terlelap Delon segera ke luar dan kembali ke kamarnya untuk beristirahat. Baru saja pintu kamar Elora ia tutup sebuah suara menginterupsinya. "Untuk apa Papa ke kamar El?" ujar Nick seraya menatap ke arah pintu kamar El dengan tatapan tak suka. "El lagi sedih Nick, kangen orang tuanya. Jadi papa nenanngin El biar nggak nangis lagi," terang Delon sembari mendekati Nick, mengacak puncak kepala remaja itu dengan sayang. "Dasar manja!" kesal Nick lalu kembali ke kamarnya tanpa mengacuhkan Delon yang masih di sana. Tadi Nick terbangun karena mendengar suara pintu terbuka. Nick ke luar dari kamar untuk mengecek pintu dan lampu utama seperti yang sering dilakukannya setiap kali menjelang tidur karena tak jarang papanya lupa untuk mengunci pintu dan mengganti lampu malam. Delon hanya menatap kepergian Nick hingga menghilang di balik pintu kamarnya. Kini Delon mengerti apa yang membuat Nick bersikap dingin pada Elora. Nick merasa tidak nyaman dengan kehadiran Elora di antara mereka. Menjadi anak tunggal dan selalu mendapatkan luapan kasih sayang dari papanya tentu membuat Nick merasa cemburu. Nick menganggap jika perhatian papanya kini terbagi kepada Elora. Padahal itu jelas-jelas tidak benar. Mana mungkin Delon membagi kasih sayangnya kepada orang lain. Delon hanya menjalankan amanah dari Deanova dan Aira, kedua sahabatnya untuk menjaga Elora selama empat hari mereka pergi. Delon beranjak menuju kamarnya. Besok barulah ia akan berbicara dengan Nick.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD