1

761 Words
  Kilat flash kamera beriringan dengan pergerakan Raya dalam pengambilan gambar, sebagai model ia sudah tak asing lagi dalam hal itu semua. Hari ini Raya memiliki jadwal pemotretan untuk koleksi musim panas dari sebuah brand ternama. “Oke, Raya good! Lihat kamera! Oke! Bagus, ganti gaya! Perfect!” seru dan arahan sang fotografer. Raya langsung mendekati sang fotografer yang berada tak jauh dari layar monitor untuk melihat hasilnya. “Bagaimana hasilnya?” Tanya Raya. “selalu sempurna” jawab sang fotografer yang tak lain adalah rekannya. “Siapa dulu modelnya” seloroh Raya yang berhasil membuat lawan bicaranya mencebik dan berdecak sambil memutar bola mata jengah. Raya terkekeh melihat tanggapan dari rekannya tersebut. “Untuk sesi ini gue rasa cukup Ray, Lu istirahat dulu sana dan abis itu ganti baju untuk sesi berikutnya ya!” perintahnya pada Raya. “Siap boss” jawab Raya sambil mengacungkan dua jempol tangannya. Renata yang biasa ia panggil Rere adalah asisten rasa sahabat baginya mendekat memberikan minuman pada Raya. “Nih minum dulu, istirahat dulu sana!” katanya sambil berjalan beriringan dengan Raya menuju tempat yang telah disiapkan sebagai tempat istirahat pribadi Raya selama pemotretan. “ Thanks!” jawab raya.             Raya sedang asik memainkan handphonenya men-scroll akun social medianya, menjawab atau menanggapi chat-chat para penggemarnya. Hal ini sering kali dilakukan Raya dengan alasan “membuat orang lain senang dan bahagia itu bisa dapat pahala”. Iya, Raya memang sebaik itu pada penggemarnya. baginya Ia tidak akan menjadi apa-apa tanpa seluruh penggemarnya, Jadi Ia selalu menyempatkan diri membalas atau menyapa penggemarnya.        “Jadwal gue apa lagi setelah pemotretan hari ini Re?” Tanya Raya pada Rere. “Enggak ada lagi sih, abis kelar pemotretan udah selesai untuk hari ini. Oh iya, jangan lupa lu harus pulang makan malam bareng mama papa lu di rumah utama”. Bahu raya langsung merosot, terlihat jelas hilang rona semangat dari wajahnya. “Sabar ya” kata Rere sambil mengelus bahu Raya. “Ya udah gue mending ganti baju sekarang aja deh biar enggak lama, belum lagi nanti make up nya belum”. Rere melihat ke arah  Raya dengan tatapan iba, Ia tahu betul bagaimana perasaan Raya selama ini. *** Raya dengan enggan menyantap makanan yang dihidangkan di depannya. “Kapan kamu mau berhenti melakukan hal yang tidak berguna dan kembali ke rumah?” Raya menatap marah pada pria paruh baya yang tak lain merupakan papa nya sendiri. “Pa, Itu kerjaan Raya. Raya bangga dan setidaknya Raya tidak perlu menggunakan uang papa untuk keperluan Raya”.  Raden Pramana Aruan, seorang menteri yang disegani. Mementingkan harga diri, berambisi dan melakukan apapun untuk memuluskan karir politiknya. “Terserah padamu, papa hanya ingin kamu berhenti menjadi artis atau apapun itu, bulan depan persiapkan dirimu untuk Papa perkenalkan dengan rekan-rekan papa”. d**a Raya naik turun pertanda Ia sedang susah payah mengontrol emosinya. “Enggak segampang itu Pa!, kontrak Raya masih satu tahun lagi dengan agensi, belum lagi beberapa kontrak iklan yang lagi Raya jalani. Lagian Raya enggak tertarik dengan dunia politik yang Papa agungkan” Raya meminum air putih di gelasnya untuk mengusir sedikit emosinya dan juga untuk mengakhiri makan malamnya. “Baiklah, terserah jika kamu tidak mau berhenti bulan depan yang penting ketika kamu bertunangan dengan Rizal kamu harus sudah memutuskan semua kontrak kerja mu dengan agensi maupun iklan-iklan tersebut, tenang saja kalau masalah finalty, Papa bisa menyelesaikan itu semua” Raya meremas sendok yang Ia pegang, niat hati ingin menghabiskan salad sayur yang menjadi menu kesukaannya. Setiap Ia pulang sang Mama pasti memasakkan dan membuat makanan kesukaannya. “Papa, nanti kita bicarakan lagi ya, kasihan Raya. Raya baru pulang dan langsung disuruh ini itu, masalah ini harus kita diskusikan dengan kepala dingin” Ibu Risa mengusap pelan bahu sang suami untuk mengontrol emosi dan menahan agar tidak mengatakan apapun lagi masalah perjodohan Raya. Ia tahu anak gadisnya tidak akan mau menerima perjodohan tersebut dan Ia sesungguhnya iba pada Raya, namun Ia juga tidak mampu melawan kehendak sang suami. “Udah sayang abisin dulu makannya, itu saladnya mama buatin spesial buat kamu. Malam ini tidur di sini kan? Mama kangen” ucap Risa kepada putrinya dengan senyum. Raya hanya diam, sungguh Ia rindu keadaan dulu ketika Ia masih kecil dan menjadi gadis kecil yang manja bagi kedua orang tuanya. Semua pintanya diberi oleh sang papa layaknya Ia satu-satunya hal berharga untuk keluarga mereka. Namun itu semua sirna sejak sang papa Raden Pramana Aruan mulai terjun ke dunia politik, bukan hanya mulai mengabaikan keluarganya, papa nya juga mulai memaksakan kehendak padanyahingga Ia jengah dan memutuskan tinggal terpisah dari keduanya.     
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD