Chapt 2. Undesirable Something

3062 Words
..**..             Dia tidak bicara sepatah katapun. Dia hanya diam membiarkan pria melambai itu terus membantunya berdandan.             Entah sedikit jijik atau apapun itu. Dia merasa sangat kasihan dengan tubuhnya yang sebentar lagi akan dijual demi melunasi hutangnya. Dan dia harus menerima semua ini, walau hatinya menolak keras. … 30 menit kemudian.,             Dia melihat pria melambai itu benar-benar teliti mempercantik dirinya. Bahkan dari hal terkecil pun, pria melambai itu sungguh serius dengan pekerjaannya. Berbeda dengannya, dia tidak merasa cantik meski gaun mewah sudah melekat di tubuhnya. Dan dia sangat tidak nyaman memakai gaun seksinya malam ini. Terlintas dipikirannya, bahwa dia sudah berubah menjadi seorang p*****r. Dia ingin sekali menangis saat ini, bahkan kedua matanya mulai menahan air mata itu untuk jatuh membasahi wajahnya yang sudah dirias. “Jangan sampai air mata buayamu itu merusak riasan wajahmu!” Ketus pria itu dengan suara ketusnya.             Spontan dia menahan isakannya, dan mengalihkan pikirannya. Dia merundukkan pandangannya ke bawah. Mulutnya melontarkan kalimat yang membuat pria melambai itu mulai melihatnya. “Apa aku benar-benar akan dijual ?” Tanya gadis itu padanya.             Pria melambai itu terdiam. Gerakan kedua tangannya di rambut emas itu sedikit melambat.             Saat dia tahu bahwa pria melambai itu mengerti ucapannya, dia mulai mendongakkan kepalanya. Dia melihat pria melambai itu seakan memahami perasaannya.             Pria itu membuka suaranya. “Siapa namamu ?” Tanya pria itu masih menatap gadis itu dari balik cermin rias berbentuk oval, berukiran khas Italia.             Dengan ragu, dia menjawab pertanyaan gadis itu. “Eumh, saya Aishe. Aishe Iglika.” Jawabnya menatap takut pria melambai itu. Tapi dia tahu, pria itu seperti memahami perasaannya saat ini.             Yah! Namanya adalah Aishe Iglika. Panggilan akrabnya, Aishe. Dia merupakan gadis berdarah Amerika-Indonesia. Tapi menetap di Indonesia.             Dan tubuhnya tentu saja persis seperti sang Ayah yang berkulit putih dan berambut pirang. Tidak jarang dia dianggap sebagai orang asing yang tidak pandai berbicara Bahasa Indonesia.             Mendengar jawaban dari gadis yang bernama Aishe, yang menurutnya sangat cantik dan masih polos itu, dia menganggukkan pelan kepalanya, dan dia sedikit memainkan bibirnya seraya mengatakan iya. Dia kembali membuka suaranya. “Aishe Iglika. Nama kamu secantik wajahmu.” Gumamnya pelan mengendikkan kedua bahunya ke atas. Tapi dia kembali melanjutkan pertanyaannya. “Tapi kenapa kau bisa berurusan dengan Tuan Egon ?” Tanyanya penasaran dan tetap merapikan rambut Aishe.             Aishe tertegun mendengar pertanyaan pria itu. Seraya tidak ingin membahas itu untuk saat ini. Dia justru melontarkan pertanyaan yang lain. “Tuan Egon ? Namanya Tuan Egon ?” Tanya Aishe masih melirik pria yang belum dia ketahui namanya itu.             Pria melambai itu menganggukkan pelan kepalanya. “Iya, Nona Aishe. Namanya Tuan Egon Wouter. Jadi kau belum tahu namanya ?” Tanyanya bernada mengejek.             Aishe menggelengkan pelan kepalanya, dan paham dengan raut wajah pria melambai itu. Seketika dirinya penasaran dengan siapa nama pria yang saat ini tengah merias dirinya. “Dan siapa nama kamu, Tuan ?” Tanya Aishe padanya.             Pria itu tertawa pelan. “Kau tidak perlu tahu siapa namaku, Nona. Yang perlu kau tahu saat ini adalah bagaimana caranya kau bisa merebut hati para pria kaya yang mau membeli tubuhmu dengan harga mahal.” Jawabnya lugas dan spontan membuat ekspresi gadis yang tengah dia tatap dari balik cermin rias di hadapannya, mulai sendu kembali.             Aishe terdiam. ‘Ah, aku …’ Bathinnya seraya ingin berbicara.             Seketika dirinya lupa, hiasan yang dia pakai saat ini adalah untuk melunasi hutangnya kepada pria yang dia tahu bernama Egon Wouter. Dan sesaat dia menyadari, bahwa saat ini Dewi Fortuna mungkin sedang tidak berpihak padanya.             Pria melambai itu masih terus melakukan pekerjaannya yang hampir selesai. Sesekali dia melirik gadis cantik yang malang itu.             Hatinya ingin sekali menolongnya. Tapi dia sendiri bahkan tidak memiliki kekuatan lebih untuk keluar dari dunia Tuannya, Egon. Karena dia mengakui, dunianya saat ini adalah yang dia sukai.             Hampir 15 menit dia menata rambut emas panjang itu. Dia kembali membuka suaranya. “Dengarkan aku.” Ucapnya bernada serius.             Aishe, tiba-tiba dia melirik ke arah pria itu. Walau dia masih merasa bahwa sanggulan rambutnya masih ditata sedikit olehnya.             Pria itu kembali melanjutkan kalimatnya. “Untuk saat ini sampai ke depannya. Tidak ada yang bisa kau lakukan, Nona Cantik … sebab kau sudah terperangkap di tangan seorang Mucikari dan Gigolo kelas kakap.” Deg!             Dia masih menatap pria melambai itu. Wajahnya menyiratkan keseriusannya mengucapkan kalimat itu untuknya. “Kau hanya perlu menuruti kemauannya membayar hutangmu sampai lunas … Dan … sampai dia muak melihatmu. Atau kau tidak bisa lagi dipakai olehnya.” Ucapnya lugas dan seketika membuat hati Aishe sedikit nyeri.             Pria itu kembali melihat setiap jengkal wajah gadis cantik parnipurna itu. Dan dia sedikit merapikan riasan wajah yang mungkin sedikit tidak rapi. “Sudah selesai. Dan jangan mengeluarkan air matamu. Atau kau akan terkena masalah baru dengan Tuan Egon. Juga aku yang akan menjadi sasaran amarahnya nanti.” Ucapnya lagi seraya mengingatkan.             Aishe hanya diam menundukkan pandangannya ke bawah. Dia tidak tahu harus melakukan apa lagi sekarang. Sejujurnya, dia ingin sekali memberikan penawaran lain selain menjual harga dirinya kepada para pria berhidung belang. Tapi apakah Tuan Egon mau menerimanya, pikirnya.             Pria melambai itu melihat Aishe masih dalam keadaan melamun. Dan dia menyadarkannya. “Hey! Sudahlah! Jangan kau pikirkan hal lain. Nikmati saja waktu mudamu saat ini.” Ucapnya dan disela cepat oleh Aishe. “Tapi tidak dengan cara menjual tubuhku, Tuan.” Jawab Aishe sendu.             Sejenak pria melambai itu merasa iba padanya. Tapi di sisi lain, dia pikir gadis ini belum memiliki banyak pengalaman sehingga dia merasa rendah diri mengawali pekerjaan barunya. Dan bisa dia pastikan gadis ini sama sekali belum pernah menjelajahi nikmatnya surga dunia.             Dia membuka suaranya lagi. “Sudahlah! Saat ini kau tidak punya pilihan lain! Nanti kau juga akan ketagihan dengan nikmat surga dunia! Kau hanya belum melewatinya saja, seperti aku dulu!” Ucapnya bernada ketus.             Dia mengambil sisir dan segala peralatan miliknya yang ada disana, merapikannya kembali di tas kecil miliknya. Membiarkan gadis itu berpikir mengenai kalimat yang baru saja dia lontarkan padanya.             Aishe diam mendengarkan kalimat pria melambai itu. Sebab dia sendiri juga tidak tahu, apakah ini benar jalan hidupnya atau tidak. Karena dia sendiri juga tidak menginginkan pilihan ini. Bila perlu dia menolaknya mentah-mentah.             Tapi apalah daya, dia memiliki hutang budi. Dan tidak sabar untuk mengunjungi makam kedua orang tuanya. ‘Ayah, Ibu. Maafkan aku … Aku berjanji, setelah semua hutangku lunas. Aku akan meninggalkan pekerjaan kejiku.’ Bathinnya seraya berbicara sendiri. Dia meremas-remas kedua tangannya.             Saat pria melambai itu hendak keluar dari kamar itu, dia melirik sekilas ke arah Aishe yang masih diam membeku, melamun ke arah yang tidak jelas. “Dengar, Nona Aishe. Percayalah padaku, kau akan menikmati dunia barumu dengan sejuta kemewahan.” Ucapnya seraya menasehati dengan kalimat yang menurutnya dapat membuka pikiran baru Aishe. Dan dia kembali melanjutkan kalimatnya. “Setelah aku keluar, kau akan berhadapan kembali dengan Tuan Egon. Kau harus tersenyum manis padanya…” “Jika dia melirikmu, aku pikir dia akan mencobamu terlebih dahulu sebelum dia memberikanmu kepada pria kaya raya yang terhormat.” Ucapnya sebagai percakapan terakhir mereka. Dan dia melangkahkan kakinya keluar dari kamar itu. Ceklek…             Pintu kamar tertutup rapat kembali.             Aishe, dadanya merasa sesak saat ini. Sungguh dia tidak mengerti dengan hidupnya saat ini. Apakah benar ini adalah jalan hidupnya, pikirnya.             Sesaat, dia melirik dirinya sendiri di hadapan cermin besar itu. Meniti tubuhnya dari atas sampai bawah.             Gaun seksi berwarna putih, dengan setengah potongan atas dan bawah. Bahu yang terbuka menampakkan d**a mulusnya. Tidak lupa bagian pinggang yang terbuka, menampilkan pinggang rampingnya.             Make up alami dengan hiasan bertabur bintang di kedua kelopak matanya. Hiasan anting berbeda panjang di kedua telinganya, dan tidak lupa 4 mutiara putih terdapat disana.             Tatanan rambut emasnya yang dibentuk sangat simple dan elegan. Tidak terdapat banyak hiasan disana, sebab penampilannya saat ini sungguh menonjolkan sisi tubuhnya yang sangat seksi, mulus, dan mungil.             Tidak ketinggalan sepatu kaca transparan menghiasi kaki jenjangnya yang sangat mulus sekali. Tubuhnya yang sudah disemprot parfum yang tentu mampu menarik perhatian para pria berhidung belang. Oh tidak, lebih tepatnya pengusaha kelas kakap. Ceklek…             Suara pintu terbuka, terdengar di telinganya. Dia menoleh ke sumber suara. Deg!             Pria bernama Egon Wouter itu terlihat sudah berganti busana dengan penampilan serba hitam. Senyuman licik itu kembali terukir di wajahnya, dan itu sangat membuatnya muak.             Dia merundukkan pandangannya ke bawah. Dan dia mencoba untuk menegaskan kembali niatnya bernegosiasi dengan pria itu.             Pria tersenyum licik padanya. Kedua matanya menatap tubuh mungil dan seksi itu dari atas sampai bawah. “Kau sungguh berbeda, Aishe. Kau terlihat sangat berbeda sekali malam ini.” Gumamnya pelan berjalan mendekati Aishe yang terlihat ketakutan.             Aishe berusaha menaikkan pakaian bagian atasnya, juga menaikkan penutup bahunya karena dia merasa risih sekali saat ini. “Tu … tu … an, bisakah kita membicarakan ini lebih lanjut ?” Tanya Aishe ragu-ragu dengan tubuh sudah gemetar. Sebab dia sangat takut sekali.             Egon, dia hanya diam menatap setiap lekuk tubuh Aishe yang sangat menawan baginya. Sangat disayangkan sekali jika dia melewatkan tubuh indah yang pasti belum pernah dijamah oleh pria lain, pikirnya. “Pria manapun akan jatuh hati dengan tubuhmu, Aishe.” Gumamnya pelan dengan senyuman miringnya.             Aishe langsung membuka suaranya. “Tu … an, aku rela menjadi maid di rumahmu. Tolong jangan jual tubuhku.” Ucapnya meminta, memelas.             Egon meresponnya dengan tawa mengejeknya. “Kau tahu Aishe, aku ingin sekali mencicipi tubuhmu saat ini, tapi … Tapi aku akan lebih mendapatkan keuntungan besar jika tubuh alamimu ini terbayar dengan harga sangat mahal.” Gumamnya lagi dan hendak menyentuh lengan telanjang Aishe yang sangat menggiurkannya. “Tuan, aku mohon.” Sela Aishe berussaha menghindar, dan mundur ke belakang. Sungguh dirinya tidak mau terjamah oleh pria yang dia yakini sangat nakal dan licik.             Dia kembali melanjutkan kalimatnya. “Tuan, aku ingin sekali berkunjung ke makam kedua orang tuaku. Aku ingin segera melunasi hutangku. Aku mohon.” Ucapnya hendak menangis, namun dia masih bisa menahannya. Kedua tangannya saling meremas satu sama lain.             Egon terdiam. Dagunya sedikit terangkat ke atas. Dan dia sungguh tidak percaya dengan kalimat gadis cantik di hadapannya, yang seakan tidak sabar untuk memulai pekerjaan barunya. “Baiklah, kalau begitu. Sepertinya kau ingin cepat-cepat menyelesaikan urusanmu denganku, Aishe. Sangat menakjubkan.” Ucapnya menggelengkan pelan kepalanya, dengan sorotan tajamnya tertuju pada belahan d**a manis, walau tidak seukuran yang dia inginkan.             Berulang kali dia menghela panjang nafasnya. Menahan ekstra dirinya untuk tidak menerkam gadis manis yang bisa dia tawarkan hingga ratusan ribu Dollar Amerika Serikat.             Aishe hanya diam mendengarkan kalimat pria itu. Dia sedikit bergidik ngeri, sebab Egon menatapnya lekat, seakan ingin memangsanya. Juga dirinya yang merasa takut dengan penampilannya saat ini, yang pasti mengundang kejahatan para pria yang memandangnya.             Egon, dia kembali membuka suaranya. “Persiapkan dirimu. Beberapa menit lagi kita akan pergi ke tempat dimana kau akan melakukan pekerjaan barumu. Jadi biarkan tubuhmu serelaks mungkin.” Ucapnya dengan rahang mengeras. Glek!             Aishe sudah susah menegukkan salivanya sendiri. Kedua matanya mulai memerah.             Pria berusia 35 tahun itu meninggalkannya seorang diri di kamar. Kemudian dirinya sibuk memainkan ponsel miliknya, dan menempelkannya di telinganya. “Hallo, Tuan Egon…” “Semua sudah disana ?” “Sudah, Tuan. Semua sudah berada disini menunggu tamu istimewa mereka…” “Bagus. Kami akan sampai dalam 15 menit ke depan…” “Baik, Tuan…” Tutt… Tutt… Tutt…             Dia memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Dia membuka suara lantangnya, menyuruh supirnya untuk menyiapkan mobil segera.             Bagaikan menang lotre, dia tidak menyangka kalau hari ini dia akan mendapatkan keuntungan besar. Tidak hanya keuntungan, bahkan dirinya bisa menikmati tubuh gadis itu sepuas yang dia inginkan, setelah dia menjualnya kepada pria yang mau membeli dan menyentuhnya untuk pertama kali.             Dan dia tidak sabar ingin menikmati tubuh indah itu. Tidak masalah baginya, jika dia menyentuhnya sebagai pria yang kedua. Karena kenikmatan itu pasti masih terasa, pikirnya. ---**--- Perumahan Menteng, Jakarta, Indonesia., Rumah Aishe., Dapur., Pagi hari.,             Seorang wanita berusia 49 tahun yang ada disana, dia tengah duduk di kursi nyamannya. Menikmati sarapan paginya dengan dua potong roti dan omelet di piring miliknya. “Iya, aku tahu itu, Sayang. Kau tidak perlu menjelaskannya…” “…”             Beberapa pelayan yang ada disana, sesekali mereka melirik majikan mereka. Mereka sudah paham dengan kelakuan dua majikan mereka di rumah ini yang sangat liar diluar sana. “Malam ini ?” “…” “Ah, baiklah. Tunggu dulu, apa kau tidak lelah, Sayang ? Baru 2 hari yang lalu kita tidur bersama…” “…” “Hahahaaa… Baiklah kalau begitu. Tapi aku ingin sekali membeli tas terbaru itu, Sayang…” “…” “Benarkah ? Kau serius ?” “…” “Ah terima kasih, Sayang. Kau memang yang terbaik…” “…” “Tidak perlu khawatir, Sayang. Kita bertemu di tempat biasa, dan jangan lupa membawa alat yang selalu aku suka, hmm ?” “…” “Ah kau sangat pengertian sekali, Sayang…” “…” “Sampai jumpa, eemmuuaahhh…” Tutt… Tutt… Tutt…             Sambungan telepon terputus. Dan dia sedikit tertawa iblis. “Dasar pria bodoh! Kau pikir aku benar mencintaimu, huh ?!” Ucapnya ketus dan kembali menyendokkan makanan ke mulutnya.             Deviella Lilou Jovan, wanita berusia 49 tahun yang akrab disapa Devie. Tubuhnya yang masih langsing, dengan tinggi badan 1.6 meter.             Rambut panjangnya berwarna emas. Dan tentu saja dia seorang Janda tanpa anak. Sebab suaminya telah meninggal dunia sejak 20 tahun yang silam disaat mereka belum mendapatkan keturunan.             Saat dirinya tengah menikmati waktu paginya, tiba-tiba suara seorang wanita terdengar di telinganya. “Tante Devie!” Teriak wanita itu dari arah ruangan utama, dia berlari menuju dapur.             Tiba-tiba wanita berusia 49 tahun itu menoleh ke sumber suara. Dia tersenyum manis melihat siapa yang datang ke arahnya. “Kau sudah pulang, Sayang.” Sapanya dengan nada biasa. Sambil mengunyah dan memainkan ponsel yang ada di tangan kirinya. “Sudah, Tante! Dan aku sangat lapar sekali.” Ucapnya lalu menarik kursi tepat di sebelah sang Tante.             Devie menyodorkan sepiring sandwich ke arah keponakannya. “Makan ini. Ini masih segar.” Ucapnya dan diangguki iya oleh wanita berusia 24 tahun, berambut hitam itu. “Woww! Kalau lagi lapar begini, apapun yang nampak di mata pasti akan sangat lezat!” Ucapnya antusias dan direspon kuluman senyum oleh sang Tante, Deviella.             Dan Devie, dia kembali membuka suaranya. “Apa sebelum pulang, kalian tidak sarapan bersama ?” Tanyanya lagi pada keponakannya yang mulai memakan sarapan paginya.             Wanita cantik dan masih muda itu menggelengkan pelan kepalanya. Dengan mulut sudah penuh dengan makanan. “Tidak, Tante. Dia harus segera kembali karena ada meeting dadakan. Bahkan dia saja tidak sempat mandi karena istrinya terus menghubunginya.” Jawabnya santai, mengendikkan kedua bahunya ke atas.             Devie menganggukkan kepalanya seraya paham. “Dia memberimu berapa ?” Tanya Devie kembali pada sang keponakan.             Wanita itu tertawa pelan, dan merogoh sebuah kartu platinum dari dalam tas bermerk Channel-nya. Dia melambaikan sebuah kartu itu tepat di hadapan sang Tante. “Ini, Tante. Aku pakai sampai 3 hari.” Ucapnya bangga.             Devie menganggukkan kepalanya. “Kau gadis cerdas, Thea. Tante bangga padamu. Kau sangat pintar mencari uang.” Ucapnya tertawa pelan. Dia kembali melanjutkan kalimatnya. “Tidak seperti gadis bodoh itu! Yang bisanya hanya minta uang dari orang tuanya!” Ucapnya mulai bernada sinis.             Theanesya Borka, dan dia akrab disapa Thea oleh lingkungannya. Tubuhnya 1,7 meter, tinggi semampai. Rambutnya hitam sedikit kepirangan.             Banyak temannya yang iri dengannya karena dia memiliki kulit yang eksotis. Bahkan tidak sedikit para lelaku memuja kecantikannya.             Wanita yang disapa Thea itu, dia ikut tertawa sinis. “Sudahlah, Tante. Sampai kapan pun Aishe akan tetap menjadi gadis bodoh yang penurut!” “Kita berdoa saja supaya mereka tidak selamat. Dan semua ini jadi milik kita!” Ucapnya lagi dan langsung diangguki iya oleh Devie. “Kau benar, Sayang. Karena aku sudah muak dengan mereka yang sok suci. Lebih baik jika mereka tidak pulang sekalian!” Ucapnya lagi. Dia menerbitkan senyuman miringnya. ..**..             Deviella Lilou Jovan, wanita berusia 49 tahun yang disapa Devie. Dia merupakan Adik kedua dari Ayah Aishe Iglika. Dia juga Tante satu-satunya dari Aishe dan Thea.             Sedangkan Theanesya Borka, wanita berusia 24 tahun yang akrab disapa Thea. Dia merupakan anak dari Adik ketiga Ayah Aishe. Dan dia tentu saja saudara dekat dengan Aishe.             Almarhum orang tua Thea menitipkan dirinya kepada orang tua Aishe untuk dijaga dengan baik. Dan sejak kecil, Thea dan Aishe memang sepupu terdekat.             Tapi karena Thea diasuh oleh sang Tante, Devie. Perilakunya pun mirip seperti Tantenya. Bahkan dia juga mengikuti jejak sang Tante untuk mencari uang dengan cara tidak halal.             Devie dan Thea hidup satu rumah dengan keluarga Aishe Iglika. Tentu saja kedua orang tua Aishe tidak keberatan dengan hal itu. Bahkan mereka juga mendapatkan fasilitas lebih dari cukup dari Ayah Aishe.             Berbeda dengan Devie, dia merasa jika sang Kakak sangat memanjakan istri dan anaknya. Dan dia sangat tidak menyukainya.             Mengingat harta dan kekayaan orang tua Aishe sangat berlimpah. Dia seakan ingin menguasainya seorang diri.             Mereka akan bersikap baik di hadapan kedua orang tua Aishe. Namun jika kedua orang tua Aishe sedang tidak ada di rumah, maka mereka akan berkuasa di rumah itu.             Tidak jarang mereka akan menyiksa Aishe dengan cara memerintahnya seperti layaknya seorang pembantu. Dan tentu saja mereka mengancam Aishe dengan segala ancaman jika Aishe berani mengadukan semuanya pada kedua orang tuanya.             Apalagi saat ini mereka baru saja mendapat kabar jika mereka tengah kecelakaan dan sang Kakak beserta istrinya tengah koma. Devie berharap apa yang dia inginkan terkabul. Dan dia bisa menguasai semua harta sang Kakak dengan leluasa. …             Thea, tiba-tiba ponselnya berdering. Dan dia segera mengambil ponselnya dari dalam tasnya, memasukkan kembali kartu platinum yang dia pegang.             Dia terkejut melihat siapa yang menghubunginya. Dia langsung beranjak dari duduknya, sambil memegang satu sandwich. “Tante, aku mandi dulu. Aku lupa hari ini ada kelas tambahan. Aku harus segera ke kampus.” Ucapnya langsung pergi meninggalkan Tantenya, Devie disana.             Devie menganggukkan kepalanya. “Kau akan pergi bekerja lagi setelah itu ?” Tanya Devie, dan langsung dijawab oleh Thea. “Iya, Tante!” Jawabnya. “Jangan lupa bawa pengaman!” “Beres, Tante!”             Wanita itu tersenyum sembari menggelengkan pelan kepalanya. Sesaat dia mengingat gadis itu lagi. Dan ekspresi wajahnya berubah menjadi datar.             Gadis yang menurutnya mengalihkan dunia sang Kakak dari sisinya. Sebab gadis itu mendapatkan kelimpahan kekayaan yang tak terhingga. Dan dia sangat iri sekali padanya, juga pada ibunya. ‘Aku tidak mengharapkan kalian kembali ke Indonesia!’ ‘Supaya ini semua jadi milikku!’ Bathinnya seraya berbicara sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD