CHAPTER 2

1385 Words
Keesokan harinya... Beberapa jam setelah siuman, Evans a.k.a Killian memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar mansion, ditemani oleh Deron. Sedikit banyak yang sudah Evans ketahui tentang rumah ini. Ia juga sudah berjumpa dengan Ayahnya dan mengobrol beberapa hal. Dengan cepat, Evans bisa menyesuaikan dirinya. Evans sudah paham jika kehidupannya akan dilanjutkan di sini. Ia menjadi tokoh utama di sebuah novel yang berakhir tragis. Tetapi, kini ia akan mengubah seluruh alur cerita. Evans tidak akan mati di sini, itulah tujuannya. “Anda ingin ke mana Tuan?” tanya Deron yang mulai masuk ke dalam kamar Killian. Mulai saat ini, Evans menekankan pada dirinya untuk terbiasa hidup sebagai Killian. Ia juga harus membiasakan dirinya menjadi Killian, bukan Evans lagi. “Aku ingin jalan-jalan di luar mansion ini.” “Em... sepertinya itu agak sulit,” balas Deron ragu-ragu. “Apa maksudmu sulit?” “Anda baru saja bangun, tenaga anda pasti belum pulih sepenuhnya. Lagi pula anda diberi cuti selama sebulan oleh Kerajaan karena hal yang menimpa anda ini,” kata Deron “Aku hanya ingin jalan-jalan mencari suasana yang asri. Aku butuh menyegarkan pikiranku.” “Kalau begitu akan saya temani.” “Terserah,” sahut Killian tidak peduli. “Em, anda harus memakai jas ini juga, Tuan. Apa anda lupa cara berpakaian?” “Hanya memakai kemeja ini sudah cukup nyaman.” “Tidak bisa seperti itu Tuan. Anda adalah Putra Duke, dan kelak anda akan memimpin keluarga ini menggantikan Duke Henry. Cara berpakaian seorang bangsawan tidak hanya menggunakan kemeja simpel ini.” “Tunjukkan padaku bagaimana penampilanku seperti biasanya,” ucap Killian dengan malas. “Anda lupa dengan gaya anda sendiri?” Karena tidak ingin pusing lebih lanjut, Killian memilih mengangguk. “Ketika aku diracun, sepertinya racun itu menyebar sampai saraf di otakku. Oleh karena itu aku sedikit melupakan masa lalu,” ujarnya ngawur. “Baiklah kalau begitu. Saya akan membantu anda memulihkan ingatan anda.” Deron mulai mengajarkan Killian cara berpakaian yang sopan dan rapi dengan menggunakan pakaian pria bangsawan. Setelah selesai, Killian mematut dirinya di cermin. “Bukankah ini terlalu berlebihan? Kenapa harus memakai pakaian sebagus ini?” “Ekhem, memang pada dasarnya pakaian anda terlihat keren dan berkilauan seperti ini. Dan ini tidak berlebihan, Tuan. Sangat biasa saja, seperti diri anda sebelumnya.” “Oh begitu? Baiklah, sekarang kita pergi.” Killian berjalan lebih dulu keluar dari kamarnya, Deron mengikuti dari belakang. Selama ia berjalan, ia bertemu dengan beberapa pelayan yang tidak ia ketahui nama-namanya, mereka semua menunduk sopan saat bertemu dengannya. “Tuan, lewat sini,” ujar Deron. Killian salah melewati jalan. Dahinya mengerut samar. “Memangnya kenapa tidak lewat disitu?” tanyanya, ia merasa tidak ada yang salah jika ia tetap meneruskan langkahnya. “Itu dapur Tuan. Katanya anda ingin jalan keluar mansion,” balas Deron sopan. “Oh iya, aku lupa kalau itu dapur.” Killian melangkahkan kakinya menuju jalan yang Deron maksud. “Kita menggunakan kuda?” tanya Killian. “Iya, ini adalah Kirax, kuda kesayangan anda. Biasanya pergi ke mana pun anda akan bersama Kirax,” jawab Deron cepat. Killian mengamati kuda yang terlihat antusias bertemu dengannya. Sudut bibitr Killian terangkat ke atas, tangannya terulur mengelus rahang kuda yang berwarna hitam legam itu. “Long time no see you, Kirax,” sapanya. Kuda itu bersuara pelan dan mengelus-eluskan kepalanya sendiri di tangan Killian. “Mari kita jalan-jalan,” ucapnya yang kemudian naik ke atas punggung Kirax. Killian menunggangi kudanya keluar dari pekarangan mansion. Selain Deron, ada beberapa penjaga yang juga ikut serta atas suruhan Deron. Sejujurnya, Killian tidak tahu akan ke mana, ia tidak mengenal daerah sekitar. Hanya saja, ia melihat sebuah pasar desa yang cukup ramai. Ketika kudanya berhenti, ia menjadi pusat perhatian di sekitarnya. Killian memperhatikan beberapa orang tampak menunduk hormat menyambutnya. “Apakah ada yang ingin anda beli di sini Tuan?” tanya Deron. Pria itu membawa kudanya tepat di samping kuda Killian. Killian kembali memperhatikan sekitarnya yang tidak menarik. “Tunjukkan padaku ke tempat yang sepi dan cukup tenang, Deron.” “Baik, Tuan. Kalau begitu saya yang akan memimpin perjalanan,” balas Deron yang kemudian memacu kudanya menjauhi kawasan ramai oleh rakyat. Killian mengikuti pacuan kuda Deron. Kirax benar-benar kuda yang tangguh. Ketika melewati jalanan yang cukup licin pun, keseimbangan kuda itu tidak goyah dan tetap melaju kencang. Tak berapa lama kemudian, mereka tiba di suatu danau yang sangat sepi. Bahkan bisa dikatakan hanya ada mereka. “Di sini adalah tempat biasanya anda menenangkan diri, Tuan. Anda suka sekali membaca buku di bawah pohon itu,” jelas Deron sambil menunjuk ke sebuah pohon yang lebat dan tidak terlalu tinggi. “Benarkah?” tanyanya tidak yakin. Tentu saja Killian sekarang tidak merasa begitu, pasalnya yang hinggap ditubuhnya itu sekarang adalah jiwa Evans. Meskipun begitu, kenangan dan juga kemampuan Killian yang asli sepertinya masih hinggap di tubuh ini. Buktinya Killian dapat menunggang kudanya dengan sangat baik. “Sudah saya duga anda melupakan tempat ini. Tapi anda sudah mengingat jalannya, kan?” Killian mengangguk. “Ya aku ingat. Terima kasih sudah membawaku ke sini.” Nyaris saja Deron menjatuhkan rahangnya usai mendengar penuturan Killian barusan. Yang benar saja! Ini adalah kali pertamanya Killian mengucapkan terima kasih. Sosok Killian yang ia kenal adalah kaku, dingin dan datar. Wajahnya begitu serius dan tidak ada bercanda-bercandanya. “Kenapa wajahmu kelihatan syok begitu?” Killian mengerutkan dahinya dalam. “Saya hanya kaget mendengar ucapan terima kasih dari anda, Tuan,” jawab Deron cepat. “Kau terkejut?” Deron mengangguk dua kali. Killian terdiam. Mungkin saja sosok Killian yang lama tidak pernah melakukan hal itu. “Em, mulai saat ini kau akan melihat diriku yang baru. Lupakan Killian yang lama, karena aku akan mengubah sifat-sifat burukku.” “Anda serius, Tuan?” Killian mengangguk yakin. “Aku serius. Kenapa? Kau meragukanku?” Deron menggeleng samar. “Bukan saya meragukan. Saya hanya kaget untuk kedua kalinya.” “Terserahmu saja. Dan sekarang katakan padaku setelah ini apa yang harus aku lakukan?” Killian turun dari kudanya, dan mengikat tali Kirax di pohon besar nan lebat itu. Pria itu langsung duduk di rerumputan. Deron berjongkok di hadapan Killian setelah mengikat kudanya juga. “Setelah anda menghabiskan waktu libur, anda akan langsung bekerja pada Pangeran Mahkota. Menjadi ajudannya.” Killian mengelus dagunya sembari berpikir. Jika bulan depan adalah pertama kalinya ia akan bertugas, berarti masa sekarang ini adalah ketika satu tahun sebelum puncak konfliknya terjadi. Yaitu satu tahun sebelum Putri Aleanuara meminang dirinya. Killian terkekeh pelan karena pemikirannya sendiri. Sang putri meminang dirinya? Kenapa terdengar sangat lucu ya? Tapi ya, memang itulah yang akan terjadi ke depannya. “Kenapa anda tertawa?” tanya Deron heran. “Tidak ada. Aku hanya memikirkan hal yang lucu. Lanjutkan saja bicaramu.” Deron mengangguk. “Menjadi ajudan Putra Mahkota membuat anda menjadi kesatria nomor dua di kerajaan. Tentu saja yang pertama di tempati oleh Ayah anda, Duke Henry yang merupakan kesatria kepercayaan Yang Mulia Raja.” “Oh begitu, aku mengerti. Terima kasih atas infonya.” Lagi-lagi Killian mengucapkan terima kasih. Deron mengelus dadanya. “Saya akan biasakan diri saya agar tidak kaget lagi setelah mendapatkan ucapan terima kasih dari anda.” “Ya, kau benar. Harus dibiasakan.” Killian melipat kedua tangannya di depan d**a, punggungnya menyandar pada batang pohon kemudian ia menutup kedua matanya. “Bawakan sesuatu untuk di makan ke sini, Deron. Ingat, harus makanan yang benar-benar sehat dan tidak ada racunnya. Aku lapar.” “Baik, Tuan. Saya akan membelinya. Anda bisa istirahat di sini, beberapa penjaga akan berjaga di sekitar sini.” “Aku mengerti. Sekarang pergilah!” usir Killian. Deron bangkit dan menaiki kudanya lagi. Tak lama, pria itu sudah hilang dari pandangan. Killian tidak istirahat seperti apa yang dikatakan oleh Deron. Pria itu justru mereka ulang setiap isi novel sebelumnya. Mengingat kembali ketika satu tahun sebelum ia bertemu dengan putri Aleanaura. Sebentar lagi adalah acara debutante sang Putri dan juga beberapa gadis bangsawan lainnya. Dan tepat saat itulah, mereka bertemu. Menurut cerita novel aslinya, Putri Aleanaura terpesona melihat ketampanan Killian dan jatuh cinta pada pandangan pertama. Di karenakan ia mulai bekerja di sekitar istana, tak jarang sang Putri selalu mencari kesempatan melihat aktivitasnya dari jauh dan juga mengirimkannya banyak makanan dan camilan buatan tangan sang Putri. Killian mengepalkan tangannya. Perasaan Sang Putri begitu tulus. Tapi kenapa Killian yang asli di dalam novel malah tidak menyukai Putri Aleanaura?! Benar-benar sangat disayangkan.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD