Nama Lo siapa sih?

1461 Words
Terlalu apa ya, bahagia? Ah, tidak juga. Mengingat kejadian beberapa waktu yang lalu, di mana dia di pertemukan oleh semesta untuk bertemu kembali dengan gadis cerewet bernama Farah. Membuat Zafar gelisah di kasur yang sudah tipis. Baunya pun sulit di definisikan lantaran dia sibuk tidak mencucinya selama ia ngekost. Ya, maklum saja soal kebersihan kan kadang laki-laki kurang resik. Kembali lagi ke topik soal Farah. Andaikan dia punya nyali untuk mengajak gadis itu bicara, bicara yang lebih lah gitu, bukan sekedar sapa 'hai' mungkin ada kemajuan untuk menjadikannya pasangan dalam hidup. Yang nantinya akan di bawa ke hadapan ibunya. Tapi, saat dipikir-pikir kembali, memangnya Farah yang terlihat highclass, mau dengannya? Orang Zafar saja bukan apa-apa di sini. Jabatan tidak seberapa, dari kampung pula. Zafar bangun dari tidurnya. Menyandarkan punggungnya di dinding. Sembari memeluk guling yang bentuknya sudah tidak jelas. Farah itu cerewet tapi, dia manis. Dia memiliki kulit yang eksotis. Biasanya orang asing penyuka kulit macam Farah. Namun, jangankan orang asing, Zafar saja kepincut dengan dirinya. Kira-kira apa Farah yang judes kepadanya bisa jatuh hati? Ah sudahlah. Memikirkan hal tersebut membuat ia jadi lapar saja. Sial. Jam sudah menunjukkan 10 malam. Esok ia berangkat kerja lagi. Zafar merebahkan tidurnya dengan posisi miring ke kanan sembari memeluk guling. Dia mencoba memejamkan matanya. Memaksa menjemput mimpi. Soal Farah yang hampir menabraknya, biar nanti saja ia menceritakannya ke sahabatnya. Toh, mereka bertiga juga mungkin sudah tidur di saat-saat jam seperti ini. *** Farah telat, lima menit. Hanya lima menit sudah membuat Rin uring-uringan tidak jelas. Katanya, parfumnya sudah tidak sewangi biasanya, rambutnya sudah berantakan, bajunya lecek, juga make up di wajahnya luntur. Padahal tidak selebay itu. Tapi, Farah memaklumi Rin memang sedikit 'rempong' soal penampilan. Maunya dia yang terdepan. Farah saja hanya menggunakan jeans pendek abu-abu di atas lutut dan tanktop hitam di balut dengan jaket denim saja. Masuk angin juga tidak peduli. Orang cuek seperti Farah mana peduli soal cinta diri sendiri. "Udah lah, gue kan udah minta maaf, jangan lebay deh,"ujar Farah sembari menyeruput matcha. "Ya tapikan--gua baru inget seesuatu. Gue bawa temen gue yang lulusan Singapore, katanya sih dia mau kenalan sama lo," ujar Rin meletakan ponselnya di meja dan berbicara antusias sekali. Senang, jika dia mau menjodohkan sahabatnya. Ya, Rin berharap kalau Farah bisa melupakan masa lalunya. Farah batuk, syok dengan pernyataan dari sahabatnya. Bau-bau tidak enak. Mau kenalan? Biasanya yang seperti ini ujung-ujungnya juga akan modus. Ya atau tidak?. "Pokoknya lo gak boleh cuekin dia. Far, dia orang baik loh. Anaknya juga penurut sama orang tu-" "Gak usah lebay. Mantan gue juga baik, ujungnya nyakitin." Farah meraih ponsel di dalam tas. "Lo mau di sini sampe kapan? Gue mau balik hotel,"ujar Farah melihat jam di ponselnya. "Ya elah Far, temen gue juga belum sampe loh ini, lo lagian anjir kenapa dah tumben banget jam segini ngandang. Biasanya juga kek k*****t lo tuh. Far, come on ini baru jam sepuluh." Farah tak menggubris. Ia menarik tas dan menyampirkannya. Memasukan ponsel sembari menaruh uang lembaran di meja total sekitar lima sampai tujuh ratus ribu. "Lo makan ajah tuh sama temen lo. Gue balik." Farah berjalan meninggalkan Rin di tempat. "Far, Far woy lah. Far ih...nyebelin tuh anak." Rin mengambil uang tersebut dan berjalan menuju kasir. Segera ia bayar makanan serta minuman yang mereka beli. Rin buru-buru menyusul Farah dan kembali ke Hotel, dia tidak peduli kalau temannya nanti akan datang. Ting Temanlucknut Dmn nih? Gue udah sampe "Anjir bodo amatlah. Farah tunggu gue." Rin mematikan ponselnya dan juga memasukan ponsel ke dalam tas. Ia bahkan tak membalas pesan temannya sama sekali. Rin yakin, Farah marah kepadanya. Seharusnya Rin hafal mana yang membuat mood Farah baik dan juga down. *** Oka baru saja membeli motor matic, warna biru. Memang tidak seberapa tapi, sangat bermanfaat pagi ini bagi Zafar. Zafar baru bangun tidur jam lima lewat. Dan baginya itu sudah telat. Zafar menguap sembari memasang sepatu vans hitam. "Zaf udah rapi belum lo?" tanya Raka diambang pintu. Zafar tak langsung menjawab, justru keluar kamar dalam keadaan sudah rapi. "Oka gak bisa anter. Dia ada jadwal hari ini." Zafar mengangguk saja. Oka sudah bilang lewat DM kalau dia ada urusan. Dan hari ini Raka akan mengantarkan Zafar ke restoran tempatnya bekerja. Raka juga sekalian ke kantor. Ya, memang Raka bekerja di salah satu perusahaan besar. Lain dengan Eko. Cowok itu menyugar rambut di depan kedua sahabatnya. "Gimana penampilan gue? Keren, kan?" tanya Eko sembari menaikkan alisnya. Zafar dan Raka kompak menatap Eko dari atas sampai bawah. Abstrak. Mereka berdua meninggalkan Eko tanpa pamit. "Woy lah gue di cuekin," ujar Eko. "Ah tapi, gak apa-apa yang penting gue tampan." Raka kembali lagi, ia menghadap Eko. "Bangun, udahan mimpinya," ujar Raka lalu segera beranjak ke motor. Zafar menggeleng-gelengkan kepala. Absurd sekali pagi harinya. Eko menghela nafas. Ia melihat penampilannya sendiri. Sepatu bokapnya yang ia pakai, baju rocker yang oblong serta celana levis yang super ketat. Dia juga memakai rantai. "ROCKER ROCKERRRR." Prank Saat bunyi tersebut muncul dari arah luar, perasaan Eko sudah mulai tidak enak. Suasananya seakan lebih horor. Eko siap-siap melarikan diri. Mengunci pintunya di kamar. "EKOOOOO...BERISIK BANGET KAMU YA...EKO DI MANA KAMU." Eko sudah lebih dahulu kabur dari amukan Ibu kost yang membawa teflon dapur. Sepertinya benda itu yang tadi jatuh hingga menyebabkan bunyi. Di balik pintu kamar, Eko menempelkan daun telinganya. Ia masih memantau keadaan di luar yang sepertinya sudah aman. *** Zafar di perbolehkan istirahat di luar. Ia mampir ke salah satu warung makan. Sudah berjanji juga untuk makan bersama Raka yang memang kantornya tidak jauh dari tempat Raka bekerja. "Raka mana ya?" gumam Zafar. Warung makan di sana terkenal dengan masakan padang yang enak, makanya ramai. Zafar mencari Raka di dalam, siapa tahu ada. Dan ternyata lelaki itu belum datang. Selama menunggu Raka, Zafar memesan dua porsi makanan. Nasi, telor balado, tempe-tahu dan bakwan. Dua porsi yang sama ia pesan. Minumnya hanya satu, teh manis hangat. Bukan Zafar tidak mau memesankan minuman, takutnya nanti dingin sebelum Raka datang. Zafar juga akan menceritakan kejadian kemarin di jalan saat hampir di tabrak dengan Farah. Dia sudah berjanji tadi pagi dengan Raka. Entah sejak kapan, Zafar jadi sering memikirkan wanita itu. Biasanya Zafar tidak mudah langsung jatuh hati. Kenapa justru dengan Farah ia sesibuk dan seantusias ini menceritakan hal kemarin. Lelaki tersebut memerhatikan nasi yang sudah siap disantap di atas meja. Menelan saliva, perut dia sudah menagih minta jatah makanan. Tapi, Zafar tidak enak hati jika harus makan lebih dahulu. Alhasil, ia menyeruput teh manis hangat saja. *** Raka sudah menceritakan perihal keterlambatan datangnya untuk makan siang bersama Zafar. Sahabatnya itu juga memaklumi. Kerja kantoran memang tidak mudah untuk keluar masuk begitu saja. Meski begitu, mereka berdua tetap jadi makan bersama. Zafar sudah setengah jalan menceritakan pertemuannya dengan Farah. Sesekali Raka menggoda Zafar. "Lo yakin gak mau langsung nembak tuh cewek?" "Ha?" "Gini ya Zaf, lo itu udah dewasa. Udah dua puluh lima gila, ya kali lo masih gak mau coba untuk gentle gitu, ngajak dia kenalan apa kek basa-basi." Zafar menggaruk tengkuknya yang jelas tak gatal. "Ya gimana?" tanyanya. Pria itu bahkan seperti anak laki yang baru pubertas. Maklum saja, tidak ada dalam hidupnya pengalaman perihal dekat-mendekati wanita. "Lo beneran suka sama tuh cewek?" Zafar mengangguk kecil. Dia juga tidak pernah menduga bahwa akan jatuh hati pada cewek cerewet tersebut. Mereka menyudahi obrolan, keduanya segera kembali ke tempat kerja masing-masing. Melanjutkan aktivitas seperti pada umumnya. Zafar mengantar makanan dan Raka mengurus dokumen-dokumen penting. *** Ada sekitar 2-4 kotak makan yang Zafar jinjing di tangan kanan. Dia sudah berdiri di depan rumah megah bercat putih. Pintu yang di cat dengan warna cokelat muda tersebut Zafar ketuk. Ia lupa bahwa ada bel rumah. Namun, saat Zafar akan memencet bel seseorang sudah lebih dulu membuka pintu. Perlahan sosok di balik pintu muncul, menampilkan seorang wanita cantik dengan balutan tanktop dibaluti rajut, celana jeans rawis biru langit, rambutnya di cepol asal. Benar-benar cantik alami. Zafar mematung di tempat. Diam seribu bahasa. Wanita berusia 23 tahun menarik makanan dari tangan Zafar. "Woy!" teriak wanita tersebut menyadarkan lamunan Zafar. Zafar mengerjapkan mata beberapa saat. Ia mengucek matanya, sadar bahwa makanan di tangannya sudah pindah ke cewek di hadapannya. Zafar segera berbalik tanpa bicara apa pun. Tapi... "Eh tunggu, lo yang kerja di restoran sana kan?" Zafar berbalik arah. Mengangguk singkat, Zafar memainkan kunci motor di tangan. "Nama lo siapa sih? Perasaan gue ketemu lo terus. Bosen deh gue." Tunggu? Dia nanya nama Zafar? "Zafar," ujar Zafar singkat. Gadis itu hanya ber'o'ria. "Ya udah, sana pulang. Udah gue tf," ujar Farah segera menutup pintu. Zafar menyentuh dadanya. Debarannya begitu cepat. Baru kali ini, pertemuannya dengan Farah tidak seburuk hari yang lalu. Dan dia menemukan fakta baru kalau rumah Farah di sini. Tempat yang bersih, nyaman dan juga besar. Pintu kembali terbuka, menampilkan sosok Farah. "Ngapain lo masih di sini?" ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD