Ada Yang Dengki

1042 Words
Luna merasa seperti berada di puncak keemasan, senang sekali terlepas dari Nawang dan bisa pindah ke SMA Pelita. Hari yang indah seperti sudah terlihat di depan mata, sangat dekat sampai Luna seperti bisa meraihnya dalam genggaman. Setiap langkah kakinya seperti langkah kaki di atas karpet merah. Begitu bisa membuat bangga. “Lun! Makan siang yuk!” Rena mengajak Luna yang pasti masih bingung mau makan siang dimana. “Iya!” Mellya hanya duduk sambil memperhatikan, kesal saja Luna sudah punya teman dekat. “Lu kenapa?” tanya Prita. “Nggak makan?” “Enggak!” jawab Mellya ketus, “Terus mau disini aja? Kita mau makan nih!” “Ya udah aku mau ikut makan. Masak iya aku mau di kelas sendiri!” *** Menatap langit siang yang cerah bagai kehidupan yang akan dijalani Luna. Ia merasa memang demikian yang akan dihadapi dalam sesi hidup selanjutnya. “Luna! Kamu mau bengong aja disitu? Astaga! Kenapa sejak tadi kamu bengong terus sih!” Mellya mengajak Luna pulang dan menunggu mobil untuk menjemput, akan tetapi Luna malah diam lagi seperti patung Liberty di tengah jalan anak-anak sekolah yang mau lewat untuk pulang. “Ah iya! Abis nggak percaya aja kalau aku bisa sekolah disini!” ucap Luna tanpa melihat ke arah Mellya yang sudah kesal sekali, seperti termometer yang ingin meletus karena saking panas suhu tubuhnya. “Astaga! Emang ya!” Keselnya Mellya membuat dirinya melancarkan cubitan kecil melintir yang diputar-putar. “Ah …! Sakit Mellya!” “Biar kamu sadar, kalau ini itu nggak mimpi, ngeselin banget sih jalan sama kamu kebanyakan bengongnya. Ayo, nanti mobil papa ngira kita belum pulang algi, auto ditinggal kita! Mau pulang jalan kaki?” “Ya, nggak mau Mell!” Pak Ferdi yang menunggu kedatangan dua buah hatinya melihat Luna dan Mellya datang mendekat ke arah mobil lewat kaca spion. Lantas tersenyum kecil merasa dua putrinya terlihat akur. “Kalian baik-baik aja kan di sekolah!” “Baik kok Pa!” jawab Luna lebih dulu. “Kamu Mellya!” “Harusnya baik, tapi si Luna kebanyakan bengong!” “Iya Pa, abis aku kayak masih mimpi aja bisa sekolah disini.” Luna berusaha berkata jujur. Ia mengira dirinya memang butuh penyesuaian diri lebih lama sampai hatinya bisa menerima kebahagiaan yang bagai jatuh dari langit. “Ya udah, kita pergi ke mall dulu ya! Papa mau ajak kalian berdua buat beli laptop!“ “Apa! yang bener Dad? Ih Daddykuuu, aku kira lupa karena sibuk sama Luna!” Ceplos begitu saja bibir Mellya dalam berkata-kata. “Apa, sibuk sama Luna. Daddy nggak sibuk sama Luna. Daddy cuma masih capek aja abis menikah kemarin! Lagian sayangnya daddy sama kamu dan Luna itu sama aja kok! Nggak ada yang difokuskan salah satu!” ‘Iya Dad!” sahut Mellya. Ia merasa salah bicara. Ya, tapi okelah biarkan saja. Yang penting laptop baru keluaran baru yang paling canggih dan paling unlimited akan segera ia beli. Salah satu pusat perbelanjaan super besar dan membuat Luna semakin tidak percaya dengan semua ini. Ia hanya bisa mengetahui tempat seperti ini hanya lewat layar tv, lalu sekarang ia benar-benar datang, masuk dan menjajakkan kakinya ke lantai marmer yang mengkilap dan desainnya unik. “Tuh Dadd ...! Apa Mellya bilang, jalan sama Luna itu kebanyakan bengong. Sekarang aja dia udah melamun di tengah jalan kayak orang ilang.” Mellya memberitahu pak Ferdi saat Luna sudah tidak berjalan lagi bersama dengan mereka berdua. Pak Ferdi coba mengamati. ia kemudian berjalan mendekat dan menegur Luna dengan halus. “Lun! Kamu kenapa?” Luna sadar ada suara memanggil. “Eh Pa, maaf Pa, aku bengong lagi. Soalnya ini,” ucap Luna sambil memegang tengkuk lehernya bingung dan sedikit cemas. “Iya apa? Ngomong aja?” Mellya yang melihat dari jarak berapa meter kesal menunggu. Ia pun memutuskan untuk ikut mendekat ke arah saudara tirinya berada. “Lama banget sih?” “Iya Lun, bilang aja!” bujuk pak Ferdi, agar Luna sedikit bisa mengeluarkan unek-uneknya. Mungkin ada masalah yang akhirnya membuat gadis itu lebih sering bengong padahal di tengah keramaian begini. Mellya coba sabar, kalau bukan demi laptop impian. Sudah pasti dicubit lagi Luna sampai melintir berlapis. “Itu Pa, ini pertama kalinya Luna masuk mall!” Luna lalu tersenyum ketir. Ia akhirnya mengatakan salah satu kenyataan pahit yang terjadi di dalam hidupnya. “What! Yang bener aja, first for you. Oh My God!” “Mellya! Jaga perasaannya!” pinta pak Ferdi. ‘Iya Dad!” mellya mengangguk. ‘Gila ngenes amat hidup lu Lun! Apa selama ini elu tinggal di gua!’ batin Mellya. “Ya udah, sekarang kita jalan lagi!” ajak Pak Ferdi. Jalan-jalan itu akhirnya dilanjutkan, kali ini langkah kaki mereka bertiga sudah sampai di depan toko elektronik langganan pak Ferdi. Mellya yang menatap toko itu merasa sangat tidak sabar dan antusias. Ia pun masuk lebih dulu. "Laptop yang unlimited itu masih ada nggak?" Tanya Mellya ada salah satu karyawan toko. "Ada Mbak. Tinggal satu kayaknya!" "Ya udah, ambilin gih, cepetan pokoknya laptop unlimited itu cuma buat aku." Pak Fedi juga memiliki sebuah laptop untuk Luna. Namun Luna menolak karena ia mengira dirinya tidak akan butuh laptop tersebut. "Lagian Luna juga nggak bisa beli paket data buat laptopnya apa. Gimana cara pakainya kalau Luna pengen browsing di rumah," jelas Luna pada pak Ferdi. "Kan di rumah ada wi-fi Lun, ngapain kamu bingung mikirin itu! Udah biar papa belikan satu buat kamu yang sama kayak punyanya Mellya!" Sayangnya laptop yang dipilih oleh Melly hanya ada satu. Pak Ferdi jadi bingung kalau harus membelikan laptop yang spesifikasinya tidak sama untuk kedua putrinya. "Pa! Aku nggak papa kok, kalau laptopnya beda sama punyanya Mellya. Selama ini aja, aku nggak pernah punya barang kayak gitu." Pak Ferdi menatap iba pada Luna. "Udah kalau kamu maunya kayak gitu. Tapi, kalau kamu butuh apa-apa bilang aja ya sama papa. Papa pasti akan turutin. Kamu anak yang baik." Mellya melihat pak Ferdi begitu perhatian terhadap Luna. Hatinya kembali panas meski laptop incarannya sudah ada di tangan. 'Gue nggak mau ya kalau Daddy lebih sayang sama Luna. Kalau dia makin ngelunjak gue bakal singkirkan dia pelan-pelan. Luna Kirana Putri Yang Terbuang. Ah pantas lah itu anak yang bengong itu.' Melly bicara sendiri dalam hatinya. Ia kesal karena papanya terlihat lebih sayang pada Luna
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD