Farrel Yang Meminta Maaf

1093 Words
Beberapa waktu lalu, sesaat ketika Luna pergi meninggalkan kamarnya untuk pergi ke rumah Daffa. Ia pergi begitu saja dengan cepat. Berharap sekali, kaki urusannya dengan Daffa akan segera bisa selesai. Luna yang pergi dengan cepat, tidak peduli ada siapa di dalam kamarnya. Padahal waktu itu ada Mellya yang sedang emosi maksimal padanya telah menjadi orang satu-satunya yang ada di dalam kamar tersebut. Saat itu, Mellya tidak langsung pergi. Ia mencermati susunan kamar Luna. Lalu memperhatikan meja belajar Luna. Cukup rapi, dan mengesankan. Ada beberapa hal yang menarik perhatian. Di atas meja belajar tersebut ada buku pengetahuan umum yang bukan termasuk dalam bidang studi sekolah. Mellya mulai duduk di kursi belajar yang biasa dipakai Luna. Duduk sambil melihat lagi, tangan kirinya mulai membuka laci di bagian bawah meja. Lalu sesuatu yang membuat pikiran Melly bingung ada di dalam sana. Laci yang menyimpan banyak topeng. Topeng yang bermacam-macam dan beragam warna. 'Kenapa Luna punya banyak topeng begini? Buat apa?' batin Mellya bertanya. Ia masih penasaran hingga membiarkan jari-jarinya menyentuh semua jenis topeng secara cepat dengan penuh kebingungan. Mellya tidak habis pikir, untuk apa topeng sebanyak ini. Karena merasa ini adalah hal langka dan aneh. Mellya memutuskan untuk mengambil foto topeng yang ada di dalam laci tersebut. "Ya, buat bukti kalau Luna itu emang aneh. Ngapain juga punya banyak topeng ginian." Mellya dengan senyum jahat melihat hasil jepretan ponselnya. Lalu bangun dari kursi belajar dan melangkah keluar kamar. *** Beberapa hal di dunia ini terjadi dengan ragam misteri. Seperti hari ini, misteri apa yang tersimpan untuk pertemuan Luna dengan Farrel. Ia masih berusaha berpikir dan coba tetang. Pada akhirnya ia harus mau pulang bersama dengan teman sekelasnya yang pernah melakukan hal jahat padanya beberapa waktu lalu. Akan tetapi, Luna sadar itu semua karena perintah saudara tirinya. Setelah menyusuri jalan berliku-liku di dalam gang sempit. Motor sport milik Farrel akhirnya sampai di jalan raya. Yang langsung menuju ke komplet rumah Luna. Luna cukup merasa tenang. Akhirnya sebentar lagi, ia akan bisa sampai rumahnya. "Ini kan komplek rumahnya Mellya. Eh, maksud aku rumah kami juga Lun!" "Iya!" jawab Luna. "Terus abis ini belok kemana? Aku agak lupa jalannya?" tanya Farrel lagi sambil tetap fokus mengendarai motor. "Lurus aja, nanti aku kasih tau kalau udah mau sampe!" Jawab Luna. Tinggal beberapa menit, hingga akhirnya motor berhenti di depan rumah Luna. Farrel coba mengingat posis rumah tersebut. Karena sudah sampai, Luna perlahan turun dari motor tersebut. Lalu menatap pada Farrel yang masih berada di sana. "Aku mau bilang makasih, udah ngaterin sampai rumah dengan selamat!" ucap Luna. "Sama-sama! Tapi, ada hal yang perlu aku sampaikan sama kamu Lun." Luna menatap lagi pada Farrel. "Apa, kamu mau ngomong sesuatu?" Farrel lalu melepas helm dan turun dulu dari motor miliknya. Berdiri sebentar melihat ke arah Luna. Mereka berdua pun saling berhadapan dan saling menatap satu sama lain. "Aku minta maaf soal perbuatan aku yang bikin kamu takut beberapa waktu lalu. Itu semua karena aku belum bisa mikir. Mau aja disuruh sama Mellya buat nakutin sekaligus buat celakain kamu. Sekali lagi, aku minta maaf ya. Aku sebenarnya bukan cowok yang begitu kok. Beneran, berani sumpah deh, kalau kamu minta aku buat lakukan sekarang buat bersumpah. Aku mau lakukan!" Farrel berbicara dengan penuh sungguh-sungguh. "Apa, jangan. Kamu udah minta maaf aja udah cukup!" jawab Luna. Ia mulai sungkan menatap pada Farrel yang masih saja terus memandangi dirinya "Aku beneran merasa bersalah Lun. Setiap lihat kamu di dalam kelas. Rasanya, aku jadi kayak nggak punya muka, dan ngerasa berdosa. Aku minta maaf sekali lagi!" Farrel kali ini menunduk dan belum bersedia mengangkat wajahnya. Luna merasa, sikap Farrel terlalu berlebihan. Ia pun segera menyuruh Farrel untuk mengangkat wajahnya. "Aku udah maafin kamu kok, beneran! Tapi, setelah ini jangan ulangi lagi ya. Please. Jangan mau lagi buat disuruh Mellya buat lakukan sesuatu yang jahat sama aku!" "Iya Luna. Aku janji. Jadi, aku udah maafin aku?" Luna mengangguk. "Udah, aku udah maafin kamu." "Kalau begitu, makasih ya Lun. Makasihhhh banget. Iya, pokoknya aku nggak akan ulangi lagi perbuatan aku yang kemarin. Aku pengen berteman sama kamu." "Kalau begitu, aku masuk dulu ya. Makasih tumpangannya, dan hati-hati! Bye!" Luna melempar senyum. Mengalunkan langkah kaki ke arah pagar rumah. Ia berharap Farrel cepat pergi. Tapi, sampai Luna masuk, Farrel tetap menunggunya, hingga benar-benar sampai masuk rumah. Sementara itu, Bu Mira yang merasa tidak menemukan sang putri di dalam kamar mulai merasa cemas. Ia yang sedang menyiapkan makan malam, justru lebih memilih menungu kedatangan Luna di rumah tamu. Hingga akhirnya Luna datang dan masuk ke dalam rumah. "Ya ampun Luna. Akhirnya kamu pulang Sayang!" sapa Bu Mira dan langsung memegang kedua bahu putrinya dengn kuat. "Kamu darimana aja sih? Perasaan kamu tadi udah balik, tapi kok keluar dan baliknya sore banget!" "Ehm …." Bingung Luna mencari alasan. Terpaksa ia harus bohong dan bohong lagi. Bibir bawahnya digigit berharap tidak bicara apa-apa. Tapi, bagaimana bisa. "Lun …! Kamu kenapa sih Nak?" "Aku, aku nggak papa kok Bu. aku cuma kecapekan. Tadi, abis dari rumah temen dan aku kesasar baliknya. Padahal lagi niat buat cari taksi. Tapi, malah, nggak Nemu taksi dan kesasar. Terpaksa tanya orang, tapi yang ditanyai malah kasih arah salah. Malah makin kesasar deh!" Bu Mira menatap kasihan. "Kenapa kamu nggak telpon Ibu?" "Hapeku mati Bu. Kehabisan batre, aku lupa buat charger!" "Kamu pasti capek banget?" Luna mengangguk saja, sambil memasang wajah kelelahan. Bu Mira mulai mengusap kepala Luna. "Kalau begitu, kamu cepat mandi. Istirahat sebentar lalu makan malam." "Iya Bu!" "Apa nanti perlu Ibu pijet?" "Nggak perlu Bu. Biar aku mandi aja. Pasti segar dan capeknya hilang!" "Ya udah, terserah. Tapi, kalau minta pijet, bilang mama ya!" "Iya Bu, siap!" Luna pun segera berjalan meninggalkan Ibunya. Semakin masuk dan rasanya ingin menghilang. Karena dirinya merasa sang ibu masih memperhatikan, dan memang benar. Luna yang ingin memastikan lalu menoleh ke belakang, ke arah ibunya yang masih berdiri. Ternyata memang Bu Mira masih memperhatikan dirinya. Hingga langkah kakinya sampai di kamar. Luna langsung melepas jaket. Meletakkan dompet dan ponsel. Ponsel yang masih banyak sekali batrenya. "Hah …! Aku hari ini banyak dosa. Bohongin orang sampe dua kali, masuk kamarnya Daffa, apa lagi ya?" keluh Luna yang sedang duduk di kursi belajarnya. Lalu meletakkan kedua tangan untuk bertumpuk di atas meja. Kemudian dipakai sebagai bantal kepalanya. "Rasanya pengen ngelupain semua yang terjadi sama hari ini. Bisa nggak ya?" Lalu, Luna melihat laci samping mejanya terbuka, dan menampakkan banyak topeng miliknya. "Lho, kok nggak ketutup sih laci ini!" Luna kemudian menutupnya dengan perasaan sedikit aneh. Namun, dicoba saja untuk ditepis. Karena mungkin hawa buruk masih terasa karena kejadian di kamar Daffa sore ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD